"Oi rambut panjang."
Saat panggilan itu diulang, aku sadar kalau yang berpenampilan dengan rambut panjang terurai di sini hanya aku. Memang sengaja, untuk menutupi bau darahku walaupun aku sebelumnya sudah melumuri diri dengan lapisan tebal lotion vampir. Walaupun kaget dan sebenarnya panik setengah mati, aku sudah memperhitungkan kemungkinan ini. Jadi ㅡyah, aku berbalik untuk menghadapi orang yang memanggilku. Sementara Lee Jeno? Lanjut masuk ke dalam Claret tanpa menunjukkan sedikitpun minat pada kami
Good. Memang seharusnya begitu.
"Ya?" tanyaku sesingkatnya.
Vampir itu, ahㅡ aku lupa namanya. Tentu saja dulu kami sering bertemu di Claret saat aku masih jadi vampir, memorinya tentang aku juga pasti sudah terhapus. Mata merahnya memicing menatapku sementara aku sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk.
"Orang asing, eh? China?" tanya orang itu.
"Ohㅡ bukan, aku dari luar Seoul. Bingung harus ke mana, jadi, yahㅡ" jawabku sambil menunjuk lorong remang menuju bagian dalam Claret.
Dia maju selangkah ke depanku, seakan-akan curiga. Kubalas dengan tatapan sok berani.
"Oh ya? Sendirian?" tanyanya lagi
"Ya. Sendiri."
"Hm..." gumamnya dengan mata terpejam sejenak. "Aneh, rasanya ada yang ganjil."
Aku mencelos. Sialan, ini bahkan baru di pintu masuk tapi aku sudah terancam ketahuan? Tidak, harusnya tidak secepat ini. Aku harus tetap tenang dan angkuh seperti tidak bersalah.
"Aneh apanya? Aku mau masuk," tukasku.
"Sebentar, kamu tau kan ini tempat apa?"
Aku tertawa meremehkan. "To fengári eínai o ílios mou, i nýchta eínai i méra mou," ujarku lirih.
Yang barusan kuucapkan adalah semacam kalimat jargon di tempat ini. Artinya sangat terdengar vampire-ish; the moon is my sun and the night is my day. Tulisan itu ada di dinding Claret, di ruangan utamanya. Kuharap dengan mengucapkan itu bisa membuat aku lolos dari vampir ini. Ahㅡ andai aku ingat namanya. Dan bodohnya lagi, aku lupa bertanya pada Jeno. Sial, bodoh bodoh bodoh.
"Apa lagi? Aku mau masuk," aku berkata dengan gusar.
Ia mengeratkan rahang sebelum akhirnya mengedik. "Oke, silakan masuk. Maaf."
Sambil rolling eyes aku melenggang meninggalkannya, menuju lorong yang menghubungkan bagian luar dengan ruangan utama bangunan Claret. Saat aku menginjakkan kaki di sini lagi setelah sekian lama, suara musik ala club terdengar nyaring. Sekitar puluhan atau bahkan ratusan vampir berkeliaran, sibuk sendiri. Banyak di antaranya yang membawa gelas berisi cairan merah ㅡya, darah.
Yang harus kulakukan sekaran adalah melangkah menuju pintu basement. Arahnya adalah di pinggiran ruangan besar menuju lorong sempit yang ada tangga tersembunyi di ujungnya. Aku ingat, itu tempat penyimpanan mereka yang rahasia ㅡsekaligus tempat menghukum vampir yang berulah.
Kulihat sekilas Lee Jeno mengawasiku dari balkon di lantai dua. Aku langsung buang muka dengan natural, lalu melanjutkan rencana. Bagian Jeno adalah mengalihkan perhatian seandainya aku terancam ketahuan. Well, semoga dia tidak perlu melakukan bagiannya. Aku tidak boleh ketahuan atau dicurigai.
Semua berjalan mulus, aku membaur dengan sempurna di antara para vampir. Bagaimanapun, aku gugup setengah mati. Tadi aku sudah bilang kan ada lorong menuju tangga sempit ke penyimpanan bawah tanah? Nah, aku sudah sampai di sini. Penerangannya minim sekali, sengaja, untuk menyembunyikan pintu di ujungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Werevamp ✓
FanfictionBukan cuma manusia yang bisa jadi vampire, vampire juga bisa jadi manusia lagi loh! Tidak percaya? Ikuti aku dan Lee Jeno, kami werevamp ㅡum, maksudnya werevamp dan calon werevamp. ©smallnoona 2018