Jeongyeon tersentak kaget dan membuatnya tak sengaja melepaskan sebuah piring yang sedang ia cuci.
"OMMO!!!" Kata Jeongyeon kaget langsung berjongkok. Jimin pun juga ikut mendekat. Ia ingin menghentikan Jeongyeon membersihkan pecahan piring tapi terlambat karena Jeongyeon sudah memegang salah satu ujung pecahan dan membuat ujung tangannya tersayat dan langsung mengeluarkan darah segar.
"Yakk!!! Kau ini ceroboh sekali" kata Jimin cepat.
"Maaf..." kata Jeongyeon takut.
"Menjauhlah... jangan pegang pecahan itu" tambah Jimin cepat. Ia pun mulai membersihkannya sendiri dengan alat pembersih kaca. Ia pun sekarang melihat Jeongyeon sedang menyiram ujung tangannya yang tersayat dengan air dari wastafel. Jimin pun mendekat.
"Gwenchana???" Kata Jimin untuk kedua kalinya.
"Tentu saja... ini hanya luka kecil" kata Jeongyeon cepat.
Jimin pun seketika mengambil tangan Jeongyeon. Ia membalut dengan plaster tangan Jeongyeon yang tersayat. Jeongyeon pun terdiam kaku atas perlakuan Jimin yang sangat hangat menurutnya.
"Bukan itu yang kutanya..." kata Jimin setelah selesai dan menatap kearah Jeongyeon serius.
"Kenapa kau menangis??" Tanya Jimin langsung.
Raut wajah Jeongyeon berubah kaget sekaligus sedih. Ia tidak mau membahas masalah ini lagi. Ia sangat sedih mengingatnya kembali. Kenyataan pahit yang dihadapinya saat ini. Kenyataan yang terus mengatakan impiannya akan hilang dalam sekejap. Perkataan yang menurut Jeno bahagia tapi bagi Jeongyeon itu sangat menyakitkan.
Disaat Jeno dengan bangga mengumumkan dirinya bisa jadi Dokter muda dan melakukan skirpsi tahun depan. Jeongyeon sudah dengan susah payah belajar, memaksakan kerja otaknya supaya mendapat beasiswa di Jerman melalui perlombaan yang diikuti Jeno. Dirinya-lah yang terus berusaha keras dalam kompetisi itu karena dirinya harus mendapat beasiswa untuk tahun-tahun berikutnya. Tapi dengan bodohnya Jeongyeon meninggalkan kesempatan terpenting tahap terakhir dalam kehidupan Sekolah untuk meloncat ke jenjang lebih baik dan sekarang Apa?
Jeongyeon hidup tanpa tahu apa yang akan terjadi untuk hidupnya kedepan. Presentasi Skirpsi yang ia tinggal saat itu, tak pernah lagi Jeongyeon mendapat kabar atau apapun. Ia tahu dirinya gagal. Ia gagal lulus. Ia sudah membuang mimpinya saat ini. Disatu sisi ia menyesal tapi disisi lain ia bersyukur. Bagaimana jika saat itu benar-benar hari terakhir Ayahnya? Ia pasti akan menyesal sepanjang hidupnya. Jeongyeon tidak tahu keputusan ini yang terbaik untuk kehidupan masa depannya atau tidak. Sekarang ia hanya ingin fokus untuk kesehatan Ayahnya.
"Terkadang tangisan bukan hanya mendeskripsikan kesedihan tapi juga kebahagian" kata Jeongyeon serius.
Jimin terdiam dengan jawaban Jeongyeon. Entah kenapa ia merasakan itu bukan jawaban yang benar.
"Aku akan mengantarkan beberapa Cola kedepan" kata Jeongyeon pamit. Ia tidak mau Jimin semakin menanyakan hal-hal aneh.
Jimin masih tak berkata apapun. Ia tidak tahu harus berbuat atau berkata apa. Disatu sisi mengatakan jika dirinya tak boleh ikut campur tapi disisi lainnya mengatakan juga untuk menanyakan keadaan sebenarnya.
Acara pun selesai. Jimin, Jeno dan Paman Park sibuk membersihkan Taman belakang dan Alat-alat Barbeque. Semua teman-teman Jimin sudah pulang. Jeongyeon masih sibuk membantu Bibi Park bersih-bersih di dapur. Mulai dari mencuci seluruh peralatan makan yang dipakai hingga meletakannya kembali di tempat asalnya. Jeongyeon sudah mulai hafal semua letak-letaknya peralatan tersebut. Ia juga mulai menghafal letak-letak ruangan Rumah Jimin. Semua tampak santai saja.
"Bibi Park tidak apa-apa???" Tanya Jeongyeon melihat Bibi Park yang sedang mengelap Piring-piring yang basah. Ia terlihat letih. Tentu saja ia letih mempersiapkan Pesta kecil ini.
"Tidak apa-apa" kata Minji cepat.
"Bibi... Lebih baik istirahat saja... aku akan selesaikan sisanya" kata Jeongyeon mengantar Minji ke Ruang Keluarga dan mendudukkannya di Sofa.
Jeongyeon pun dengan cepat menyelesaikan pekerjaan dapur sisanya. Setelah selesai ia pun berangjak ke Ruang Keluarga. Ia melihat Bibi Park yang memejamkan matanya lelah. Jeongyeon pun kembali ke dapur dan membuatkan secangkir Teh hangat.
"Bibi... Ini diminum" kata Jeongyeon memberikan pada Minji.
"Terima Kasih Jeongyeon" kata Minji menyesap Teh dari Jeongyeon.
Jeongyeon pun bersiap untuk pamit pulang tapi seketika ia membatalkannya karena Bibi Park kembali menyuruhnya duduk.
"Bibi ingin memberikan sesuatu untukmu..." kata Mknji berubah senang.
"Tidak usah Bibi..." kata Jeongyeon mengelengkan kepalanya.
"Kamu tunggu disini..." kata Minji cepat.
Jeongyeon terdiam. Ia benar-benar sudah sangat lelah dan mengantuk. Ia ingin cepat-cepat pulang dan merabahkan tubuhnya yang mulai sakit. Dirinya benar-benar mengantuk. Matanya bahkan mulai menutup dengan sendirinya. Hingga tanpa sadar Jeongyeon benar-benar terlelap di Sofa karena Minji tak kunjung datang.
"Jeongyeon-aa... Ini adalah..." perkataan Minji terhenti saat melihat Jeongyeon tertidur di kursi dengan kepala sedikit terantuk-antuk. Minji dapat melihat Jeongyeon sangat kelelahan. Walaupun dirinya kelelahan tapi Jeongyeon tak pernah mengeluh sama sekali. Ia bahkan mengerjakan lebih banyak pekerjaan daripada dirinya. Wajar jika ia mengantuk sekarang. Apalagi sekarang sudah hampir pukul 12 malam. Ini jelas jam orang tidur.
JaeMyung, Jimin dan Jeno pun masuk setelah merapikan taman belakang.
"Aku mengantukk..." kata Jeno terhenti saat ibunya menahan mulutnya.
"Jangan berisik Jeongyeon sedang tidur" kata Minji cepat.
"Biarkan Jeongyeon tidur di Kamar Tamu malam ini.... Ia pasti sangat kelelahan" kata JaeMyung seketika.
"Iyaaa.. itu lebih baik" kata Minji menyambungkan.
"Kajja... Yeobo..." kata JaeMyung mengajak istrinya.
"Jimin... Tolong kau bawa Jeongyeon ke kamar Tamu" kata Minji sebelum masuk ke kamarnya bersama suaminya.
Jimin pun membelakkan matanya kaget. Dirinya? Membawa Jeongyeon ke Kamar Tamu? Tubuh Jeongyeon pasti berat. Ia tidak akan kuat membawa sendiri.
"Yakk!!! Park Jeno..." Panggil Jimin pada Adiknya yang sudah berjalan pergi meninggalkan dirinya sendiri juga. Ia tidak mengindahkan perkataan Kakaknya dan tetap berjalan keatas menuju ke Kamarnya. Jimin menghembuskan napas kesal. Ia ingin berteriak kencang karena kesal tapi Jika orang tuanya mendengar itu akan sangat tidak bagus. Jimin pun tak punya pilihan lain. Ia berjalan mendekati Jeongyeon yang tertidur pulas di Sofa walaupun kepalanya sedikit terantuk-antuk.
"Yakk!!!" Panggil Jimin malas.
"Yakk!!! Yoo Jeongyeonn!!" Panggil Jimin lagi meninggikan sedikit suaranya. Jimin mulai kesal. Ia terus saja tertidur tanpa ada dosa. Jimin ingin sekali meninggalkannya tapi Ibunya pasti akan memarahinya jika sampai melihat Jeongyeon tidur di sofa. Jimin pun menghembuskan napas kesal. Ia melihat kearah Wajah Jeongyeon yang tertidur. Jimin pun menyadari jika ternyata Jeongyeon memiliki wajah yang kecil. Mata dan Bibirnya pun kecil. Hidungnya sedikit mancung dan ia cukup memiliki kening yang besar tapi sering tertutupi oleh poni berantakannya. Jimin tanpa sadar terus memperhatikan wajah Jeongyeon dengan diam. Entah kenapa Jimin merasakan nyaman saat ini. Hingga akhirnya ia tersadar jika hal itu salah. Ia menggelengkan kepala lalu mencoba mengangkat Jeongyeon. Jimin tak punya pilihan lagi. Wanita didepannya itu tertidur seperti orang mati. Jeongyeon benar-benar tak bisa dibangunkan.
"Benar-benar menyusahkan..." kata Jimin mengangkat Jeongyeon. Ia menaikkan Jeongyeon ke Punggung belakangnya. Lalu Membiarkan kepala Jeongyeon bersandar di pundaknya dan tangannya berada diantara kepalanya. Jimin pun langsung berjalan menuju ke kamar Tamu yang berada di sebelah kamarnya. Setelah sampai ia langsung melempar Jeongyeon ke tempat tidur. Bahkan lemparan itu tak membuatnya bangun sama sekali. Jimin ingin langsung pergi tapi seketika ia kembali melihat Jeongyeon yang tidur dengan posisi yang aneh. Jimin kembali menghembuskan napas panjang lalu tanpa sadar mulai membetulkan posisi tidur Jeongyeon. Ia juga menyelimutinya lalu setelah itu berjalan pergi.
"Selamat tidur..." kata Jimin sebelum menutup pintu dan pergi.
Hari ini aku update 2 chapter mudah2an suka ya... dan jangan lupa untuk like n comment cerita ini- Author
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOISE ✅
FanfictionJeongyeon terpaksa menerima perjodohan yang diatur Ayahnya dengan Anak teman Ayahnya yang ternyata merupakan temannya juga saat masih bangku Sekolah. Tujuan utamanya hanya membahagiakan Ayahnya. Maka dari itu ia menerimanya dengan lapang dada. Ia h...