BODO amat jika nantinya Fio kena hukum atau dimarahi oleh Pak Lutfi. Guru itu terkenal dengan wajahnya yang jarang tersenyum, jika kelas dimulai rasa-rasanya hembusan angin kecil berhasil membuat seluruh isi kelas mengantuk walaupun hal itu terjadi pada jam pelajaran pertama.
Pak Lutfi, guru Kimia. Jika sedang mengajar, beliau sangat fokus, tidak terdapat lelucon sedikitpun untuk menghibur muridnya. Ah, jangankan lelucon, sebercak senyum kecil pun semua tidak pernah melihatnya.
Fio akan mencari alasan jika ia terlambat masuk. Cewek itu membawa kakak kelasnya itu ke taman sekolah. Fio tidak tahu namanya siapa, namun Fio terkagum dengan dia.
Wajahnya sangat cantik, putih dan mulus. Lesung pipi yang berada dikedua pipinya turut menambah nilai plus. Jika dibandingkan dengan dirinya, Fio tidak terlalu percaya diri. Perlu diakui, Fio juga tidak kalah cantik dengannya.
Bangku yang terbuat dari kayu diduduki mereka berdua. Fio menghadap kearah kakak kelasnya itu. Dia tersenyum kecil.
"Terima kasih," pekiknya lirih seraya menggenggam tangan Fio.
Fio tidak memerlukan kata itu, dia merasa tidak menolong sama sekali. Yang ada dirinya malah asik berantem dengan geng Leni. Fio tersenyum kearahnya.
"Nggak usah terima kasih kak, aku merasa nggak nolongin apa-apa." Fio berucap.
Dia tersenyum kecil. "Nama kamu siapa?"
Sepertinya cewek yang kini dihadapan Fio sangat murah senyum. Setiap diujung kalimat yang diucapkan selalu menyuguhkan senyum yang menghangatkan. Entah itu berlaku bagi orang yang baru pertama kali ia temui atau memang dia memiliki sifat seperti itu.
"Fioletta Reylisa kak," jawab Fio kilas.
"Mm... aku manggil kamu Letta ya?"
Fio mengangguk canggung. "Kenapa? Bukankah itu nama kamu?" ujarnya lagi.
"Aku merasa asing dipanggil nama seperti itu kak. Semua manggil aku dengan sebutan Fio. Tapi, kalau kakak mau manggil aku Letta juga nggak pa-pa. Kakak akan menjadi orang kedua yang manggil aku dengan nama baru itu."
Ya, sebelumnya Fio pernah dipanggil dengan sebutan Letta oleh Reza semasa dirinya ikut Zafi ke studio golf pada waktu itu. Mengingatnya kembali, Fio ingin pergi ke tempat itu. Sangat menyenangkan.
"Nam--," ucapan Fio terpotong.
"Kamu boleh manggil aku Ela," ujarnya memotong ucapan Fio.
Cewek itu menyerngitkan dahi, "kakak tadi beneran dibuli sama mereka? Tapi yang sekarang aku lihat, kakak kayaknya bukan cewek yang pendiem seperti tadi."
"Aku males ladenin mereka. Setiap hari kayak itu mulu. Aku percaya mungkin kalau aku diem, suatu saat nanti mereka juga capek sendiri." ujarnya.
Fio hanya mengangguk paham. Ucapan Ela itu belum sepenuhnya membuat diri Fio puas akan jawaban yang keluar dari bibir tipisnya.
"Emang masalah apa?"
Ela terkekeh, "dia kayaknya iri ketika aku deket-deket dengan cowok yang dia sukai."
"Emang siapa? Kak Ela pacarnya?"
"Dia temen aku sejak kecil. Leni mempunyai perasaan sama temen aku itu," jelas Ela lagi.
Dahi Fio berkerut. "Jadi dia cemburu kalau kak Ela deket sama temen kecil kak Ela itu?"
Ela mengangguk mantap. "Leni tahu kalau aku sama dia temenan dari kecil, kayaknya ketika aku becanda sama temen aku, Leni selalu menampakkan wajah sengit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zafio (END)
Teen FictionFIOLETTA REYLISA "Sebagai gantinya, lo sekarang resmi jadi cowok gue!" ZAFI RAFJAKA "Perlu lo tau, lo adalah cewek paling aneh yang pernah gue temui!"