Jeongyeon terdiam. Ia takut saat ini. Jimin pasti marah padanya.
"Yakkk!!! PARK JIMIN!! Bagaimana bisa kau berbicara seperti itu pada Jeongyeon???" Teriak Minji pada anaknya yang sangat kelewatan meperlakukan Jeongyeon.
"Jangan dengarkan perkataan Jimin... Jeongyeon-aa... mulutnya itu memang sangat kasar" kata Minji pada Jeongyeon tak enak.
"Bibi..." panggil Jeongyeon pelan.
"Bolehkah aku meminta sesuatu pada Bibi saat ini" kata Jeongyeon takut-takut.
"Tentu saja Jeongyeon... apa maumu??" Kata Minji cepat.
"Bibi tetaplah disini... aku akan menemui Jimin sebentar" kata Jeongyeon cepat.
"Tapi..."
"Aku mohon Bibi.... hanya sebentar saja" kata Jeongyeon memohon.
Jeongyeon berjalan menuju halaman belakang tempat Jimin berada setelah melihat Minji yang duduk di kursi meja makan. Saat sampai, Jeongyeon menemukan Jimin yang sedang berdiri membelakanginya.
"Jimin-sii..." panggil Jeongyeon takut.
"Yakkk!!!! Yoo Jeongyeon... aku tak tahu kau senekad ini...." kata Jimin cepat.
"Kau pikir apa yang kau lakukan sekarang???" Kata Jimin kesal.
"Apa ini rencanamu?? Tak mengembalikan teleponku dan malah datang ke rumah... memperlihatkan pada Omma jika kita seperti berhubungan lebih..." kata Jimin lagi tak membiarkan Jeongyeon berkata apapun.
"Kau pikir cara murahanmu ini mampu membuat perjodohan ini berlanjut... Yakk!!! Yoo Jeongyeon... apa kata-kataku kemarin kurang jelas apa perlu aku ulangi lagi???" Kata Jimin berteriak pada Jeongyeon yang menundukkan kepalanya takut.
"Kau tahu karena kau tak membawa teleponku tadi.... aku jadi tak bisa menghubungi klienku... dan sekarang aku rugi berat karenamu" kata Jimin berjalan mendekati Jeongyeon yang bergetar ketakutan melihat Jimin yang emosi.
"Jimin-sii... akuu... tidak... bermaksud..." kata Jeongyeon gagap karena ketakutan.
"Bermaksud apa???" Kata Jimin terlalu terbawa emosi.
"Baik jika kau memang sangat ingin melanjutkan perjodohan gila ini.... mari kita lakukan" kata Jimin menjadi sebentar kalimatnya.
"kita lihat siapa yang akan paling tersakiti hingga akhirnya mundur duluan... jadi jangan harap ada kebahagian dalam hidupmu setelah ini" kata Jimin kasar berjalan meninggalkan Jeongyeon dan secara sengaja menbrak tubuh Jeongyeon keras hingga kehilangan keseimbangan.
Jeongyeon meringis kesakitan saat merasakan tubuhnya terjatuh ke tanah. Tangannya sampai tergores dan mengeluarkan sedikit darah segar karena menahan Tubuhnya. Jeongyeon menitihkan air matanya. Ia kembali tak bisa berbuat apa-apa disaat seseorang menindasnya. Ia tak punya keberanian akan itu. Nyalinya terlalu kecil. Ia bahkan sangat ketakutan melihat emosi Jimin. Jeongyeon pun segera bangkit dan menyeka air matanya. Bibi Park tidak boleh tahu masalah ini.
"Jeongyeon kau tidak apa-apa??" Tanya Minji khawatir.
"Apa Jimin melakukan hal buruk padamu??? Apa Jimin menyakitimu?? Dasar anak itu...." kata Minji bersiap memanggil Jimin.
"Tidakk Bi... Jimin tak menyakitiku" kata Jeongyeon bohong.
"Ia memang sedang kesal tapi ini memang salahku... aku harusnya mengembalikan teleponnya tadi tapi tidak kulakukan... ia memang marah tapi dia tidak menyakitiku" kata Jeongyeon cepat. Padahal Jimin sudah menyakitinya sampai dititik yang sangat menyakitkan.
"Bibi... maaf sepertinya aku tidak bisa makan malam bersama Bibi hari ini... Appa mencariku" kata Jeongyeon pamit pergi.
"Selamat malam Bibi.." kata Jeongyeon berjalan keluar dari kediaman keluarga Park sambil menahan tangis. Ia tidak boleh menangis didepan mereka. Ia sudah membulatkan hatinya untuk tidak menangis di depan orang-orang seperti Jimin. Ia tidak boleh menunjukkan disisi lemahnya. Ia harus kuat.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOISE ✅
FanfictionJeongyeon terpaksa menerima perjodohan yang diatur Ayahnya dengan Anak teman Ayahnya yang ternyata merupakan temannya juga saat masih bangku Sekolah. Tujuan utamanya hanya membahagiakan Ayahnya. Maka dari itu ia menerimanya dengan lapang dada. Ia h...