"Halo?? Maaf dengan siapa saya berbicara?? Pemilik telepon sedang tak ada disini"
"Yakkk!!!! Bodoh!!! Ini aku pemilik Telepon yang kau maksud... aku Park Jimin" kata Jimin kesal.
"Bagaimana kau bisa membawa teleponku??? Dasar ceroboh" kata Jimin lagi langsung tanpa mendengar perkataan Jeongyeon.
"Aku tidak...."
"Terserahh... pokoknya sekarang kau harus membawanya kembali.... aku sangat membutuhkannya..." kata Jimin cepat.
"Maaf tapi aku tidak bisa..."
"Apa maksudmu tidak bisa??? Kau hanya mengantarnya ke Kantorku sebentar.... Apa susahnya???" Kata Jimin cepat.
"Aku tidak mau tahu kau harus mengantarnya sekarang.... aku ada meeting sampai jumpa"
Sambungan terputus sepihak.
Jeongyeon terdiam tak bisa berkata apa-apa. Ia tidak mengerti sebenarnya situasi ini. Ia kira setelah makan malam memalukan itu, Jeongyeon tidak akan bertemu dengan Jimin lagi. Tapi sekarang, entah kenapa keadaan selalu memaksanya bertemu dengan Jimin. Jeongyeon pun menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau berpikir yang aneh-aneh. Tujuannya sekarang hanya satu dan Jimin bukan termasuk didalamnya. Jadi sekarang ia harus konsen dengan Tujuannya dulu.
"Appa... Kajja kita berangkat" kata Jeongyeon membantu Ayahnya berdiri berjalan menuju mobil.
Ya, Sore ini adalah jadwal Ayahnya Check Up dan Kemoterapi. Jeongyeon harus menemani Ayahnya saat ini. Ia tidak peduli jika nanti dirinya akan dimarahi Jimin lagi atau bahkan dihina karena prioritasnya adalah Ayahnya.
"Aku sudah menghubungi Dr. Park jadi Appa sudah mendapat nomor Kemoterapi" kata Jeongyeon lagi.
"Baguslah... Appa Juga malas berlama-lama di rumah sakit" balas Jeongjin cepat.
Jeongyeon pun langsung mengendarai mobilnya menuju ke Rumah sakit. Ya, Jeongyeon menyuruh Pak Kang pulang dan beristirahat biar dirinya yang membawa mobil. Waktu berputar begitu cepat hingga akhirnya sudah pukul tujuh malam dan Jeongyeon sudah menyelesaikannya semua kegiatannya hari ini dan mengantar Ayahnya tidur. Ia pun keluar dari kamar Ayahnya dan berjalan menuju ke kamarnya berniat mengistirahatkan tubuhnya yang juga lelah. Ya, Pekerjaan di Kedai lalu menemaninya Ayahnya berobat cukup menguras tenaga. Apalagi tadi ia sempat melakukan delivery karena Chul Min yang biasanya melakukan delivery sedang sakit. Ia harus berkeliling dengan motor sambil membawa banyak Makanan.
Seketika Jeongyeon merasakan sesuatu yang bergetar di sakunya. Ternyata itu Ponsel Jimin. Ia terus saja berbunyi sejak tadi. Jeongyeon segan mengangkat telepon Jimin tapi nama Panggilan "Witch" itu terus saja menelpon ke ponsel Jimin. Jeongyeon tidak tahu itu siapa. Tapi akhirnya Jeongyeong memutuskan mengangkatnya.
"Halo?? YAKKK!!!! PARK JIMINNN!!! KENAPA KAU TIDAK MENGANGKAT TELPON IBUMU SEJAK TADI???"
"Anyonghaseyo....." kata Jeongyeon terbata-bata takut salah berbicara.
"Halo??? Ini benar telepon anak saya??? Park Jimin kan?? Maaf Anda siapa??? Dimana anakku???"
Serbuan Pertanyaan langsung saja dilemparkan oleh Minji.
"Maaf Bibi.... ini aku Jeongyeon" kata Jeongyeon takut-takut.
"Jeongyeon??? Ini benar-benar Jeongyeon???"
"Iyaaa... kebetulan Telepon Jimin tertinggal jadi..."
"Tidak apa-apa... Bibi senang sekali jika memang kalian sudah sejauh ini..."
'Tidak bukan begitu.. ini hanya salah paham... aku akan mengembalikannya pada Jimin... kami benar-benar tidak apa-apa" kata Jeonyeon cepat. Ia tidak mau Bibi Park berpikir yang aneh-aneh tentang dirinya dan Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOISE ✅
FanfictionJeongyeon terpaksa menerima perjodohan yang diatur Ayahnya dengan Anak teman Ayahnya yang ternyata merupakan temannya juga saat masih bangku Sekolah. Tujuan utamanya hanya membahagiakan Ayahnya. Maka dari itu ia menerimanya dengan lapang dada. Ia h...