Jimin pun terbangun dari tidurnya. Ia merasakan badannya yang masih terbungkus sempurna dengan baju hangat lalu lehernya yang masih terlilit syal. Ia pun mengingat kejadian semalam. Ya, Dirinya tumbang dan Jeongyeon merawatnya. Lalu kemana wanita itu?
Jimin memutar kepalanya melihat seluruh ruangannya. Terakhir kali yang ia ingat ruangannya sangat berantakan tapi sekarang ruangannya begitu rapi. Ia pun melepas kain kompres yang masih menempel di kepalanya lalu baju hangat. Keadaannya sudah jauh lebih baik sekarang. Kepalanya tak sakit lagi dan demamnya sudah turun. Pintu seketika terbuka.
"Kau kenapa..." belum sempat Jimin menyelesaikan kalimatnya ia langsung terdiam saat melihat orang yang masuk. Itu Seok Jin bukan Jeongyeon. Apa Sekarang Jimin mencarinya?
"Aku kenapa??" Tanya Seok Jin bingung.
"Tidak... Bukan Hyung" kata Jimin lemas. Entah kenapa ia sedikit kecewa bukan Jeongyeon yang masuk. Kemana wanita itu pagi-pagi begini?
"Ini ada bubur dan juga beberapa obat untukmu... seseorang mengirimnya tadi pagi" kata Seok Jin.
"Hyung.... aku sudah menyelesaikan data-data yang kita perlukan... Tolong kembali di check dan lapor jika masih ada kesalahan" kata Jimin cepat.
"Yakk!!! Kau berkerja sampai tidak pulang lagi..." kata Seok Jin akhirnya mengerti kenapa Jimin seberantakan ini.
"Park Jimin... beristirahatlah.... ini sudah hari keempat... kumohon pergi ke rumah sakit dan beristirahat" kata Seok Jin lagi.
Jimin hanya terdiam lalu kembali menyandarkan tubuhnya di Sofa.
"Jangan terlalu memaksakan diri... wajahmu masih sangat pucat" kata Seok Jin beranjak pergi.
Jimin mengangguk malas. Setelah Seok Jin keluar Jimin menatap kearah bungkusan masakan itu. Ini pasti dari Jeongyeon. Ia mengeluarkan makanan dan juga obat yang berada di bungkusan itu. Ia kembali melihat secarik kertas dibawahnya.
Aku harus pulang, Maaf tidak pamit. Kau tidur sangat nyenyak. Makan dan minum obat ini. Semoga cepat sembuh
Jeongyeon saat ini sedang berada di Rumah sakit. Ia pergi tanpa pamit karena Ayahnya ada jadwal Kemoterapi pada pagi hari. Ia hanya menyempatkan diri membuat bubur dan membeli obat. Ia meminta karyawan Kedainya yang mengantar ke Park Company.
Jimin, laki-laki itu terdiam sejenak membaca surat kecil dari Jeongyeon. Ia menutupnya lalu memakan bubur yang dibuatkan Jeongyeon. Rasanya enak bukan tapi sangat lezat. Ternyata Jeongyeon handal memasak. Setelah selesai, Jimin berjalan keluar dari ruangannya. Ya, hari ini ia akan ke Rumah sakit. Ia karena paksaan Seok Jin yang terus saja bergema ditelingga Jimin dan membuat Jimin lelah hingga berakhir mengikuti permintaannya.
Jimin pun diantar supirnya ke Rumah sakit. Setaleh bertemu dengan Dokter, Jimin hanya disuruh minum beberapa vitamin dan juga berisirahat yang banyak. Setelah menebus obat, Jimin berjalan keluar. Langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang tadi pagi secara tiba-tiba menghilang dan sekarang Jimin melihatnya sedang memberikan rantang makanan kepada seorang laki-laki yang waktu itu pernah Jimin lihat juga di Kedai Yoo. Jimin menghembuskan napas tak percaya. Apa Jeongyeon pergi pagi-pagi sekali karena ingin bertemu Dokter sialan ini? Tanpa basa-basi Jimin berjalan mendekat.
"Yoo Jeongyeon sedang apa disini???" Kata Jimin berdiri disamping Jeongyeon.
"Jimin... Kau sedang apa?? Keadaanmu bagaimana?? Sudah lebih baik???" Tanya Jeongyeon kaget dan langsung reflek menanyakan keadaan Jimin.
"Dia siapa???" Tanya Jimin tanpa menjawab pertanyaan Jeongyeon.
"Ohh.. Dokter Park... ini Jimin, Dia teman sekolahku dulu" kata Jeongyeon cepat. Jimin sempat melihat sinis kearah Jeongyeon. Ia tidak suka dibilang teman sekolah didepan Dokter sialan ini.
"Jimin.... Ini Dokter Park..." kata Jeongyeon terpotong saat Dokter Park seketika berbicara.
"Selamat Siang... Nama Saya Park Jinyoung... Wakil Direktur sekaligus Dokter di rumah sakit ini yang akan menggantikan Direktur utama berikutnya" kata Park Jinyoung mengulurkan tangannya. Entah kenapa ia memperkenalkan dirinya sebagai Wakil Direktur di Rumah Sakit. Padahal biasanya ia hanya bilang Dokter biasa.
"Nama Saya Park Jimin.... Direktur Utama Park Company, Pengusaha Terbesar di Korea" kata Jimin tak mau kalah sambil menjabat tangan Dokter sialan didepannya dengan kuat. Mereka saling menatap intens dan membuat Jeongyeon sedikit bingung.
"Baiklah... Jeongyeon... Terimakasih makanannya... aku akan memakannya langsung... aku pergi dulu" kata Dokter Park pamit tak lupa mengacak rambut Jeongyeon pelan. Jimin pun hanya terdiam melihat perlakuan Dokter sialan itu pada Jeongyeon. Emosinya hampir saja naik jika tidak mendengar Telepon dari sakunya. Itu Ibunya.
"Jimin... bagaimana keadaanmu?? Omma dengar dari Jeongyeon kau sakit"
Jimin terdiam lalu melihat kearah Jeongyeon sinis. Ia sudah bilang untuk tak memberitahu ibunya kenapa Perempuan didepannya ini sangat keras kepala. Jeongyeon yang menyadari panggilan dan perkataan Bibi Park langsung mengalihkan pandangannya takut. Jelas saja ia tak bisa berbohong pada Bibi Park tentang keadaan Jimin. Ia juga takut pada Bibi Park.
"Tenanglah Omma... Aku sudah baik-baik saja sekarang... Jeno, Apa dia sudah lebih baik???" Tanya Jimin cepat.
"Adikmu sudah lebik baik... mungkin tiga empat hari lagi kami akan kembali ke Korea bersama Jeno"
"Begitu... baguslah" kata Jimin lagi.
"Jimin... kau sudah minum obat kan?? Apa kau sudah ke Rumah Sakit?? Dokter mangatakan sesuatu? Semua baik-baik saja??"
"Tentu saja aku baik-baik saja Omma... lagipula aku sudah benar-benar sembuh... kemarin malam Jeongyeon merawa..." belum selesai Jimin menyelesaikan kalimatnya ia langsung menghentikannya takut Omma-nya salah paham akan maksudnya.
"Jeongyeon merawatmu??? Aigooo... Jeongyeon memang baik sekali..."
"Tidakk bukan begitu maksudnya..." kata Jimin menyelak.
"Sudah kalau begitu Omma sudah tenang... ada Jeongyeon bersamamu... bersenang-senanglah"
Sambungan terputus. Sudah terlambat Omma-nya sudah salah paham. Entah bagaimana ia akan mengakhiri hubungan tak jelas ini.
"Kauu... Kenapa pergi tanpa bilang-bilang???" Kata Jimin melihat kearah Jeongyeon yang sejak tadi terdiam takut melihat kearah Jimin.
"Apa kau pergi pagi-pagi untuk membuatkan makanan buat Dokter sialan itu??" Tanya Jimin cepat
"Dokter Park Jinyoung..." kata Jeongyeon membetulkan perkataan Jimin.
"Terserah pokoknya aku tak suka kau memberikannya makanan untuknya..." kata Jimin lagi.
"Memangnya kenapa?? Dokter Park orang yang sangat baik" kata Jeongyeon membela Dokter Park.
"Pokoknya aku tidak suka.... kau tak boleh lagi membuatkan makanan untuknya lagi... nanti dia keracunan makananmu... makananmu sangat tidak enak.... aku kasian dengannya" kata Jimin salah tingkah.
"Aku pulang... Dan...."
"Terima kasih" kata Jimin beranjak menjauh. Wajahnya merah padam saat ini. Ia tidak mengerti kenapa kata-kata itu keluar dari mulutnya. Hampir saja ia melakukan hal yang paling menjijikan dalam hidupnya. Untungnya ia cekatan dalam mengambil tindakan.
Jeongyeon terdiam. Apa-apaan Jimin mengatakan makanan buatannya tak enak. Jeongyeon menghembuskan napasnya kesal lalu berjalan pergi menuju keruangan Kemoterapi menjemput Ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOISE ✅
FanfictionJeongyeon terpaksa menerima perjodohan yang diatur Ayahnya dengan Anak teman Ayahnya yang ternyata merupakan temannya juga saat masih bangku Sekolah. Tujuan utamanya hanya membahagiakan Ayahnya. Maka dari itu ia menerimanya dengan lapang dada. Ia h...