52

4.7K 559 227
                                    

   Jimin dengan senyuman bahagianya terus menggengam tangan Yuju yang kini berjalan disebelahnya. Setelah pulang dari rumah sakit mereka tiba - tiba memutuskan untuk berjalan - jalan disekitar Sungai Han terlebih dahulu.

"Bukankah ini destinasi yang cocok untuk sepasang kekasih pergi berkencan? Aku dan Dokyeom juga sering pergi kesini dulu." ucap Yuju.

Mendengar nama Dokyeom, Jimin berdehem pelan. "Kau masih menyukainya?"

Yuju mengendikan kedua bahunya. "Entahlah, semalam dia menghubungiku."

"Dalam rangka apa?" tanya Jimin.

"Menjelaskan alasan kenapa dia meninggalkanku, ternyata dia dijodohkan oleh orang tuanya dan sekarang dia sedang berada di luar negeri dengan tunangannya." jawab Yuju.

"Bukankah itu sudah terlambat?"

Yuju mengangguk. "Kau benar. Tapi setidaknya dia menjelaskan semuanya agar jelas, tidak pergi begitu saja tanpa penjelasan."

"Kau butuh penjelasan tentang hubungan kita?"

Yuju refleks menghentikan langkahnya begitupula Jimin. "Hah? Maksudmu?"

"Kira - Kira hubungan apa yang cocok untuk kita berdua?" Jimin meletakkan jari telunjuknya didagu.

"Kau sedang bercanda? Bercandamu tidak lucu."

"Jika sepasang kekasih sudah biasa, bagaimaan jika sepasang Tunangan-- aww." Jimin mengaduh kesakitan saat lengannya dipukul oleh Yuju

"Kita ini masih sekolah, aku tidak ingin cepat - cepat menikah." ucap Yuju kemudian melepaskan genggaman tangannya dengan Jimin dan berjalan terlebih dahulu.

Melihat Yuju yang merajuk, Jimin tersenyum dan segera mengejar Yuju yang terus berjalan.

Grep.

Jimin memeluk Yuju dari belakang. "Jangan merajuk, baiklah aku akan bersikap seperti laki - laki biasanya. Choi Yuju, maukah kau menjadi kekasih lelaki tampan bernama Park Jimin?"

"Bolehkan aku menolak?"

"Jika kau menolaknya aku akan mengurungmu dikamarku selamanya." Ancam Jimin.

"Sepertinya aku lebih memilih untuk dikurung dikamarmu." canda Yuju.

"Aish, kau ini." Jimin menggeletiki Yuju.

"Hahahahaha--hentikan aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu Choi Yuju."

.

.

.

.

.

"Hei, jangan memasang ekspresi seperti itu. Kita akan bertemu dengan orang tuaku bukan presiden." Seokjin meraih tangan Sowon yang gemetar lalu menggegamnya dengan satu tangan, sementara tangan satunya sibuk menyetir.

Kenapa mereka bisa didalam mobil? Karena tadi saat sedang dirumah sakit, menjaga Umji yang sedang tertidur. Tiba - tiba Seokjin mendapat telpon dari eommanya untuk pulang, dan dengan terpaksa akhirnya mereka pergi dan meninggalkan Umji yang mungkin kini sedang dijaga oleh Eunha dan Jungkook.

"Aku gugup." balas Sowon.

"Tenanglah, kau hanya perlu bersikap sopan dan menjadi dirimu sendiri maka semuanya akan baik - baik saja. Eommaku tidak akan memakan calon menantunya." canda Seokjin.

"Kau ini--astaga kenapa cepat sekali sampai." protes Sowon saat mobil yang ditumpanginya berhenti didepan rumah mewah bak istana.

"Tak usah protes, ayo sebaiknya kita turun dari sini." Seokjin keluar dari mobil lalu berjalan memutar dan membuka pintu Sowon.

"Jangan gugup, kau cantik. Eomma akan terpesona melihatmu nanti." Seokjin menggengam tangan Sowon dan menggandengnya memasuki kediamannya yang terlihat sangat megah.

"Siang Eomma." sapa Seokjin pada Eommanya yang kini sedang menyiapkan makanan diatas meja makan.

"Siang juga, kalian berdua sudah datang. Silahlan duduk." Ny. Kim mengecup sekilas pipi putranya lalu menarik tangan Sowon agar mengikutinya.

"Eomma, kekasihku ingin dibawa kemana?" protes Seokjin.

"Diam, sebaiknya kau panggil Ayahmu dibelakang dia sedang membaca koran." balas Ny. Kim.

"Aish Eomma." pada akhirnya Seokjin lebih memilih untuk menuruti perkataan Eommanya.

"Kau ini cantik sekali siapa namamu." Ny. Kim mendudukan Sowon di salah satu kursi yang kosong.

"Kim Sowon Nyonya." jawab Sowon agak canggung.

"Panggil saja Eomma jangan panggil Nyonya karena kau sebentar lagi akan menjadi menantuku." Ny. Kim tersenyum dan mendaratkan bokongnya dikursi tepat sebelah Sowon.

"Jadi kau orangnya, cantik sekali tak salah anakku memilihmu." ucap Pria paruh baya yang baru saja datang bersama Seokjin.

Sowon tersenyum. "Makasih Tuan."

"Baiklah, karena semuanya sudah berkumpul ini adalah waktu yang tepat untuk membicarakan sesuatu." ucap Ny. Kim

"Membicarakan apa? Jangan aneh - aneh Eomma." tanya Seokjin.

"Membicarakan tanggal pernikahan kalian."

Bolehkan Sowon menjatuhkan diri sekarang?

.

.

.

.

.

"Kenapa lagi? Apa Yeri masih sulit untuk dihubungi?" tanya Eunha pada laki - laki dihadapanya. Ngomong - ngomong mereka sekarang masih berada dirumah sakit, menemani Umji yang kini sedang beristirahat.

Jungkook mengangguk, menyimpan kembali ponselnya. "Ya, dia mulai berubah semenjak tau masalahku denganmu."

Eunha tersenyum. "Wajar, dia perempuan pasti dia bisa ngerasain apa yang aku rasain. Dan satu hal yang harus kamu tahu, kalo dia kecewa sama kelakuan kamu."

Jungkook mengangguk. "Aku tahu, dan sekarang aku mulai ngerasa gak cocok buat cewek sebaik Yeri."

Eunha terkekeh kecil. "Perjuangin kalo kamu emang bener - bener sayang sama dia."

"Nha, kalo misalnya aku mutusin Yeri demi kamu. Kamu mau nerima aku lagi?" Jungkook menarik salah satu tangan Eunha lalu mengenggamnya.

Eunha tertawa. "Jangan bercanda, gak lucu."

"Aku serius." ucap Jungkook dengan nada seriusnya yang membuat Eunha seketika menghentikan tawanya.

Eunha menghela napas. "Kamu yakin?"

Jungkook dengan cepat mengangguk. "Yakin, sangat yakin."

Eunha melepaskan genggaman tangan Jungkook. "Maaf, tapi aku tidak yakin untuk memberimu kepercayaan kembali."








Tbc

Cuma mau bilang next chap bakal diakhiri dengan kata "END"

Jangan lupa VoMent kawan.

Panti Asuhan [BTS X GFRIEND] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang