Sudah kuduga, Lee Jeno memang tidak bodoh tapi sebenarnya rencananya tidak terlalu matang. Dia sudah membawaku bertemu orang dalam agensi ini tadi, dan aku sudah ditanya hal-hal standar seperti nama, umur, dan pendidikan. Orang yang menanyaiku tampak kaget saat tahu aku masih pelajar yang hampir lulus. Dia menyuruhku keluar lalu gantian Jeno yang disuruh masuk.
Si banyak gaya itu sekarang sedang dimarahi ㅡsepertinya begitu dari yang samar-samar kudengar. Lagian dia itu terlalu sesumbar mau memberiku pekerjaan, memangnya dia siapa? Di perusahaan ini posisinya hanya pekerja biasa.
Aku terperanjat saat pintu terbuka. Yang keluar hanya Jeno, langsung nyengir padaku.
"Sekarang apa?" aku melipat tangan di depan dada.
"Sst, diem," bisik Jeno sambil menaruh telunjuknya di bibirku. "Diem, pokoknya kita ceritanya pacaran."
"Ish," desisku kesal. "Aku pulang aja ya? Daripada buang-buang waktu mending cari kerja sambilan lain."
"Eit, tunggu dulu," Jeno menjegal pergelangan tanganku. "Jangan gitu dong, kita belum selesai."
"Belum selesai apanya? Jelas-jelas nggak ada kerjaan buat aku di sini. Kamu ternyata cuma ngarang?" omelku.
"Ehem."
Suara dehaman dari pintu yang baru dibuka menghentikan perdebatan kami. Tangan Jeno yang tadinya menjegal kasar pergelangan tanganku dengan luwes langsung pindah ke pundakku. Ia merangkulku mendekat sampai kami benar-benar berhimpitan.
"Jadi ada kan? Kerjaan buat pacarku?" tanya Jeno santai pada lelaki tinggi kurus yang memakai nametag khusus staff.
Sumpah, aku masih geli tiap Jeno menyebut kami pacaran walau cuma pura-pura. Tapi bagaimana lagi, aku hanya bisa ikut cengengesan dalam rangkulannya. Seseorang, mau tukar posisi sementara?
"Tunggu di ruangan ini sebentar," perintah orang itu. "Dasar anak-anak."
Setelah orang tadi pergi, Jeno berdecak.
"Wow, kita di suruh masuk ruangan itu. Cuma berdua lagi. Nggak salah?"Aku menatapnya datar.
"Apa pun yang ada di pikiranmu sekarang, stop. Aku bukan cewek-cewek kayak di club yang gampang kemakan rayuan cowok."Sementara aku masuk ke dalam ruangan, Jeno terkekeh sambil mengikutiku. Dia sengaja duduk di hadapanku lalu menopang dagu. Aku tahu dia tampan, padahal tidak usah pamer begini.
"Masa? Emangnya aku mikirin apa? Sok tau?" cibir Jeno.
"Pasti yang nggak-nggak kan? Semua cowok itu sama aja."
"Beda, aku cowok yang berpikiran iya-iya," kata Jeno sambil merogoh sakunya. "Padahal yang ada di pikiranku mau kasih kamu ini."
Dengan gengsi kutatap kemasan gummy bear di tangannya. Kenapa sih anak ini random sekali?
"Kenapa? Nggak mau? Aku tau kamu suka ini. Hampir tiap pulang sekolah aku liat kamu makan gummy bear," kata Jeno.
Sejenak aku menatap mukanya yang tidak pernah menunjukkan rasa bersalah.
"Ck, dasar stalker," decihku sambil mengambil permen di tangannyaJeno tertawa kecil.
"Nah gitu dong, daripada judes terus mending makan permen.""Aku bukan judes, cuma nggak mau buang-buang waktu untuk hal yang nggak pasti," ralatku. "Harusnya kamu jangan gegabah kasih penawaran yang nggak pasti gini."
"Iya maaf Lee Sharon, maaf," sahut Jeno.
"Selalu minta maaf," desahku. "Tapi diulangi lagi bikin emosi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Werevamp ✓
FanfictionBukan cuma manusia yang bisa jadi vampire, vampire juga bisa jadi manusia lagi loh! Tidak percaya? Ikuti aku dan Lee Jeno, kami werevamp ㅡum, maksudnya werevamp dan calon werevamp. ©smallnoona 2018