BAGIAN 44

5K 227 1
                                    

FIO memasukkan buku-buku pelajarannya ke dalam tas karena bel sudah menggema memenuhi koridor sekolah.

"Eh Fi, lo dianter sama bokap lo nggak?" Retta menatap Fio dengan wajah penuh harap.

Fio menjawab, "kenapa, Rett?"

Cewek dihadapan Fio bersorak ria, "pas banget, yuk pulang sama gue," ajak Retta.

Fio menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, dia bingung harus menjawab apa. Ia sudah berjanji dengan Zafi akan pulang bersama dengannya. Namun, disisi yang lain, Fio merasa tidak enak menolak ajakan Retta. Mau bagaimana lagi kalau sudah begini, Fio harus jawab dengan jujur dan sesuai apa kata hatinya.

"Duh gimana ya Rett?" Fio bingung.

"Oh, lo mau pulang sama kak Zafi, ya? Nggak pa-pa deh, lain kali aja. Lo pulang sama pacar lo aja." Retta tersenyum manis.

Sebenarnya Retta ingin sekali pulang dengan sahabatnya itu. Riko sebelumnya sudah memberitahu Retta kalau dia tidak bisa pulang bersamanya karena ada urusan mendadak. Retta juga tidak bisa melarang itu, karena dia tahu, Riko juga tidak mengurusi dirinya saja.

"Nggak enak nih gue sama lo Rett, maaf banget, ya?" Fio kini merasa bersalah.

"Nggak usah minta maaf kali, ini bukan salah lo kok. Udah sana buruan ke parkiran, nanti kak Zafi marah lagi. Lo tau kan dia kayak gimana? Bisa ngamuk entar kalau lo nggak buru-buru kesana, hahaha!" Retta tertawa lepas, Fio hanya tersenyum mendengar tuturan Retta itu.

***

Dari kejauhan, Fio sudah melihat Zafi yang bertengger di motor besarnya. Pandangan matanya terfokus mengarah ke ponsel. Mungkin cowok itu jenuh karena menunggu Fio yang tidak kunjung datang. Perlahan parkiran sudah mulai sepi, menyisahkan beberapa mobil dan motor di area perkiran.

Langkah kaki Fio semakin dekat dengan keberadaan Zafi. Dia menelan ludahnya--takut. Sudah pasti Fio akan terkena semprotan mulut pedas Zafi lagi seperti tadi pagi saat mau berangkat sekolah.

Mata mereka bertemu saat jarak dua meter memisahkan Fio dan Zafi. Cewek itu terpaku ditempat, dia meremas roknya karena terlalu takut akan situasi seperti ini. Fio memberanikan dirinya untuk mendekat ke cowok itu.

"Buruan naik." Dengan cepat Fio langsung menuruti apa kata cowok itu. Ia ingin cepat-cepat menghilanglan keadaan seperti ini.

Perlahan, motor berwarna hitam itu keluar dari area parkir hendak menuju jalan raya. Seperti biasa, Zafi tidak terlalu cepat mengendarai motornya ketika sedang bersama Fio. Tetapi, kalau ia sedang sendiri, jangan dibilang lagi. Cowok itu bakal kebut-kebutan di jalan raya. Bahkan apabila ada yang menyalip, dengan sikat Zafi akan membalapnya.

"K--kamu marah?" tanya Fio frontal. Fio masih sedikit risih menyelinapkan kata aku--kamu dalam obrolal dengan Zafi.

"Wajah aku kelihatan begitu ya?"

"Nggak kok," jawab Fio cepat. Setelah itu, Fio mengeluarkan napas lega. Ia mengelus dadanya karena beruntung Zafi tidak marah kepadanya. Ini sangat bertolakbelakang sama yang dipikirkan Fio sebelumnya.

Fio membulatkan matanya sekejap, ia bingung karena jalan pulang yang Zafi ambil bukan arah ke rumahnya. Melainkan kearah lain yang Fio tidak tahu ini ada dimana.

"Eh, mau kemana? Rumah aku disana lho," pekik Fio dan berusaha menepuk pundak Zafi.

"Nemenin kamu ke toko buku, katanya mau kesana."

Zafio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang