48

1.4K 216 35
                                    

Jadi gmn sejauh ini??? Updatenya aku cepetin krn lg ada waktu luang buat nyelesain part ini. Mungkin part ini kalian hrs sedia tisu jg. Hehehe selamat membaca semoga suka. Jgn lupa like. 
-Author-

......

Jeongyeon pun keluar setelah hampir 45 menit berada didalam Ruang ICU. Jimin pun langsung datang menghampirinya dan memeluknya erat.

"Paman akan segera di Operasi... Aku sudah berbicara dengan Jinyoung... Dan katanya semua sudah disiapkan" kata Jimin cepat.

Jeongyeon pun hanya diam. Ia sudah tidak berniat berbicara apapun ataupun menangis. Dirinya sudah sangat lelah.

Beberapa menit kemudian, Jeongjin kembali keluar dari Ruang ICU dan langsung menuju ke Ruang Operasi.

Operasi pun berlangsung. Sudah lewat dua jam tapi Operasi lampu jalannya operasi masih menyala. Jeongyeon pun saat ini hanya bisa diam. Jimin pun setia menemaninya disamping. JaeMyung dan Minji pamit pulang bersama Jeno tadi.

Jimin pun melihat kearah Jeongyeon yang terlihat begitu lelah. Pandangannya sudah kosong dan dirinya hanya diam saja. Tangan Jimin pun bergerak dan merangkul Jeongyeon dari samping. Ia mengelus kepala Jeongyeon pelan memberikan kekuatan. Jeongyeon kali ini benar-benar terlihat begitu hancur. Hal ini benar-benar membuat Jimin tersakiti juga. Hingga seketika lampu jalannya operasi pun padam dan beberapa menit kemudian Dokter Park dan beberapa Dokter lainnya keluar.

"Kami sudah memindahkan Paman ke Ruang Isolasi dengan pengawasan penuh saat ini..." kata Jinyoung cepat.

"Jeongyeon... kita sudah melakukan semampu kita" kata Jinyoung sambil melepaskan masker yang sejak tadi bertenger diwajahnya.

"Sisanya kita hanya bisa menyerahkannya pada Yang Mahakuasa" tambah Jinyoung menatap Jeongyeon sedih.

"Jika kau ingin melihat, aku akan mengantarmu dan hanya boleh satu orang yang masuk" kata Jinyoung lagi cepat.

Jeongyeon pun menangguk. Lalu mengikuti langkah Jinyoung. Jimin pun hanya bisa terdiam. Ia ingin ikut tapi ia jelas tahu jika dirinya pasti dilarang masuk. Lebih baik ia menunggu dan mencoba mencari cara untuk pengobatan yang lebih baik di luar negeri.
.
.
.
.

Jeongyeon pun membersihkan dirinya. Ruang isolasi memang sangat steril. Orang yang masuk kesana memang harus memakai banyak penggaman dan terlebih dahulu membersihkan dirinya sendiri.

"Sudah siap??" Tanya Jinyoung setelah semua persiapan selesai.

Jeongyeon mengangguk. Mereka pun masuk dan terlihat sebuah ranjang ditengah ruangan. Jeongjin terbaring disana dengan beberapa alat bantu yang menempel di tubuhnya. Air mata Jeongyeon kembali tak tertahan. Mereka lolos begitu saja tanpa bisa Jeongyeon cegah.

Jeongyeon pun berjalan mendekat. Ia memegang tangan Ayahnya yang dingin. Jeongyeon menatap wajah Ayahnya yang terpejam sempurna. Jinyoung pun hanya bisa terdiam dan melihat dari jauh. Ia ingin memberi waktu untuk Jeongyeon.

Jeongyeon pun kembali terisak. Terlalu menyakitkan melihatnya. Satu-satunya keluarga yang ia punya berada dalam ambang kematian. Sosok Ayah yang merupakan cinta pertama putrinya. Sekarang dalam keadaan yang Jeongyeon sendiri tak bisa katakan.

"Jeongyeon..." Panggil Jinyoung pelan.

"Tentang keadaan Paman..." kata Jinyoung mengantungkan kalimatnya.

"Kau harus tahu bahwa sebenarny..."

"Cukupp!" Kata Jeongyeon menyelak kalimat Jinyoung.

"Aku mengerti Oppa..." kata Jeongyeon disela tangisnya.

CHOISE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang