28

1.6K 225 14
                                    

"Aku lapar..." kata Jimin seketika.

"Kebetulan sekali... disebrang jalan ada Kedai ttobboki yang terkenal enak... makanlah disana... ia buka sampai malam" jawab Jeongyeon cepat menjauu dirinya dari Jimin.

Tapi pergerakannya Jeongyeon kembali terhenti ketika dalam satu hentakan Jimin kembali mengurungnya diantara kedua tangannya.

"Aku sangat lapar sekarang..."

"Buatkan saja Mie untukku" kata Jimin lagi.

Jeongyeon terdiam sejenak.

"Tapi Bibi dan Paman sudah kembal..."

"Aku mau makan masakanmu" kata Jimin menyelak. Ia pun langsung beranjak di sebuah meja dan duduk dikursi. Bertingkah layaknya pelanggan yang datang.

"Dua mangkuk Mie.." kata Jimin cepat.

Jeongyeon terdiam sejenak. Hingga seketika ia kembali sadar dan langsung berjalan ke dapur. Ia tidak mengerti dengan Jimin. Biasanya ia akan selalu komplain jika dibuatkan makanan olehnya. Katanya makanannya tak enak rasanya tapi sekarang? Ia memintanya langsung. Jimin memang tak pernah bisa ditebak.
.
.
.
.
.

Jimin terdiam sambil memandangi Jeongyeon dari sebuah jendela yang membatasi dapur dengan tempat pelanggan. Jeongyeon terlihat sangat sibuk memasak didapur. Entah kenapa Jimin sangat suka melihat Jeongyeon yang sedang fokus memasak. Sebenarnya bukan tanpa sebab ia melakukan ini. Dirinya memang lapar karena bekerja sebagai pelayan. Hal ini juga pertama kalinya bagi Jimin. Ia cukup bangga pada dirinya sendiri karena tadi dapat melakukan pekerjaan dengan baik tanpa ada kesalahan. Saat Jeongyeon menyuruhnya makan diluar sebenarnya Jimin bisa saja. Hanya saja Jimin ingin lagi makan masakan Jeongyeon. Entah kenapa Jimin saat ini hanya ingin makan masakan Jeongyeon. Apa sekarang ia mulai terbiasa dengan masakan Jeongyeon?

"Ini.." Jeongyeon datang sambil membawa dua mangkok mie dan juga teh hangat lalu meletakkannya di meja yang ditempati Jimin.

"Kau bisa makan... aku akan melanjutkan pekerjaanku.." kata Jeongyeon ingin beranjak pergi. Tapi dalam seketika dirinya sudah duduk disebuah kursi disamping Jimin.

"Kau juga makan..." kata Jimin seketika lalu melatakan satu mangkok didepan Jeongyeon.

"Aku tak suka makan sendirian.." kata Jimin lagi lalu dengan cepat menyesap Mie didepannya.

Jeongyeon pun terdiam sejenak. Lalu beberapa detik kemudian ia pun juga ikut makan. Ia pun lapar dan lelah. Ia menyesap perlahan-lahan makanan yang berada didepannya. beberapa menit kemudian Jeongyeon terkaget saat Jimin sudah menyelesaikan makannya.

"Pelan-pelan saja makannya..." Kata Jeongyeon shock.

"aku benar-benar lapar..." balas Jimin lalu meminum air menyegarkan tenggorokannya.

"Kau mau tambah lagi??" tanya Jeongyeon lagi.

"Apa masih ada??" Tanya Jimin antusias. Ia sangat suka makanan yang dibuatkan Jeongyeon. Jimin yakin itu. Masakan Jeongyeon sangat pas untuk nafsu makan Jimin. Bahkan Ibunya kalah karena terkadang masakan Ibunya sendiri ada yang membuat Jimin tak berempati. Beda dengan makanan yang dibuat Jeongyeon. Mie ini lalu bubur waktu dirinya sakit. Itu sangat lezat.

"Aku bisa memasaknya sebentar..." Kata Jeongyeon bangkit berdiri tapi kembali tangannya ditahan dan kembali dipaksa duduk.

"Tidak usah kalau begitu..."

"Aku tak suka menunggu..."kata Jimin asal karena sebenarnya ia tak mau Jeongyeon kembali memasakan makanan lagi untuknya. ia terlihat cukup lelah sekarang.

"Tidak masalah.... tidak akan lama..." kata Jeongyeon cepat

"Tidak aku tak mau...." kata Jimin lagi.

"Kalau begitu ini...." Kata Jeongyeon menuangkan sebagian Mie dari mangkuknya ke mangkuk yang dipakai Jimin.

"Kita bagi dua.." kata Jeongyeon tersenyum kecil.

Jimin tersenyum senang lalu kembali memakan makannya. Jeongyeon terdiam melihat Jimin sejenak. Entah kenapa Jeongyeon merasa senang Jimin makan dengan lahap seperti ini. Jimin memulainya dengan menyesap kuah di Mie. Hingga tanpa sadar, Jimin malah menumpahkannya ke bajunya.

"PANAS!!!" kata Jimin kaget sekaligus panik. Jeongyeon berada disebelahnya reflek mengambil Tisu dan langsung membantu Jimin membersihkan kotoran di kemejanya yang terkena kuah Mie.

"Gwenchana??"

"Apa masih panas??" Tanya Jeongyeon panik mulai mengelap Kemeja Jimin dengan Tisu yang sedikit yang basahi dengan air dingin.

Jimin terdiam dengan perlakuan Jeongyeon. Ia terus menatap kearah Jeongyeon yang fokus membersihkan kemejanya. Jarak mereka cukup dekat saat ini. Dan entah kenapa Jimin mulai merasa kepanasan tapi bukan pada bagian tubuhnya yang kena kuah Mie. Dadanya terasa berpacu lebih cepat dari biasanya.

"Gwenchana?" kata Jeongyeon lagi kali ini menatap kearah Jimin dan membuat mata mereka selama beberapa detik. Jimin dan Jeongyeon kali ini saling menatap sama lain. Perasaan aneh seketika merakan rasakan hingga tanpa sadar kedua dada mereka mulai berdetak tak karuan. Hingga beberapa detik kemudian, Jeongyeon seketika tersadar dan langsung menjauh.

"akan kuambilkan air dingin lagi" kata Jeongyeon seketika panik tak karuan.

Mereka seketika larut dengan pikiran mereka masing-masing. Hingga akhirnya Jeongyeon kembali membawakan air dingin lalu kembali makan. Setelah menyelesaikan semua makanan. Jeongyeon mulai merapikan mangkok selesai mereka makan.

"Jimin.. Kau bisa kembali duluan... Aku harus mencuci dan mengunci Kedai.... Sekali lagi Terima Kasih banyak" kata Jeongyeon langsung saja meninggalkan Jimin begitu saja. Ia mulai mencuci piring dan mencoba tak mempedulikan Jimin lagi. Dadanya sampai sekarang masih berdetak tak karuan. Berada didekat Jimin hanya akan membuat Jimin mendengarnya dan Jeongyeon pasti akan malu sekali karena itu.

"Tidak terjadi apa-apa Yoo Jeongyeon..."

Jeongyeon pun menyelesaikan pekerjaannya. Ia beranjak keluar dan tak menemukan Jimin lagi dimeja tempatnya terakhir. Apa Jimin benar-benar sudah pulang? Jeongyeon pun berjalan keluar dari Kedai. Ia mengunci pintu Kedai lalu berjalan pergi. Langkahnya terhenti sebentar lalu melihat kesekeliling. Jimin sudah pulang. Ia meyakinkan dirinya lagi. Entah kenapa ia berharap Jimin masih berada di sampingnya. Jeongyeon pun mulai berjalan menuju halte Bus. Jeongyeon pun kembali berjalan sambil bermain kecil dengan langkah-langkahnya. Jeongyeon pun sampai dan menunggu di Halte Bus. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Jeongyeon melihat seorang ibu yang sedang mengeratkan jaket anaknya supaya anaknya tak merasa kedinginnan. Jeongyeon pun ikut mengencangkan mantelnya dengan kedua tangannya sendiri. lalu tanpa sadar setetes air mata lolos begitu saja dari mata Jeongyeon. Ia merindukkan Ibunya. Jeongyeon ingin sekali bertemu ibunya sekali saja tapi harusnya Jeongyeon sadar diri jika karena dirinya-lah Ibunya tak bisa melanjutkan kehidupannya lagi dan Ayahnya harus menahan rasa sakit sendirian tanpa seorang istri yang begitu ia cintai. Itulah sebabnya kenapa Jeongyeon tak pernah mengungkit-ngungkit masalah Ibunya didepan Ayahnya. Entah kenapa Jeongyeon merasa sangat berdosa pada Ayahnya karena telah merebut seseorang yang amat ia cintai didunia ini. Maka dari itu, Jeongyeon tak pernah meminta apapun pada Ayahnya, tak pernah mengeluh tentang apapun pada Ayahnya, selalu menuruti semua permintaan Ayahnya dan akan melakukan apapun demi Ayahnya. Ia hanya ingin menebus dosanya.

"Nonaa... Anda tidak naik?" Kata Supir Bus yang sejak tadi ternyata sudah berhenti.

Jeongyeon pun tersadar dari lamunannya dan langsung naik ke Bus.

Tanpa Jeongyeon sadari sejak tadi, Ada sepasang mata yang terus saja menatapinya dari sebuah mobil. Ia mengikuti langkah Jeongyeon dari Kedai hingga akhirnya ia kembali melihat Jeongyeon meneteskan air matanya tanpa sebab. Dia Jimin. Laki-laki itu kembali melihat Jeongyeon menitihkan air matanya dan kali ini ia yakin jika itu bukan air mata kebahagian tapi memang air mata kesediahan. Jeongyeon sangat bersedih. Jimin yakin itu.


Maaf untuk para Readers, aku gak bisa Update cepet untuk bbrp minggu ini... Msh ada bnyk kerjaan yg hrs kuurus. Semoga suka trs suka ama ceritaku dan mohon pengertiannya-Author.

CHOISE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang