14. curiousity

35.7K 8.3K 2.5K
                                    

Otakku memang mungkin sempat konslet saat sakit kemarin sampai bisa-bisanya terhanyut pada perlakuan Jeno. Setelah berpikir jernih, aku sadar betul kalau apa pun yang terjadi kami tidak boleh melanggar peraturan utama; dilarang saling menyukai. Karena itu nyatanya sangat berbahaya.

Pertama, kalau Jeno misalnya menyukaiku maka dia akan tersiksa karena menginginkan darahku tapi di saat yang sama tidak ingin menyakiti aku.

Kedua, kalau aku yang menyukai dia lebih berbahaya. Aku trauma dengan kisah ibuku. Walaupun kurasa Jeno tidak mungkin sebiadab itu, tapi siapa yang tahu? Mengerikan sekali membayangkan melahirkan bayi hanya untuk dibunuh.

Sudah sangat jelas, aku dan Jeno tidak boleh saling jatuh cinta.





"Hai Ron," sapa Renjun, seperti biasa langsung menguap begitu masuk paviliun.

"Hai, sleepyhead," aku menyapa balik. "Chenle mana?"

"Ng... mending kamu baca ini deh," kata Renjun sambil menyodorkan sebuah kotak yang tampak mewah padaku.

"Ini apa?"

"Baca aja deh."

"Maaf ya hari ini aku mau mau tidur sore. Katanya kamu suka macchiato jadi cokelat rasa macchiato ini sengaja kubeli buat kamu. Jangan marah ya, dan jangan kangen hehe. Lain kali aku nggak bolos lagi kok ㅡtapi nggak janji. Have a nice day Rongrong. Rongrong???"

Barusan adalah isi secarik memo yang ditempel Chenle di sekotak cokelat pemberiannya, kecuali kalimat paling akhir. Yang benar saja dia memanggilku 'Rongrong'? Sok akrab sekali mentang-mentang selama ini aku bersikap baik padanya.

"Agak geli sih, Rongrong. Tapi lucu juga," Renjun menimpali sambil tertawa kecil.

"Lucu apanya? Kenapa sih dia seenaknya absen, titip sogokan lagi?" omelku.

Renjun menghela nafas. "Aku lagi males ribut sama Chenle. Tadinya karena dia absen aku juga mau ikut-ikutan, tapi kasian juga kamu kalau kami berdua bolos. Maafin Chenle ya," ujarnya.

"Nggak ada maaf," sahutku sambil mengirim pesan kemarahan di k-talk untuk Chenle.

"Percuma, paling Chenle udah lagi tidur," kata Renjun melihat usahaku.

"Ck dasar," aku mendecih pada layar ponsel.

Memang aku tidak suka menjadi tutor begini, tapi kalau mereka malas-malasan dan bolos terus gajiku juga terancam. Aku butuh banyak uang untuk membeli informasi tentang adikku. Kerja sambilan seperti dulu sebenarnya bisa saja, tapi Jeno melarangku. Soalnya kalau kebanyakan kerja nanti akan sulit bepergian dengannya.


"Daripada belajar bahasa, mending gantian kamu yang belajar dari aku. Mau nggak?" tawar Renjun. Mulai ngaco.

"Jangan mulai, Huang Renjun," gelengku.

"Belajar main pubg?"

"Nggak perlu."

"Belajar naik hoverboard deh?"

"Nggak mau."

"Um... Belajar anatomi Jeno?"

"Ck- itu lebih nggak penting!"

"Wah, kamu udah ahli anatomi Jeno?" Renjun terbelalak, entah pura-pura takjub atau sengaja meledek.

"Ish, Jeno bukan serangga. Buat apa dipelajari anatominya?" decakku.

"Kan cewek-cewek suka bikin anatomi orang yang mereka suka. Misalnya 'mata yang menatapku penuh cinta', 'hidung lancip mempesona', 'bibir yang lembut dan..."

Werevamp ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang