BAGIAN 03

14.2K 637 13
                                    

MERASA jarak yang semakin renggang, Fio sedikit berlari menyusul Zafi. Tanpa menunggu waktu yang panjang, Fio tersenyum lebar mendapati jarak antara dirinya dengan Zafi kian dekat. Cowok itu mendengar gertakan sepatu Fio ditanah, lalu ia memberhentikan tubuhnya yang membuat Fio menubruk dari arah belakang.

"Auu..." Fio menyerngit merasa sedikit sakit. Ia langsung mengusap keningnya dengan gerakan cepat.

Zafi hanya memicingkan senyum, "lo ngapain nabrak gue? Dasar cewek aneh!" dercak Zafi, kini ia membalikkan badannya menghadap Fio yang masih menyerngit menahan sakit.

"Karena lo berhenti mendadak!" raung Fio cepat. Matanya yang tajam menatap Zafi.

Zafi melipat kedua tangannya di depan dada bidangnya "terus?"

"Ya udah, tolong bangunin gue dong, masa nggak kasihan melihat gue kek gini?" tukas Fio kesal.

"Ogah banget, anggota tubuh lo masih lengkap. Lo bisa berdiri sendiri, berusaha dulu sebelum meminta bantuan orang lain," ucap Zafi, benar-benar tidak mau peduli dengan keadaan Fio.

Fio menggelengkan kepala, "tapi gue nggak kuat, buruan tolongin."

"Idih mau modus kan lo? Ngaku aja deh. Ogah banget gue megang- megang lo. Najis tau nggak?"

"Emang gue apaan? Sembarangan aja lo bilang gue najis," balas Fio semakin kesal, cewek itu masih terkapar ditanah.

"Lo itu najis Mughalazah, najis yang paling berat," sergah Zafi cepat kemudian tertawa renyah.

"Dasar nggak punya perasaan. Lo manusia atau bukan si?"

"Gue iblis, makanya lo jangan deket-deket gue lagi. Lo mau gue makan?"

"Oke, karena lo bukan manusia, buruan tolong gue. Iblis kalau kena najis kan nggak pa-pa, nggak berpengaruh juga, buruan gih," Fio membela diri.

Mata Zafi melotot, sungguh ia tidak habis pikir. Fio sangat aneh dan sangat keras kepala. Zafi meninggalkan Fio ditempat, ia tidak peduli dengan Fio yang terus berteriak memanggil namanya. Cewek itu selalu ada cara yang membuat Zafi tidak bisa berkutik.

***

"Fi, lo kenapa?" Friska menatap sekujur badan Fio dari atas sampai bawah.

"Ish, lo kok jadi gembel begini? Ya ampun Fio, lo kenapa si?" ucap Karin sama kagetnya seperti Friska ketika melihat Fio datang ke kekelasnya dengan seragam yang lusuh.

Fio masih bungkam, menatap wajah sahabatnya satu persatu.

"Lo kalau mau cari muka nggak usah guling-guling ditanah juga kali Fi," Retta menimpali.

Sorot mata Fio melotot ke arah Retta, yang ditatap sedikit takut melihatnya. Embusan napas keluar dari mulut Fio.

"Gaje lo bertiga. Gue abis nabrak Zafi tadi," pekik Fio lantas langsung menuju bangkunya.

Retta, Friska, dan Karin langsung mengikuti dari arah belakang. Tidak heran jika mereka merasa penasaran karena Zafi adalah siswa paling populer seantero sekolah ini. Lebih bodohnya lagi, Fio malah baru tahu sosok Zafi kemarin malam. Betapa bodohnya dia ketika mendengar itu sekarang. Namun ada sisi baiknya juga yang ia dapatkan, Fio bisa menjadi lebih dekat dengan cowok itu.

"Widih gilaaaa, terus bagaimana reaksi dia?" dengan penuh harap, Retta ingin mendengar jawaban dari mulut Fio lagi.

Sebegitu populerkah Zafi sampai semua siswa nyaris suka dengannya?

"Dia nembak gue," jelas Fio asal. Ia ingin melihat reaksi temannya itu seperti apa.

"Busettt, gue butuh boncabe level sepuluh, cepat!!!" teriak Karin heboh.

"Lo kenapa rin? Lambung lo nanti pecah bagaimana? Kita yang repot," ketus Friska cepat.

"Bodo amat, gue mau menyemburkan api sekarang," lugasnya.

Ah, melihat begitu, Fio malah ingin semakin mendapatkan Zafi. Kemana dirinya selama ini pergi? Sampai tidak tahu tentang sosok kakak kelasnya itu yang bisa bikin mata sakit saat melihatnya.

"Gimana ceritanya kak Zafi bisa nembak lo?" tanya Retta penasaran.

"Nah kalau itu gue rahasiain dari lo bertiga," Fio tersenyum sinis tanda mendapatkan kemenangan.

Ada rasa iri yang terpupuk didiri Friska dan Karin, namun mereka berdua juga merasa senang jika satu diantara mereka ada yang berbahagia. Ya, seperti Fio sekarang. Retta tampak biasa saja, lantaran cewek itu sudah mempunya pacar sendiri.

"Gue masih belum yakin nih, masa iya kak Zafi suka sama cewek model kayak lo ini," sinis Karin.

Malah dia nyebut gue cewek aneh kali, bahkan gue dikatain benda najis.

"TERSERAH."

***

"Tuh kan, Fio itu udah bohong sama kita. Udah sering begini, ngapain juga sih kita percaya sama omongannya?" desis Karin sebal.

"Iya nih, buset kita dibikin malu sama kak Zafi," ketus Retta pula. Sangat setuju dengan perkataan Karin.

"Ayo buruan kita temui tuh anak, gue pengin banget menyumpal mulutnya pakai kaos kaki busuk punya gue," timpal Friska.

"Kasih boncabe biar kapok tuh mulut." Karin menggebu-gebu.

Nyali mereka menjadi menyiut ketika ingin bertemu Zafi karena merasa dibikin malu olehnya. Semua ini karena Fio, si biang keroknya. Buru-buru ketiga cewek itu lekas ingin memarahi Fio.

Brak!

Suara gebrakan meja terdengar keras dihadapan Fio yang masih duduk dibangkunya, kedua kakinya disilangkan diatas meja, tidak peduli dengan siapa yang memperingati Fio akan hal itu. Fio malah tidak mendengar peringatan mereka, bahkan dianggapnya air yang sudah melebur menjadi uap.

Fio menatap manik wajah ketiga temannya yang tampak menunjukkan mimik wajah marah. Cewek itu tidak memedulikan mereka, malah omongan ketiga sahabatnya itu hanya dianggap main-main semata.

"Fiiioooo!!! Ih dasar nyebelin banget sih lo," raung Karin. Suaranya terdengar sangat keras sekali hingga siapa saja yang mendengarnya pasti bakal refleks menutup telinga.

"Lo biki malu kita tahu nggak?" Retta melipat kedua tangannya. Ia mendengkus panjang sambil memutar bola matanya dengan malas.

Fio menurunkan kakinya dari atas meja dan mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegap, lalu ia menatap Karin, Retta, dan Friska.

"Apaan sih lo bertiga? Gimana gue ngerti masalahnya kalau lo, lo dan elo marah-marah nggak jelas seperti ini," ucap Fio sedikit tegas dan mengacungkan jarinya satu persatu ke arah mereka satu persatu.

"Tega lo bohong sama kita, kata kak Zafi lo nggak pacaran sama dia. Dasar!! Lo bikin kita malu," pekik Retta mewakili Karin dan Friska.

Fio hanya tertawa kecil, "ngapain juga lo ngomong sama dia. Lo semua kan udah tahu kalau tuh cowok mulutnya kayak cabe, gue juga kesel ama Zafi," ucapnya.

Karin menyoyor kepala Fio, "lo adik kelasnya, lo harus manggil nama dia harus pake embel-embel 'kak' dong," tuturnya keras.

"Idih, ogah banget. Lagian Zafi juga udah gue jadiin sebagai cowok gue," Fio menyombongkan diri.

"Gue nggak peduli lo mau ngomong apa, yang paling penting kita malu banget sekarang sama kak Zafi," gumam Retta sangat kesal.

"Emang lo bertiga ngomong apa sih sama pacar gue?" tanya Fio yang dari tadi keheranan.

Zafio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang