32

1.5K 182 5
                                    

Jeongyeon kembali meneteskan air matanya. Ia juga tak kuat harus terus begini. Sangat sakit rasanya tapi dirinya tak punya siapa-siapa untuk menceritakan masalahnya. Tidak Nayeon ataupun Ayahnya. Hal ini terus terjadi hingga tanpa sadar Jeongyeon terus memendamnya dan menyakiti dirinya sendiri. Ia lelah dan kepalanya sakit.

Hingga tanpa sadar Jeongyeon seketika merasakan sesuatu benda bertenger di badannya. Jeongyeon pun mengangkat kepalanya yang entah sejak kapan ia tundukan. Kali ini ia dapat melihat Jimin berbiri didepannya dan menatapnya sendu. Jas Jimin sudah bertengger di tubuh Jeongyeon memberikan kehangatan pada Jeongyeon.

"Kau akan demam jika terus berada di luar" kata Jimin pelan.

Jeongyeon yang awalnya terdiam kali ini kembali menitihkan air mata. Ia tidak bisa menahannya lagi. Jimin juga sudah tahu dan ia tidak peduli pendapat Jimin lagi akan dirinya. Saat ini Jeongyeon benar-benar tak bisa menahannya lagi. Ia kembali menangis sambil menundukkan kepalanya.

Jimin yang melihat mata indah Jeoengyeon kembali menitihkan air mata langsung membawa Jeongyeon kedalam dekapannya. Ia dapat melihat jika Jeongyeon terlihat begitu sakit. Jimin dapat merasakan getaran kesedihan dalam diri Jeongyeon. Rasa sakit yang terus terpendam seketika keluar dan menyakiti dirinya sendiri. Entah sejak kapan Jeongyeon menahan semuanya ini sendiri. Jimin bahkan jadi ikut sedih. Ia juga merasakan sakit saat melihat air mata itu keluar dari sarangnya.

"Tenanglah..."

"Aku bersamamu..." kata-kata itu keluar begitu saja tanpa Jimin sadari.

Jeongyeon terus saja menangis dalam pelukan Jimin. Jimin tak berniat sedikit pun untuk melepaskan pelukannya. Biarkan seperti ini hingga Jeongyeon benar-benar baik-baik saja. Ia memegang kepala Jeongyeon dan mengusapnya pelan. Hingga seketika Isak itu tak terdengar lagi. Jimin pun melonggarkan pelukannya dan seketika Jeongyeon jatuh begitu saja. Jimin pun kaget bukan main. Ia kembali menopang tubuh Jeongyeon mencoba membangunkannya.

"Jeongyeon!!"

"Yoo Jeongyeon!!"

Tak mendapatkan jawaban, Jimin pun langsung mengendong Jeongyeon ala bridal style. Ia membawa Jeongyeon ke mobilnya dan melajukan mobilnya cepat menuju ke rumah sakit. Jimin saat ini sangat panik sekaligus khawatir. Setelah sampai, Jeongyeon langsung dilarikan ke ruang gawat darurat. Ia sekarang sedang ditangani dan Jimin sedang menunggu didepan ruang pemeriksaan.

"Bagaimana keadaanya Dokter??" Tanya Jimin saat melihat seorang dokter keluar dari ruangan itu.

"Nona Yoo sudah lebih baik saja... ia hanya kelelahan dan terlalu stres... Nona Yoo juga makan tak teratur...  saya akan memeriksa keadaan otak Nona Yoo untuk lebih lanjutnya... untuk sekarang tolong jangan membuat Nona Yoo terlalu banyak pikiran... itu tidak baik bagi kesehatannya" kata Dokter mengakhiri kalimatnya dan pamit pergi.

Jeongyeon pun dipindahkan ke kamar inap. Tepatnya Kamar VVIP di rumah sakit Seoul. Jelas saja karena Jimin memang tamu spesial. Ia merupakan tamu kehormatan. Jimin pun masuk ke ruang VVIP itu. Ia dapat melihat Jeongyeon yang sudah bangun dan duduk diatas ranjang. Pandangannya terlihat kosong dan saat menyadari kedatangan Jimin, Jeongyeon pun langsung menatap kearah Jimin.

"Bagaimana keadaanmu??" Tanya Jimin berjalan mendekat dan duduk di kursi disebelah ranjang Jeongyeon.

"Jauh lebih baik..." kata Jeongyeon pelan.

"Maaf kembali merepotkanmu.."

"Dan Terima Kasih" kata Jeongyeon tersenyum kecil.

"Beristirahatlah... kata Dokter kau terlalu lelah dan stres" kata Jimin menatap kearah Jeongyeon sedih.

"Kejadian waktu itu aku bena..." perkataan Jimin terputus saat mendengar bunyi teleponnya. Ia mengangkatnya sebentar dan berbicara dengan orang tersebut. Tenyata itu Ayahnya yang menyuruhnya kembali ke kantor karena ada masalah. Kenapa di saat seperti ini kondisi tak memihaknya? Jimin ingin sekali tinggal dan menemani Jeongyeon tapi Ayahnya terus saja menelpon.

"Aku sudah baik-baik saja.... sebaiknya jangan membuat Paman menunggu" kata Jeongyeon seketika menyadari pembicaraan Jimin dengan Ayahnya.

"Tapi..."

"Aku akan istirahat" kata Jeongyeon tersenyum semampunya.

Jimin terdiam sejenak. Ia menatap mata Jeongyeon mencari kayakinan disana. Jimin pun menghembuskan napasnya panjang. Ia tak punya banyak pilihan.

"Aku akan kembali" kata Jimin lalu beranjak pergi. Jeongyeon pun mengangguk sebelum akhirnya ia bangkit berdiri dari ranjangnya. Ia melepas paksa selang infus yang berada di tangannya. Lalu mengambil barang-barangnya dan beranjak keluar dari ruangan VVIP itu. Ayahnya pasti mencari keberadaannya sekarang. Ia tidak boleh tahu jika dirinya pingsan. Besok pun Ayahnya ada jadwal Kemoterapi jadi tepat pilihan Jeongyeon untuk kabur saat ini. Ia tidak peduli jika Jimin marahnya. Tidak tapi memang sepertinya Jimin tak akan marah karena dirinya memang tak pernah peduli dengan Jeongyeon. Jelas sekali Jimin masih menolak perjodohan gila ini. Ia tidak akan repot untuk kembali kesini disaat perusahaan jauh lebih penting daripada dirinya.

"Taxii!!" Panggil Jeongyeon memberhentikan sebuah Taksi.
.
.
.
.
.

Jimin, laki-laki terus mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. Ia harus kembali ke Rumah Sakit. Jeongyeon masih dalam keadaan tak baik. Setelah menyelesaikannya, Jimin pun langsung berlari turun dari Park Company. Ia kembali masuk ke mobil dan melajukan nya menuju ke Rumah Sakit. Saat sampai Jimin langsung berlari menuju ke ruang VVIP.

Jimin terdiam saat melihat Ruangan itu kosong tak ada siapapun. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya lalu berjalan menuju Toilet dan membukanya. Tak ada siapapun juga disana. Lalu ia menanyakannya pada Perawat dan mereka berkata Jeongyeon tak terlihat sejak tadi. Jimin menghembuskan napasnya kesal. Ia membanting Jasnya kelantai yang sejak tadi ia lepas dan dipegang di tangannya. Ia kesal saat ini. Jimin begitu kesal karena segala jerih payahnya tak dihargai oleh Jeongyeon. Ia sudah buru-buru datang kesini tapi Jeongyeon malah pergi. Jimin benar-benar tak habis pikir. Ia pun langsung berjalan keluar dari ruangan itu.

Ia lelah. Lebih baik mengistirahatkan dirinya sendiri daripada mengurusi wanita tak tahu terima kasih.

Setelah kejadian itu, Jimin dan Jeongyeon tak pernah bertemu lagi. Jimin yang semakin sibuk karena pekerjaannya dan Jeongyeon yang sibuk dengan pengobatan Ayahnya. Keadaan Jeongjin juga tak terlihat tidK baik akhir-akhir ini. Ia jadi lebih lemas, pencernaannya mulai terganggu dan sebagainya. Bahkan hal ini sudah membuat Jeongyeon bolak-balik ke rumah sakit hampir setiap hari. Saat ini Jeongyeon sedang mengistirahatkan badannya di Sofa rumahnya. Ia baru saja pulang dari Rumah Sakit. Ayahnya pun sedang istirahat sekarang. Ia juga pasti lelah karena harus bolak-balik Rumah Sakit terus. Getaran di saku celana Jeongyeon membuat Jeongyeon langsung membuka matanya yang sejak tadi terpejam.

"Jeongyeon.."

"Ne... Anyonghaseyo Bibi" kata Jeongyeon saat mendengar suara Bibi Park.

"Hari ini kau sedang sibuk?? Bagaimana keadaan Jeongjin? Semua baik-baik saja??"

"Tidak Bibi.. Appa sudah lebih baik.. kami baru pulang dari Rumah sakit" kata Jeongyeon sopan.

"Begitu?? Baguslah... Apa Hari ini Kedai buka??"

"Tentu saja Bibi... Aku akan mampir nanti sore" kata Jeongyeon kembali mengingat tugasnya yang lain. Ya, Kedai sekarang benar-benar menjadi tanggung jawabnya.

"Baiklah Kalau begitu... Bibi ingin menyewa Kedai dari jam tujuh malam hingga jam sembilan.... Bisakah??"

"Tentu saja Bibi... Apa ada acara?? Kenapa tiba-tiba sekali?" Tanya Jeongyeon penasaran.

"Hanya Acara kecil... sampai jumpa nanti Jeongyeon"

Sambungan pun terputus sepihak. Jeongyeon pun hanya bisa menghembuskan napasnya lelah. Ia urus saja nanti itu masalah itu. Ia hanya perlu istirahat sekarang. Jeongyeon benar-benar lelah saat ini.

CHOISE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang