"MAKSUDNYA?" Fio berpura-pura sedang berpikir.
"Kenapa lo nggak terima aja si Ivan, dia kurang apa sampai lo berani nolak temen gue?" Zafi melipat kedua tangannya.
Pikiran Fio semakin tersulut, kenapa tiba-tiba Zafi menanyakan hal seperti itu kepada dirinya? Zafi pasti sudah mendengar semua, Fio tidak bisa menghindar lagi. Cewek itu terus berpikir kata apa yang pas untuk membalas perkataan Zafi. Ini terlalu cepat dan mendadak, Fio tidak bisa memutar otaknya secara jernih.
"Lo udah lupa? Bukannya gue udah jadi pacar lo, ya?" Fio memicingkan satu alis tebalnya.
Bibir Zafi sedikit naik keatas, "tapi gue nganggep omongan lo itu hanya seperti omongan bayi yang terus meronta minta air susu kepada ibunya," jelas Zafi meremehkan Fio.
Ucapan Zafi kali ini sangat berhasil membuat Fio berdecak sebal. Sudah selama ini Fio berada didekatnya dan sama sekali belum ada tanda-tanda sifat Zafi akan berubah. Jika dipikir, memang tidak mudah mengubah kepribadian seseorang. Kalau bisa pun, itu memerlukan waktu yang cukup lama.
"Gue becanda." Zafi berucap sambil menatap lurus ke depan.
"Lo bener suka sama gue?"
Tidak, Fio tidak boleh terpancing akan pertanyaan konyol seperti itu. Fio tahu, Zafi orangnya suka becanda dan tidak bisa ditebak. Fio melipat kedua tangannya dan menatap tajam kearah Zafi, cowok itu ikut menatap balik dengan sudut bibir yang sedikit terangkat keatas.
"Tau ah, buruan pulang! Katanya lo mau anterin gue pulang. Jangan bilang lo nggak jadi?"
"Pertanyaan gue belum lo jawab." Zafi meninggikan suaranya.
"Pertanyaan yang mana?"
"Gue nggak suka sama orang yang nggak dengerin kalau orang lain bicara. Dan gue juga nggak suka kalau gue harus mengulang ucapan yang udah gue lontarkan," cibir cowok itu.
Kini jarak dua sepasang remaja itu hanya satu jengkal. Ya, sangat dekat nyaris bersentuhan karena Fio yang melangkah kakinya maju.
"Kayaknya dulu lo nyebut gue bukan manusia, lo nyebut gue najis mughalazah, najis yang paling berat. Gue rasa lo nggak lupa akan hal itu."
Setelah ucapan itu keluar dan meluncur begitu saja dari mulut nakal Fio, akhirnya dia melangkah kakinya mundur. Fio menatap Zafi dengan tatapan sinis.
"Gue juga nggak suka jika mengungkit hal di masa lalu," timpal Zafi lagi.
"Oh kalau gitu...."
Sett!!
Fio menghentikkan ucapan yang keluar dari mulutnya, ia menatap Zafi yang sudah berada dihadapannya karena cowok itu kini sudah melangkah maju. Jari telunjuk Zafi tertancap dibibir tipis Fio. Hal itu jelas mengisyaratkan agar Fio tidak lagi mengeluarkan sepucuk kata pun.
Air liur ditelan kembali, Fio merasa seperti telah dipaku ditempat, mau menepis tangan Zafi juga rasanya tidak bisa--ototnya lemas. Fio tidak tahu rasa apa yang kini menjalar ditubuhnya. Yang pasti jantung Fio terus melompat-lompat disana.
Detak jantung terada berbunyi lebih keras, canggung juga menjalar ditubuh Fio. Tatapan Zafi sungguh membuat Fio tidak bisa memalingkan tatapannya dari sana. Pasti apabila Fio sedang gugup dan canggung, keringat dingin mulai keluar begitu saja tanpa disuruh. Berbagai jenis perasaan tercampur aduk, Fio tidak bisa menjabarkan dengan kata-jata. Mata Fio masih terpaku menatap wajah Zafi.
Jari telunjuk itu turun setelah beberapa detik melekat di bibir Fio.
"Nggak usah ngomong lagi, lo cuma perlu jawab pertanyaan gue itu. Susah, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zafio (END)
Teen FictionFIOLETTA REYLISA "Sebagai gantinya, lo sekarang resmi jadi cowok gue!" ZAFI RAFJAKA "Perlu lo tau, lo adalah cewek paling aneh yang pernah gue temui!"