BAGIAN 26

6K 263 3
                                    

MOBIL hitam berhenti tepat didepan gerbang sekolah. Seorang cewek keluar dari kendaraan beroda empat itu. Ya, dia Fioletta. Tidak heran jika tatapan semua siswa SMA Harapan Pertiwi mengarah kepadanya lantaran Fio seperti biasa. Cantik dan dapat mencuci mata. Fio sendiri tidak merasa ilfeel maupun benci kepada mereka, cewek itu justru merasa senang karena setidaknya masih ada orang yang menyukai dirinya.

Alizter membuka kaca jendela dan Fio langsung mendekat sambil mencium punggung tangan Papanya.

"Hati-hati dijalan Pa!" pekiknya keras.
Alizter lantas mengangguk dan menancapkan gas. Tidak lama, mobil itu membelah jalan ibu kota yang sekarang tidak terlalu padat.

Seruan suara sepatu yang menginjak ditanah sangat terdengar ditelinga Fio. Dia melihat ke belakang dan lantas mendapati cewek lain yang sedang berlari kearahnya. Retta berhenti disamping Fio, cewek itu memegang kedua lututnya yang terasa sangat pegal.

Ya, bagaimanapun juga Retta sudah melaksanakan olahraga pagi. Napas Retta tersenggal-senggal, melihat botol minum disamping tas Fio, cewek itu langsung mengambil dan membuka tutup botol minuman tersebut. Retta meneguk air hingga tersisa setengah botol.

"Nih, makasih," gumam Retta sambil menyodorkan botol minuman milik Fio yang berwarna hijau bening.

Fio sempat cemberut karena air mineral yang ia bawa hampir ludes diminum sahabatnya itu. Tapi apa boleh buat, Retta sudah meminumnya. Lagipula, melihat Retta yang terlihat sangat kehausan dan kehabisan napas, Fio juga tidak tega melihatnya.

"Ayo, buruan ke kelas, nanti kita dihukum, bagaimana?" Retta memancarkan raut wajah gelisah.

"Dihukum? dihukum sama siapa? Ngaco lo ah! Lo kesambet apaan coba," raung Fio yang masih kebingungan sendiri.

"Banyak tanya lagi nih anak, ayo buruan!" Retta langsung menyambar tangan Fio dan menggandeng tangannya. Cewek itu menarik tangan Fio serta menyeret untuk segera masuk ke dalam kelas.

"Lo kayaknya sedang sakit deh. Coba sini gue cek," ulas Fio. Cewek itu mengecek suhu dahi Retta dengan punggung tangannya. "Nggak panas, lo sehat, kan?"

"Apaan si lo, gue baik-baik aja lah. Ah, nih bocah malah ngajak ngobrol lagi! Lo siap dihukum?" raung Retta lagi.

"Dihukum apa si? Gue nggak ngerti apa yang lo omongin dari tadi."

Retta mengangkat lengan tangan kiri Fio yang memakai jam tangan berwarna putih dan didomisi dengan warna cream. "Lihat nih, sekarang udah jam--"

Fio menepis tangan Retta dari lengan tangannya, "jam tangan gue kenapa? kan emang cantik, lo baru nyadar?"

"ISH...RAANIIIII!!! APA YANG LO LAKUKAN KE GUE LAGI!"

***

Langkah kaki lebar Zafi membawanya pergi ke koridor kelas Fio. Secarik kertas yang dimasukkan kedalam amplop dan sebuah batang cokelat berada digenggaman tangannya. Dengan hiasan pita berwarna merah mudah turut menambah kesan apik pada cokelat itu.

Zafi tanpa ragu berjalan membelah siswa lain. Entah ada dorongan dari mana cowok itu ingin membelikan sebatang cokelat untuk Fio. Hatinya bergerak ingin melakukan itu. Lagipula, ini juga sebagai permintaan maafnya karena kejadian dulu. Zafi tidak bisa melaksanakan tantangan yang diberi Fio yaitu membujuk orang lain agar Followers instagram cewek itu naik dan ngepost foto Fio dengan caption seperti itu. Sulit bagi Zafi.

Begitu melihat Zafi yang melewati lorong kelas XI cukup membuat para siswi meradang seketika. Tatapan tajam tak teralihkan terus memperhatikan cowok itu. Zafi tidak menghiraukan tatapan mereka. Bahkan semua tidak ada satupun yang hanya sekadar menyapanya kecil. Alasannya cuma satu dan cukup logis, yaitu tidak mau terkena cipratan mulut pedasnya.

Ada yang berbisik kecil, ada yang melontarkan senyum kecil, dan ada juga yang sempat menganga melihat Zafi berjalan. Bahkan sempat ada juga yang melompat kegirangan lantaran kelasnya dilalui oleh kakak kelas yang paling kece dan ganteng seantero sekolah.

"Eh tunggu," panggil Zafi kepada seorang cewek yang membalikkan badannya ketika melihat Zafi.

Karin menatap Zafi dengan ekspresi kikuk. Karin menggigit bibirnya yang terus bergetar. Rasa takut itu terus menghantui dirinya. Ah, cewek itu tidak berani lagi menatap sorot mata menakutkan milik Zafi.

"I-iya ada apa kak?" Karin mencoba menatapnya kembali.

"Lo kayaknya dulu pernah ketemu sama gue deh. Mana dua teman lo yang lain?" ucap Zafi yang terdengar ketus. Karin tahu, yang dimaksud Zafi ialah Retta dan Friska. Mereka dulu memang pernah bertanya kepada Zafi apakah dia berpacaran dengan Fio, sahabatnya.

"I-iya," jawab Karin lagi. Tidak ada kata selain kata 'iya' yang dapat Karin ucapkan. Terlalu takut untuk melontakan ucapan yang sedikit panjang lagi.

"Oke, lo panggilin temen lo itu."

"Siapa kak, Retta atau Friska?" pekik Karin.

"Gue nggak butuh mereka berdua. Panggilin temen lo yang lain," lanjut cowok itu. Karin semakin bingung. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Temannya di kelas kan banyak.

"siapa, ya?" Karin tampak sedang berpikir, "Fio?" lanjutnya.

"Gue nggak nyaman dan nggak suka kalau dia disebut namanya. Gue lebih suka manggil dia cewek aneh," ulas Zafi seraya melipat kedua tangan. Bahunya bertumpu pada dinding disamping.

"Yaudah siapa yang kakak cari, Fio atau bukan?"

"Udah gue bilangin masih ngeyel juga ya lo, gue udah jelasin ke elo kalau gue nggak suka lo nyebut dia namanya," teriak Zafi. Cukup susah, Karin menyumpal kedua telinganya dengan jari. Ucapan pedas dari cowok itu sudah menggocangkan sekolah ini, tepatnya di depan kelas Karin.

"Kenapa malah marah-marah. Mau aku sumpal dengan boncabe, ya?"

"Lo sama aja sama temen lo itu. ANEH!" raungnya cepat sedikit penekanan diakhir kalimat yang diucapkan.

"Ngeselin! Aku mau masuk, nggak penting juga buat aku." Karin menatap Zafi sinis. Keberaniannya muncul tiba-tiba. Karin adalah cewek kedua yang sudah berani melawan Zafi setelah Fio. Pasti berita ini tidak lama lagi akan menyebar ke suluruh penjuru kelas.

"Lo berani sama gue?" Zafi sedikit nyolot. Iris matanya yang berwarna cokelat menatap Karin dengan sinis.

Karin memiringkan sudut bibir tipisnya, "Fio juga berani sama kakak, kenapa aku nggak berani," jawabnya santai. Zafi terdiam.

Mereka--Karin dan Fio. Kedua cewek yang sama-sama membuat emosi Zafi menculat keluar. Tipe Karin agak berbeda dengan Fio, dia hanya sedikit sopan kepada Zafi. Tidak seperti Fio yang berbicara layaknya mereka satu angkatan.

"Capek mulut gue, buruan panggilin kesini," gertak Zafi semakin keras.

"Aku pusing. Dari tadi muter-muter mulu ngomongnya. Fio, Friska atau Retta?"

"Fio," gumamnya pelan.

"Nah gitu sih dari tadi, bikin aku nggak mood aja," ulas Karin sembari berjalan masuk ke dalam kelasnya.

Zafi menyandarkan seluruh badannya didinding kelas sembari menunggu Fio keluar dari sarangnya. Cowok itu kembali menatap amplop dan cokelat yang dipegangnnya. Senyum kecil tercetak disetiap sudut bibirnya.

***

Zafio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang