SETELAH mengisi perutnya dengan nasi, Fio kembali memasuki kamar. Fio berjalan kearah lemari berwarna putih yang terletak dipinggir samping kasur. Fio mengambil sebuah selimut tebal berwarna cokelat susu yang dipadukan dengan gambar beruang madu.
Fio meletakkan kain tebal itu disamping bantal. Selimut itu hanya untuk berjaga-jaga barangkali udara nanti malam berhembus dengan kencang menusuk pori-pori. Setelah itu dia beranjak mengambil tas sekolah, buku tulis dan buku paket dikeluarkan dari dalamnya. Fio ingin menggantikan dengan jadwal besok.
Kegiatan seperti itu sudah sebagai rutinitas setiap malam. Fio melihat cokelat dan sebuah surat diantara buku-buku itu, cewek itu lantas beranjak ke atas kasur seraya menggenggam barang pemberian Zafi itu.
Surat tanpa perekat itu Fio buka, menampilkan secarik kertas. Mata Fio terperanjak, dia mengamati dan mengambil uang yang diselipkan dikertas itu. Untuk apa Zafi memberinya uang. Ini sangat tidak masuk akal.
Fio memasukkkan sejumlah uang itu kembali kedalam amplop, pandangannya beralih menatap surat yang berwarna oranye. Ya, kertas origami. Fio membacanya.
☆☆☆
Pasti lo kaget ketika membuka amplop ini karena berisikan sebuah uang dan secarik kertas, kan? Gue tahu itu, lo ngaku nggak?
Lo terima uang itu, jangan kembalikan ke gue lagi. Gue paling nggak suka sama orang yang tidak menghargai pemberian orang. Ini sebuah perintah!
Lo inget waktu gue nyuruh lo untuk membayar camilan di minimarket pada waktu itu? Gue anggap lo masih inget, lo bukan nenek-nenek yang suka lupa, bukan?
Itu uang untuk mengganti camilan yang gue suruh lo buat bayar, gue nggak tahu nominalnya berapa. Tapi gue rasa uang yang gue kasih ini cukup untuk ganti rugi.
Gue ingatkan lagi, lo jangan tolak. Oh satu lagi, gue kasih cokelat ke lo itu cuma iseng aja. Entah kenapa waktu itu gue ingin membelikan lo cokelat. Nggak usah ke ge-eran.
Kalau lo nggak mau terima, lo anggep aja itu sebagai upah karena waktu itu gue nyuruh lo untuk bawa botol dan camilan itu.
Zafi
☆☆☆
Fio menganggukkan kepalanya pelan, sorot matanya kembali menatap sejumlah uang itu. Fio tidak berpikiran dan berharap bahwa Zafi harus mengganti uangnya. Pikiran Fio sama sekali tidak menjurus pada hal seperti itu.
Mau tidak mau Fio harus menerima uang itu, lagipula Zafi sudah meminta dirinya untuk tidak mengembalikan. Apalagi sifat Zafi yang keras kepala.
Sebatang cokelat itu Fio pegang, lalu membuka ujung pembungkus yang menutupi badan makanan padat itu. Rasa cokelat yang begitu manis berhasil membuat lidah Fio bermanja ingin mencobanya lagi dan lagi. Dengan dipadukan kacang almond juga turut menambah cokelat itu semakin crunchy.
***
Fio tidak tahu, entah dia terlalu pagi berangkat sekolah atau malah kesiangan. Yang pasti, lorong kelasnya sangat sepi. Fio lupa memakai jam tangan. Tetesan air hujan dari langit membuat sekolah ini basah kuyup.
Fio memberhentikan langkah kakinya karena dia mendengar suara cekcok mulut. Ah, mungkin Fio salah mendengar dan ini merupakan halusinasi semata. Namun, suara itu semakin menggelegar memenuhi gendang telinganya. Yang pasti, suara itu merupakan dari seorang cewek. Apa itu makhluk halus? Entahlah, Fio tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zafio (END)
Teen FictionFIOLETTA REYLISA "Sebagai gantinya, lo sekarang resmi jadi cowok gue!" ZAFI RAFJAKA "Perlu lo tau, lo adalah cewek paling aneh yang pernah gue temui!"