Jeongyeon terdiam di sebuah Hotel bintang lima ditengah kota Seoul. Suasana disana sangat hening bahkan terbilang tak ada suara apapun. Ini adalah Undangan kedua kencannya bersama Jimin. Jeongyeon memang selalu datang lebih awal ia hanya tak suka membuat orang menunggunya. Sekarang masih jam 7.35 dan makan malamnya dimulai jam 8 tepat. Jeongyeon juga telah memakai gaun hitam sederhana selutut dengan tambahan heels pendek. Ia juga menambahkan dirinya make up tipis. Ya, Jeongyeon menyadari, mau seberapun usahanya untuk tampak cantik itu tidak akan bisa karena dirinya memang sangat jelek. Gaun hitam yang dipakainya juga bekasnya saat di Sekolah. Ia akui jika sekarang sudah mulai kebesaran tapi itu bukan berarti dirinya tak gemuk lagi. Ia masih tetap Jeongyoen yang sama. Jeongyeon yang jelek, pendiam, gemuk dan aneh.
Jeongyeon terdiam melihat ke sekeliling. Tidak banyak orang berada disini, Bisa dihitung jari. Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Jimin kembali terlambat. Jeongyeon memang tidak bisa berharap banyak tapi walaupun harapannya sedikit ia masih ingin tetap melalukannya. Ia menundukkan kepalanya lemas.
"Yoo Jeongyeon???"
Sebuah suara membuat Jeongyeon mengangkat kepalanya kaget. Ia seketika membeku melihat seorang laki-laki yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang. Dia Jimin, Park Jimin. Dia akhirnya datang.
"Duduklah... tidak usah berdiri" kata Jimin langsung duduk didepan Jeongyeon.
Suasana kembali menghening. Jeongyeon benar-benar tak bisa berbuat apa-apa. Ia takut. Ia bahkan tak berani menatap kearah Jimin. Jimin, laki-laki itu yang malas hanya dapat terdiam sambil menatap kearah Jeongyeon sinis.
"Jimin-sii...."
"Biar aku percepat saja...." kata Jimin menyelak Jeongyeon yang baru ingin berbicara.
"Karena kau teman sekolahku dulu... aku akan mengatakan sejujurnya padamu" kata Jimin cepat.
"Aku menolak dijodohkan denganmu...."
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOISE ✅
Fiksi PenggemarJeongyeon terpaksa menerima perjodohan yang diatur Ayahnya dengan Anak teman Ayahnya yang ternyata merupakan temannya juga saat masih bangku Sekolah. Tujuan utamanya hanya membahagiakan Ayahnya. Maka dari itu ia menerimanya dengan lapang dada. Ia h...