Saat ini Jimin masih terbaring lemas di ranjang rumah sakit. Tapi dirinya sudah dipindahkan ke Ruang VVIP Rumah Sakit setelah menjalani kurang lebih dua jam operasi.
Jimin membuka matanya perlahan. Jimin akhirnya sadar setelah hampir lima jam susudah operasi selesai. Ia membuka matanya dan mendapati Ayah, Ibu dan Adiknya, Jeno ada disampingnya.
"Dimana ini???" Tanya Jimin serak.
"Hyung sudah sadar??" Tanya Jeno cepat.
"Ini dirumah sakit Jimin... Kemarin malam kau tak sadarkan diri dan denyut jantungmu hilang beberapa saat" kata JaeMyung pada anaknya.
"Aku???" Tanya Jimin tak mengerti. Tapi sekarang ia mengerti karena tiba-tiba ingatannya telah kembali. Ibunya pun terlihat menitihkan air mata sedih.
"Jimin!! Omma benar-benar takut... Jangan seperti ini lagi Park Jimin" kata Minji pada anak sulungnya sedih sekaligus kesal.
"Perhatikan makanmu lagi dengan benar Jimin..." kata JaeMyung pada Jimin.
"Kata Dokter ini karena alergi pada kacang membuatku kesulitan bernapas lagi... kau terlalu banyak memakannya tanpa sadar... Jimin ini benar-benar keterlaluan" Kata JaeMyung pada anak sulungnya.
"Yeoboo... ini salah kita juga karena tak memperhatikan Jimin..." kata Minji pada suaminya.
"Sekarang istirahatlah dahulu... Omma dan Appa akan menemui Dokter" kata Minji lagi mengajak suaminya keluar.
Jimin menghembuskan napas panjang. Ia kembali merebahkan dirinya di kasur besar itu. Ia masih dalam keadaan lemas saat ini. Hingga seketika Jimin kembali tersadar.
"Jeongyeon!!"
"Jeno... Dimana Jeongyeon??" Tanya Jimin pada adiknya yang tadinya berniat duduk.
"Hmm... Aku juga tak tahu" kata Jeno cepat.
"Saat kami datang tak ada siapapun disini... Omma juga sudah menghubunginya tapi tak ada jawaban" kata Jeno menjelaskan.
Jimin terdiam. Padahal Ia ingin sekali Jeongyeon berada didekatnya saat ini. Jeno pun pamit keluar mengangkat telpon dari temannya sebentar lalu beberapa menit kemudian seorang Suster masuk.
"Selamat siang Tuan Park" Sapa Suster itu ramah.
"Bagaimana keadaan Anda saat ini??? Apa rasa tak nyaman atau pusing??" Tanya Suster itu lagi.
Jimin menggeleng. Ia masih dalam mood malas berbicara karena pikirannya hanya tertuju pada satu topik yaitu Yoo Jeongyeon. Suster itu pun menyuntikan beberapa cairan kedalam tubuh Jimin dengan perlahan. Ia pun pamit pergi tapi langkahnya terhenti saat kembali teringat sesuatu.
"Maaf Tuan Park..." kata Suster itu kembali mendekati ranjang Jimin.
"Ini sepertinya milik teman Anda" kata Suster itu lagi mengeluarkan sebuah kalung dengan leontin.
"Teman?? Maksudnya???" Tanya Jimin tak mengerti.
"Iya Teman Anda.. Seorang Yeoja yang mengantar Anda kesini tengah malam kemarin dan menunggu selama Anda Operasi hingga akhirnya dipindahkan kesini..." kata Suster itu menjelaskan.
"Jeongyeon?? Dia ada disini?? Dimana dia sekarang??" Tanya Jimin cepat.
"Saya tidak tahu Tuan... Tadi pagi-pagi sekali Saya masih melihatnya mondar-mondir didepan Kamar Anda hingga beberapa menit setelahnya saya melihat kalung dilantai dan dia sudah tak ada... saya mengcheck kedalam sini... Dia juga tak ada lagi" kata Suster itu menjelaskan.
"Kalau begitu saya pamit" kata Suster itu lagi keluar setelah memberikan Kalung yang ditemukannya pada Jimin.
Jimin terdiam. Ia menatap lekat kalung yang berada di tangannya itu. Kalung ini terlihat begitu tua. Kalung ini tak terlihat moderen sama sekali. Jimin pun teringat sesuatu. Saat Jeongyeon menangis di Halte Bus waktu itu. Ia memegang kuat kalung di lehernya. Dengan perlahan Jimin membuka leontin itu. Jimin menghembuskan napasnya lemas. Jeongyeon pasti sangat ingin menemui Ibunya. Jimin sekarang dapat melihat foto seoramg wanita mirip Jeongyeon dengan senyum begitu indah. Ia seketika menjadi sedih saat menyadari jika Jeongyeon selalu merasakan rasa sakit seperti ini. Ia sangat kesepian.
.
.
.
.Jeongyeon terdiam saat mendengar perkataan Dokter tentang Jimin. Perasaanya sekarang tercampur aduk. Ia hampir membunuh Jimin. Jimin ternyata tak bisa memakan kacang dan Jeongyeon tadi menambahkannya sendiri ke makanan Jimin berharap menambah cita rasa makanan tapi ternyata hal itu malah membuat Jimin hampir tak bisa membuka matanya lagi.
"Sekarang kami akan memindahkan Tuan Park ke Kamar"
"Kita sekarang hanya bisa menunggu Tuan Park sadar.... untuk tahu bagaimana keadaannya dengan baik" lanjut Dokter lalu beranjak pergi.
Jeongyeon menitihkan air mata lalu mengikuti langkah para Suster yang mengantar ke ruang VVIP. Saat sampai disana, Jeongyeon terdiam didepan pintu tanpa berani masuk. Ia takut. Ia takut kembali membawa dampak buruk pada Jimin. Jeongyeon pun akhirnya hanya bisa menunggu dari luar dan melihat Jimin dari jauh. Hingga akhirnya waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Jeongyeon memutuskan pulang. Ia harus mengantar Ayahnya untuk Check Up jam delapan pagi. Ia akan kembali lagi kesini setelah menyelesaikan urusan Ayahnya.
Dan disinilah Jeongyeon. Duduk sendirian didepan Ruang kamar rawat Jimin. Ia belum berani masuk. Ia hanya diam disana memperhatikan pintu yang tertutup rapat itu. Sebenarnya Jeongyeon sudah sempat bertemu dengan Jeno tadi. Jeno menyuruhnya masuk tapi Jeongyeon terus menolak dan memohon pada Jeno untuk tidak memberitahukan keberadaannya pada Jimin atau Paman dan Bibi Park. Jeno pun tak punya banyak pilihan lagi. Ia juga mengerti jika Jeongyeon pasti memerlukan waktu untuk berpikir setelah semua yang terjadi saat ini. Paman dan Bibi Park sudah kembali ke rumah ada beberapa pekerjaan yang harus mereka selesaikan. Jeongyeon melihatnya tadi saat pamit pada Jeno dan menyuruh Jeno menjaga Jimin dengan baik. Didalam pun sekarang cuman ada Jeno dan juga Jimin. Waktu sudah menandakan pukul sembilan malam tapi Jeongyeon enggan untuk beranjak. Ia masih khawatir dengan keadaan Jimin tapi dirinya juga tak memiliki keberanian untuk masuk dan bertanya. Jeongyeon hanya bisa menunggu. Entah apa yang ia tunggu sekarang Jeongyeon juga tak tahu.
"Apa tidak bosan menunggu sendirian disini???"
Sebuah suara yang Jeongyeon amat kenal membuat Jeongyeon tersentak kaget dan langsung berdiri dari kursi.
"Jimin??"
"Kau baik-baik saja??? Bagaimana keadaanmu sekarang??" Tanya Jeongyeon cepat.
"Setelah semua yang kulalui kau masih bisa berkata seperti itu" kata Jimin kesal.
Jeongyeon menghembuskan kepalanya lemas.
"Maafkan aku... aku benar-benar tak tahu kau alergi terhada..."
"Kemana saja kau???" Selak Jimin cepat.
"Kemana saja kau disaat seharusnya kau berada disampingku??" Kata Jimin menatap Jeongyeon serius.
Dada Jeongyeon pun langsung berdetak begitu cepat saat mendengar perkataan Jimin.
"Kenapa suka sekali menghilang tanpa berkata apapun.." tambah Jimin lagi.
Jimin pun berjalan mendekat. Dan berakhir berdiri didepan Jeongyeon yang terlihat menundukkan kepalanya sedih. Ia menatap Jeongyeon sebentar lalu dalam seketika ia langsung membawa Jeongyeon kedalam pelukannya.
"Aku tidak apa-apa... semua sudah terjadi dan sekarang aku sudah lebih baik" kata Jimin mengerti arah pikiran Jeongyeon selama ini.
"Kau tak boleh menyalahkan dirimu sendiri terhadap kesalahan yang bukan untukmu" kata Jimin menguatkan pelukannya saat mendengar isak kecil tangisan Jeongyeon.
"Kau ingat perkataanku..." kata Jimin mengantungkan kalimatnya.
"Aku akan selalu bersamamu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOISE ✅
FanfictionJeongyeon terpaksa menerima perjodohan yang diatur Ayahnya dengan Anak teman Ayahnya yang ternyata merupakan temannya juga saat masih bangku Sekolah. Tujuan utamanya hanya membahagiakan Ayahnya. Maka dari itu ia menerimanya dengan lapang dada. Ia h...