#06

1.4K 160 4
                                    

Jeongyeon berjalan keluar dari ruang Dokter Park setelah pamit ingin ke kamar mandi. Tentu saja itu hanya alasan. Ia perlu memikirkan semuanya dengan baik. Karena sekarang pikirannnya sangat kacau. Ia tidak bisa berpikir dengan baik. Ia menuju ke pintu keluar dan duduk di kursi taman. Matanya manatap jalanan yang dilewati banyak mobil. Jeongyeon benar-benar kehabisan pikiran saat ini. Baru satu minggu yang lalu ia mencoba optimis tapi kenapa semangatnya sudah kembali putus. Bahkan sekarang udara sangat dingin dan menusuk-nusuk kulitnya tapi Jeongyeon benar-benar tak merasakannya karena sekarang hatinya lebih tersakiti.

"Jeongyeon-aa"

Suara seseorang menyadarkan Jeongyeon dari lamunannya. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan membungkuk setelah melihat orang itu. Itu Paman dan Bibi Park

"Anyonghaseyo Samchon... Imo" kata Jeongyeon dengan suara paruh lalu menyembunyikan air matanya. Ia mungkin bisa menangis menjerit didepan Appanya tapi tidak di depan orang lain. Ia harus kuat. Ia tidak suka seseorang mengasihininya.

"Jeongyeon-aa.... Apa yang kau lakukan diluar sini??? Apa tidak dingin??" Tanya Bibi Park terlihat sangat khawatir.

Jeongyeon hanya bisa tersenyum kecil tanpa bisa menjawab.

"Kajja kita masuk" ajak Paman Park

Kita semua pun kembali masuk. Paman dan Bibi Park langsung menuju ke ruang rawat Appa sedangkan Jeongyeon menunggu di luar di ruang tunggu pasien ICU. Tempat itu di khususkan untuk keluarga Pasien ICU yang sedang menunggu. Ruang ICU memang hanya dimasuki sedikit orang jadi dirinya dilarang masuk lagipula sekarang Jeongyeon tidak bisa melihat Appanya lagi jika tak ingin kembali menangis.

Jeongyeon seketika dikaget dengan Suara pintu ruang ICU yang terbuka dengan seorang suster yang mengeluarkan anak laki-laki kecil dengan paksa yang sedang menangis.

"Andewww... aku mau bersama Appa.." kata Anak kecil itu disela tangisnya.

"Maaf tapi Pasien sedang dalam keadaan tidak baik jadi Anda harus menunggu diluar" kata Suster itu langsung saja meninggalkan anak kecil itu dan langsung masuk.

Anak kecil itu pun kembali menangis keras. Ia berjongkok dan bersandar di lantai sambil memeluk kedua kakinya. Ia menangis disana memberi kekuatan pada dirinya sendiri. Jeongyeon yang melihat semua kejadian itu langsung saja berdiri dan menghampiri anak itu. Jeonyeon berdiri sebentar manatap anai itu dibawahnya.

"Hai...." sapa Jeongyeon ikut berjongkok.

Anak itu mengangkat kepalanya yang sejak tadi ia letakkan diantara kakinya.

"Nuguseyo???" Tanya Anak itu.

"Jeongyeon... Yoo Jeongyeon.... kau baik-baik saja???" Tanya Jeongyeon cepat.

Anak itu tak menjawab dan kembali menyembunyikan kepalanya diantara kakinya. Jeongyeon pun berpindah tempat kesebalah anak kecil itu dan duduk disampingnya.

"Menangislah" kata Jeongyeon.

Anak itu kembali mengangkat kepalanya dan melihat Jeongyeon sekilas.

"Aku juga begitu beberapa jam yang lalu... Appaku juga didalam" kata Jeongyeon lagi.

"Namanya Yoo Jeongjin... " kata Jeongyeon tanpa sadar kembali menitihkan air mata. Ia menunjuk papan nama yang terpasang di pintu Ruang ICU. Ya, Papan itu adalah papan nama-nama pasien yang sedang berada di ruang ICU. Papan itu juga menuliskan penyakit pasien yang diderita.

Anak itu menengok. Ia terlihat sedikit terkejut dengan tulisan penyakit pasien yang bernama Yoo Jeongjin. Ia cukup mengerti jika Kanker adalah salah satu penyakit yang mengerikan.

"Kim SeGun.." kata Anak kecil itu.

"Kim SeGun??? Panggil saja aku Jeong Noona" kata Jeongyeon ramah. Jeongyeon pun melihat sekilas kearah papan nama mencari pasien bermarga Park.

Kim Nam Hyun. Komplikasi Usus Buntu. Itulah yang tertulis di Papan.

"Ini" kata Jeongyeon memberikan sebuah lolipop.

"Aku bukan anak kecil lagi" kata SeGun cepat.

Jeongyeon tersenyum sambil membuka plastik lolipop itu dan langsung memasukkan ke mulut SeGun.

"Karena kau bukan anak kecil lagi makanya Noona memberikanmu lolipop... jika kau anak kecil, Noona akan memberikanmu banyak sekali permen" kata Jeongyeon santai.

SeGun hanya diam tak menjawab.

"Kau tahu.... semua orang pasti meninggal" kata Jeongyeon menatap kearah papan nama di pintu Ruang ICU. SeGun pun ikut melihatnya.

"Kita tidak ada yang tahu..... tapi yang kutahu semua orang pasti punya harapan" kata Jeongyeon cepat. SeGun pun melihat kearah Jeongyeon.

"Kau tahu hari ini aku belajar sesuatu..... jika sekecil apapun kemungkinannya, kita hanya perlu terus berjuang.... terus kuat.... terus semangat..."

"Dengan begitu mereka juga akan berjuang untuk kita" Lanjut Jeongyeon menitihkan air mata.

"Noona pergi dulu" kata Jeongyeon bangkit berdiri.

Jeongyeon sekarang tidak peduli sekecil apapun kemungkinannya. Karena ia sekarang percaya satu hal jika ia berjuang untuk Appanya, Appa pun akan berjuang untuknya. Sekarang Jeongyeon ingin bertemu dengan Dokter Jinyoung. Ia akan menuangkan semua pembelajarannya selama ini di Jerman. Ia tidak akan menyia-nyiakannya lagi.

Tanpa Jeongyeon sadari sedari tadi ada seorang Laki-laki yang sudah masuk ke ruang tunggu dan duduk di kursi tempat Jeongyeon tadi duduk sambil menatap kearah Jeongyeon dan SeGun yang sedang berbicara tadi. Ia mendengar perkataan perempuan itu tentang harapan. Hal itu cukup menyentuh hatinya. Ia tidak tahu pasien mana yang ditunggu perempuan itu ataupun anak kecil itu tapi ia tahu jika mereka sedang berjuang untuk orang yang mereka sayangi. Perempuan itu sudah pergi. Anak itu pun akhirnya masuk ke ruang ICU. Beberapa detik kemudian pintu Ruang ICU kembali terbuka dan menampakkan dua orang yang dia kenal.

"Omma.... Appa...." panggil Laki-laki itu pada kedua orang yang baru keluar dari Ruang ICU.

"Ohh?? Jiminn... kau sudah datang" kata laki-laki yang dipanggil Appa tadi.

"Appa... Samchon Yoo baik-baik saja??" Tanya Jimin pada kedua orang tuanya.

"Dia masih belum sadar" kata JaeMyung menghembuskan napas sedih.

"Jeongyeon???" Kata Minji dengan suara kecil.

"Kau bertemu dengan Anaknya Samchon Yoo??? Dia tadi menunggu disini" kata Minji lagi.

"Siapa???" Kata Jimin mengerutkam keningnya bingung.

"Anaknya Jeongjin" kata Minji cepat.

"Dia disini???" Tanya Jimin bingung.

"IYAA!!!! KAU MELIHATNYA TIDAK???" Kata Minji berteriak kepada anaknya.

"Ommaaa!!!! Kenapa memarahiku??" Kata Jimin kaget dengan teriakan Ommanya.

"Yeoboo tenanglahh kita dirumah sakit" kata Sang Suami menenagkan istrinya.

"Aigooo... kasihan sekali... dia menghadapi ini sendirian.... dia pasti sangat sedih" Kata Minji lagi membuat Jimin terdiam sejenak. Entah kenapa bayangan wanita tadi kembali terlintas dalam benak Jimin. Tapi Jimin benar-benar tak bisa mengingat wajahnya. Jimin memang tak benar-benar melihat wajahnya.

"Yeoboo... mari kita pulang" kata Sang Suami pada istrinya cepat.

Jimin kembali terdiam. Kedua orang tuanya sudah tidak ada disana lagi. Jimin kembali menatap kearah ruang ICU. Jimin pun menghembuskan napas sebentar lalu berjalan masuk. Ia juga ingin melihat Samchon Yoo. Jimin sering melihatnya saat masih kecil. Beliau dulu bekerja untuk Appanya. Mereka sangat dekat. Ia juga tahu Samchon Yoo mempunyai anak perempuan tapi Jimin tak mengenalnya dengan baik. Dirinya pernah bertemu tapi saat itu mereka masih kecil. Sekarang Jimin sudah tak mengingatnya lagi bahkan ia sudah lupa namanya. Apalagi ia dan Samchon Yoo seketika menghilang beberapa tahun setelah kepergian tak terduga. Jimin benar-benar melupakannya tapi bukan tanpa sebab ia melakukannya. Jimin sekarang juga terlalu banyak pikiran. Kepalanya sudah dipenuhi dengan pekerjaan. Ya, dirinya adalah CEO Park Company. Jimin mengantikan Appanya empat tahun lalu.

CHOISE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang