Jeongyeon berjalan keluar dari kamarnya. Matanya seketika menangkap tangannya yang diperban rapi. Tapi seketika ia kembali murung saat menyadari sumber dari luka itu. Ingatannya kembali terputar pada laki-laki yang amat membenci tapi ada di satu titik dimana dirinya juga menyukainya. Entahlah apa yang terjadi pada diri Jeongyeon sekarang. Ia tidak tahu perasaannya sedang kenapa. Ia masih bingung.
"Jeongyeon..."
"Ne..." jawab Jeongyeon cepat tersadar dari lamunannya mendengar suara Ayahnya yang memanggil.
Jeongyeon berlari dan mendapati Ayahnya sedang duduk di Ruang Keluarga sambil membaca koran.
"Yaa... Tanganmu baik-baik saja??" Tanya Appa Jeongyeon kaget melihat tangan Jeongyeon yang terperban kecil.
"Tentu saja... aku tak sengaja menumpahkan air panas ke tanganku" bohong Jeongyeon lagi.
"Lain kali lebih berhati-hati" kata Appa Jeongyeon cepat.
"Appa besiaplah... kita akan berangkat ke rumah sakit sebentar lagi" kata Jeongyeon cepat. Ya, Hari ini Ayahnya ada jadwal Check up dan Kemoterapi lagi. Jeongyeon sudah menghafalkannya dengan baik jadi dirinya tak akan lupa.
Selama beberapa hari lewat, semuannya masih baik-baik saja. Bibi Park pun mulai tak memaksakannya lagi untuk sering mampir ke rumah atau melakukan kencan bersama Jimin. Hampir lima hari semenjak kejadian itu, Jimin dan Jeongyeon tak pernah bertemu lagi. Menurut Jeongyeon ini lebih baik. Perlahan-lahan semua orang akan melupakan perjodohan ini dan Jeongyeon bisa fokus pada kesehatan Ayahnya.
Jeongyeon sekarang sedang menjaga kasir. Ia tersentak kaget saat Teleponnya berbunyi begitu keras.
"Anyonghaseyo..." Kata Jeongyeon cepat tak sempat melihat nama panggilan masuk.
"Omoo... Jeongyeonn... baguslah kau mengangkat telepon..."
Suara Bibi Park mengema di Telinga Jeongyeon cukup membuatnya membeku seketika.
"Bisakah Bibi meminta tolong padamu saat ini...."
"Nee.... Tentu saja Bibi" kata Jeongyeon cepat
"Jimin.... Bisakah kau memastikan keadaannya? Bibi dan Paman sekarang berada di England.... Jeno, Adiknya Jimin sedang sakit dia harus dirawat di rumah sakit"
"Para pelayan di rumah bilang jika Jimin belum pulang selama tiga hari dari kantor... Bibi juga tak bisa menghubunginya.... Bibi takut dirinya terlalu memaksakan dirinya dan terlalu fokus dengan pekerjaannya.... Ia akan lupa makan dan istirahat jika terlalu fokus bekerja.... Terakhir kali ia melakukan itu... Jimin dilarikan ke Rumah sakit karena demam tinggi dan kekurangan cairan"
"Jeongyeonn... kau bisa membantu bibi kan???"
Perkataan dari Bibi Park membuat Jeongyeon terdiam ditempatnya. Ia ragu menjawabnya. Ia sangat takut kembali bertemu Jimin. Nyalinya akan selalu menciut jika bertemu dengan Jimin.
"Maaf... Bibi Tutup dulu... Jeno memanggil... Telepon Bibi jika sudah ada kabar dari Jimin..."
Sambungan terputus sepihak. Jeongyeon menurunkan teleponnya dengan sedikit gemetar. Ini sudah hampir larut. Apa harus sekarang Jeongyeon bertemu dengan Jimin? Jika memang yang dikatakan Bibi Park, Jimin tak pulang selama tiga hari berarti mungkin keadaan Jimin tak baik. Jeongyeon terus berpikir dan berpikir. Memikirkan semua kemungkinan yang akan terjadi hingga membuatnya lupa waktu dan Kedai akhirnya Tutup. Bahkan sudah tak ada siapa-siapa lagi di Kedai. Jeongyeon pun keluar dari Kedai dan berjalan menuju Halte Bus. Ia pikirkan saja nanti Jimin marah padannya jika memang dirinya sedang dalam keadaan tak baik, Jeongyeon pasti akan menyalahkan dirinya karena tak menjalankan amanat Bibi Park dengan baik.
Sesampainya Jeongyeon di Park Company, Dirinya terdiam sebentar di depan lobby gedung besar itu. Keadaan disana sangat sepi. Bahkan beberapa lampu sudah padam. Wajar saja jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Jeongyeon yakin tak ada siapapun di gedung besar itu. Jeongyeon pun menghembuskan napasnya panjang lalu berjalan masuk. Menurut info dari Bibi Park ruangan Jimin ada di paling atas. Tentu saja karena dia CEO Park Company. Jelas ruangannya harus istimewa. Setelah sampai di lantai paling atas, Jeongyeon langsung disuguhkan lorong gelap yang diujungnya terdapat pintu besar. Itu Rungan Jimin? Pertanyaan itu langsung keluar begitu saja. Disana sangat sepi dan dingin. Untungnya Jeongyeon tak meninggalkan jaketnya di Kedai. Ia berjalan masuk dengan perlahan. Jeongyeon pun menyadari ada sebuah meja persis disamping pintu besar itu. Itu seperti meja seorang sekretaris. Terlihat dari banyaknya tumpukkan kertas dan tempelan di kompter di setiap sisi. Jeongyeon yakin itu meja sekretaris Jimin yang sudah pulang. Ya, karena sekarang meja besar itu kosong. Jeongyeon pun akhirnya sampai di depan pintu besar itu.
"Tenang Jeongyeon... Tenang..." kata Jeongyeon pada dirinya sendiri. Ia meyakinkan dirinya tidak akan terjadi apa-apa.
"Tidak akan terjadi apapun.... cukup pastikan Jimin baik-baik saja... lalu pamit langsung pergi" kata Jeongyeon menyusun rencana.
Jeongyeon pun mengetuk pintu ruangan besar itu perlahan.
"Jimin-sii..." kata Jeongyeon pelan.
Satu menit
Tiga menit
Lima menit
Tak ada jawaban. Jeongyeon kembali mengetuk pintu besar itu.
"Jimin-sii..." panggil Jeongyeon lagi takut-takut.
Jeongyeon menunggu beberapa menit. Kembali tak ada jawaban. Entah Kenapa sekarang Jeongyeon mulai khawatir. Ia takut terjadi sesuatu pada Jimin. Jeongyeon pun kembali mengetuk lalu langsung memberanikan dirinya masuk ke ruangan Jimin.
"Jimin-sii..." Panggil Jeongyeon takut. Ia pun masuk dan tak mendapati siapapun disana. Ia melihat meja kerja Jimin yang berantakan dan juga komputer yang masih menyala. Ia juga melihat Jas Jimin yang bertengger di Kursi besar dibelakang mejanya. Ruangan Jimin sangat besar. Ia bahkan punya dapur sendiri dan ruangan tamu sendiri. Bahkan ada tempat baju dan kamar mandi pribadi didalam ruangan besar itu.
"Jimin-sii..." Panggil Jeongyeon lagi kembali fokus dengan tujuannya dan berjalan masuk mengitari ruangan Jimin memastikan Jimin tak ada.
"Apa dia sudah pulang???" Guman Jeongyeon. Jelas sekali jika Jimin tak ada ia pasti sudah pulang. Mungkin hari ini ia sudah ingat untuk pulang dan kembali kerumah tanpa merapikan ruangannya. Ini memang tampak wajar untuk seukuran Bos besar seperti Jimin.
Jeongyeon pun meyakinkan dirinya jika Jimin sudah pulang. Ia pun berjalan keluar dari ruangan besar itu. Saat membuka pintu seketika Jeongyeon mendengar sesuatu.
"Tunggu..."
Suara itu sangat kecil dan sedikit terbata-bata tapi Jeongyeon masih dapat mendengarnya dengan samar-samar. Jeongyeon memberhentikan langkahnnya dan terdiam sejenak. Ia menunggu suara itu datang lagi.
"Jeongyeon..."
Suara itu kini memanggil nama Jeongyeon. Jeongyeon membelakan matanya kaget. Ia pun menutup pintu besar itu dan kembali mengitari ruangan Jimin.
"JIMIN!!!" teriak Jeongyeon tersentak kaget saat melihat Jimin terbaring tak berdaya di Sofa besar. Jeongyeon pun menghampirinya dan melihat keadaan Jimin. Tubuh Jimin sangat dingin. Wajahnya juga begitu pucat. Jeongyeon langsung menyentuh kening Jimin. Tangan Jeongyeon hampir terasa terbakar merasakannya. Jimin demam tinggi. Benar kata Bibi Park. Jimin pasti sedang tidak baik-baik saja.
"Gwenchana???" Tanya Jeongyeon cepat. Ia membetulkan tidur Jimin. Ia menaruh bantal di kepala Jimin dan melepaskan Jaket tebalnya dan langsung memakaikannya pada Jimin.
"Jimin... kau baik-baik saja???" Tanya Jeongyeon mendekat kearah Jimin. Melihat keadaan Jimin dengan baik-baik.
"Kau demam tinggi... suhu tubuhmu sangat tinggi... kau harus ke rumah sakit" kata Jeongyeon ingin beranjak pergi mencari bantuan tapi seketika pergerakannya terhenti saat sebuah tangan menahannya.
"Tidak.... Tidak...."
"Tetap disisiku"
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOISE ✅
FanfictionJeongyeon terpaksa menerima perjodohan yang diatur Ayahnya dengan Anak teman Ayahnya yang ternyata merupakan temannya juga saat masih bangku Sekolah. Tujuan utamanya hanya membahagiakan Ayahnya. Maka dari itu ia menerimanya dengan lapang dada. Ia h...