Jimin pun kali ini benar-benar meninggalkan pekerjaannya. Ia merapikan sebentar Mejanya dan langsung mengambil barang-barang pentingnya. Ia mengendong Haeun dan meletakannya di pundaknya.
"Kajjaa.. Haeun pasti lapar bukan??" Tanya Jimin cepat langsung berjalan satu tangannya memegang punggung Haeun dan satu tangannya lagi menarik Jeongyeon keluar dari ruangannya.
"Nee.. Haeun sangat lapar Paman..." kata Haeun lucu.
"Haeun ingin makan apa??" Tanya Jimin cepat.
"Mie??" Tanya Jimin cepat.
"Neee.." jawab Haeun Antusias.
"Kalau begitu kita ke Kedai Jeongyeon Imo" kata Jimin cepat. Jeongyeon pun hanya bisa mengangguk mengikuti kemana langkah kedua manusia yang tampak bahagia itu.
Saat berada di Lobby, semua mata langsung tertuju pada Jimin yang menggendong seorang anak di Pundaknya dan sebelah tangannya masih menggengam Jeongyeon erat. Padahal sejak tadi Jeongyeon sudah meminta untuk dilepaskan.
Banyak sekali orang yang berbisik-bisik menatap kearah Jeongyeon sinis.
"Tak usah dipikirkan" kata Jimin langsung membawa Jeongyeon ke mobil.
Mereka pun bercanda gurau. Layaknya keluarga kecil dengan Ayah, Ibu dan Seorang Anak. Image dingin Jimin bahkan berubah 180 derajat saat bersama Jeongyeon dan Haeun. Ia benar-benar bekerja layaknya Ayah dan kepala keluarga yang bijak. Mulai dari menemani Haeun bermain di taman. Membantu Jeongyeon menyuapi Haeun makan dan masih banyak lagi. Hari ini mereka benar-benar hanya menghabiskan waktu bertiga dan hal itu sangat menyenangkan terutama bagi Jeongyeon.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Haeun sudah tertidur pulas di pelukan Jeongyeon. Setelah mampir sebentar ke Rumah Sakit, Jeongyeon dan Jimin memutuskan pulang. Jimin pun melepaskan jasnya dan melingkarkannya di tubuh kecil Haeun. Ia tidak mau Haeun kecilnya kedinginan.
"Apa Seok Jin Oppa dan Nayeon sudah memberi kabar??" Tanya Jeongyeon membuka pembicaraan.
Jimin menggeleng.
"Sebaiknya kita membiarkan mereka fokus untuk mengurus Paman Ji dulu" kata Jimin sambil fokus menyetir.
"Kulihat kau sangat menyukai Haeun.." kata Jimin tersenyum kecil sambil sekilas melihat kearah Jeongyeon yang mengusap rambut Haeun pelan.
"Yaa karena sebenarnya mimpiku adalah menjadi Seorang Dokter Ana..." belum selesai Jeongyeon menyelesaikan kalimatnya ia terdiam langsung memotongnya.
"Menjadi Apa??" Tanya Jimin tak mendengar dengan baik.
"Bukan apa-apa..." kata Jeongyeon gugup.
Jimin mengerut dahinya bingung. Ia yakin Jeongyeon mengatakan sesuatu tadi.
"Ayoo Jimin... Haeun pasti sangat lelah" kata Jeongyeon mengalihkan topik.
Jimin mengangguk dan mempercepat laju mobilnya.
Setelah sampai, Jimin langsung mengambil Haeun dari gendongan Jeongyeon. Jeongyeon pasti lelah mengendong Haeun sejak tadi.
"Haeun akan tidur dikamarku saja" kata Jimin berjalan menaiki tangga diikuti Jeongyeon dibelakangnya.
Jimin pun meletakannya di kasur besarnya. Jeongyeon pun dengan terampil langsung melepas sepatu Haeun dan jaketnya supaya Haeun dapat tidur dengan nyenyak. Lalu setelah selesai Ia langsung menyelemuti Haeun dengan selimut disana. Jimin sedang berada di kamar mandi saat ini. Jeongyeon terdiam sesaat. Jika boleh jujur ini pertama kalinya Jeongyeon melangkah masuk ke kamar Jimin. Biasanya Jimin paling tidak suka dirinya berada didekatnya tapi saat ini keadaan sudah berubah. Semakin hari dirinya dan Jimin benar-benar tak terpisahkan. Jeongyeon mulai takut jika saatnya tiba dan Jeongyeon harus meralakan Jimin, ia takut dirinya akan sangat hancur.
Suara tangisan Haeun memecahkan lamunan Jeongyeon.
"Omma..."
"Omma dimana???"
"Haeun-aa?? Wae??? Apa terjadi sesuatu??? Tanya Jeongyeon khawatir.
"Omma... Aku mau bersama Omma" rengek Haeun.
"Apa Haeun bermimpi buruk???" Tebak Jeongyeon mencoba mengambil perhatian Haeun. Bagaimana pun Nayeon sedang tak ada disini. Pasti akan sulit menghubunginya malam-malam begini.
Haeun mengangguk sambil meneteskan air mata sedih.
"Haeun-aa... Wae?? Kenapa menangis??" Tanya Jimin kembali mengendong Haeun walaupun dirinya sudah sangat lelah.
"Paman... Haeun... Haeun... mau bersama Ommaa" kata Haeun sambil menangis digendongan Jimin.
"Haeun-aa... Omma dan Appa sedang dalam perjalan menjemput Haeun saat ini... jadi Haeun sebaiknya Tidur dulu lalu saat Omma dan Appa datang.. Paman akan membangunkan Haeun" kata Jimin membujuk Hauen.
Haeun menggeleng dan kembali menangis.
"Haeun-aa berjanji bukan hari ini akan bermain bersama Paman... Jika Haeun pulang saat ini.. Paman Jimin akan sedih" kata Jimin lagi mencari cara lain.
Haeun mulai terdiam. Ia terlihat berpikir disela tangis.
Jimin pun tersenyum kecil.
"Tapi Haeun tidak mau tidur sendiri..." kata Haeun lagi menyeka air matanya dibantu Jeongyeon yang berdiri didekatnya.
"Tentu... Haeun akan tidur bersama Paman Jimin disini.." kata Jimin senang.
Haeun menggeleng.
"Jeongyeon Imo juga..." kata Haeun membuat Jeongyeon dan Jimin saling bertatapan.
"Haeun tidak bisa tidur saat mimpi burukk.. Omma dan Appa akan menamani Haeun sampai Haeun tidur" kata Haeun dengan mata berkaca-kaca kembali ingin bersama kedua orang tuanya.
"Baiklah.. Paman dan Jeongyeon Imo akan menemani Haeun sampai tidur" kata Jeongyeon seketika membuat Jimin menatapnya bingung.
"Hanya sampai Haeun tidur" bisik Jeongyeon pada Jimin.
Jimin pun tak punya pilihan lain. Jimin kembali membaringkan Haeun ditempat tidurnya. Lalu membaringkan dirinya disisi kiri Haeun dan Jeongyeon di sisi kanan. Jeongyeon terdiam tak bisa berbicara saat ini. Ia benar-benar gugup saat ini. Ia benar-benar tidur satu ranjang dengan Jimin walaupun masih Haeun diantara mereka tapi entah kenapa dada Jeongyeon tetep berpacu begitu cepat.
"Haeun-aa Tidurlah" kata Jeongyeon menghadap kesisi Haeun dan mencoba menghilangkan pikiran gilanya dengan menepuk-nepuk perut Haeun pelan, membantunya tidur. Disisi ini, Jeongyeon dapat melihat Jimin yang berbaring sambil memejamkan matanya. Ia terlihat begitu lelah saat ini. Mata Jeongyeon pun kembali melihat kearah Haeun. Kenangan masa lalu saat dirinya kecil kembali berputar.
Ia masih ingat betul saat dirinya selalu mimpi buruk dan dirinya selalu mencari Appanya juga. Tapi saat Jeongyeon seumuran Haeun, Appanya selalu saja sibuk dengan urusan pekerjaannya. Jeongyeon tak punya pilihan lain, ia hanya bisa menangis. Ia tidak punya siapa-siapa saat itu. Dan Jeongyeon benar-benar membenci saat-saat itu. Ia hanya bisa menyembunyikan dirinya dibawah selimut dan menangis keras. Hingga akhirnya ia lelah dan kembali tidur dengan sendirinya.
Sangat menyedihkan kembali mengingat masa lalunya dulu. Maka dari itu tadi Jeongyeon langsung menyetujui perkataan Haeun karena Jeongyeon sangat tahu bagaimana sakitnya menahan rasa takut sendirian.
Hingga tanpa sadar Jeongyeon pun menitihkan Air matanya. Entah kenapa semua kenangan buruknya saat kecil kembali berputar. Saat dirinya selalu menjadi bahan ejekan teman-temannya karena tak punya Ibu. Saat dirinya selalu diledek jelek dan gendut. Semua berkumpul dan membuat Jeongyeon kembali menitihkan air matanya. Ia bahkan memaksa Matanya untuk menutup supaya air matanya tak keluar lagi.
Mata Jeongyeon pun terbuka cepat saat merasakan seseorang menggengam tangannya kuat. Kali ini Mata Jeongyeon langsung jatuh pada manik mata Jimin yang sekarang menghadap kearahnya juga. Mereka terus menatap satu sama lain selama beberapa menit.
"Tidurlah..." Kata Jimin dengan suara kecil.
"Kau tak akan pernah sendiri lagi Yoo Jeongyeon... Aku bersamamu"
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOISE ✅
FanfictionJeongyeon terpaksa menerima perjodohan yang diatur Ayahnya dengan Anak teman Ayahnya yang ternyata merupakan temannya juga saat masih bangku Sekolah. Tujuan utamanya hanya membahagiakan Ayahnya. Maka dari itu ia menerimanya dengan lapang dada. Ia h...