Sejak ada sistem sekolah di dunia, orang-orang sering menganggap masa SMA itu salah satu momen paling indah seseorang. Kurasa itu sama sekali tidak berlaku sekarang. Sekolah sangat melelahkan saat ini, menguras tenaga. Apalagi untuk orang yang harus kerja paruh waktu seperti aku.
Masa-masa paling indah apanya? Lebih pantas disebut masa-masa penyiksaan."Beautiful~ Just the way that you would look at me~~"
"Astaga! Ya ampun Lee Jenㅡ"
"Ssst, jangan sebut nama. Artis nih," dengan kalem Jeno meletakkan telunjuk di bibirku. "Was so much I’d never want to leave~~"
Aku hanya bisa menggerutu melihat dia lanjut bersenandung lagi dengan santainya. Bagaimana aku tidak kaget? Tiba-tiba ia berjalan menjajariku, mendekatkan telinganya ke telingaku yang disumpal earphone.
"Bagi satu dong," ujar Jeno sambil seenaknya mencabut earphone di telinga kananku.
"Mau apa sih ke sekolahku?" kuhardik Lee Jeno.
"Masa kurang jelas yang aku bilang waktu itu?" tanyanya, dalam satu detik sudah pindah tepat di depan hidungku. "Atau kurang deket?"
"Ishㅡ minggir!" aku mendorong pundaknya.
Jeno terkekeh puas, sudah di seberang ruangan lagi. Meski begitu, aroma nafasnya yang seperti segar masih sangat terasa di hidungku. Dia ternyata pantang menyerah juga, padahal aku tidak ramah.
"Lain kali nggak usah ke sekolah. Kalau ada yang liat gimana?" ujarku.
"Gimana ㅡgimana? Ya nggak gimana-gimana. Ini lagian sekolahku juga," jawab Jeno enteng.
"Dulu. Sekarang udah nggak," tandasku. Ya, Lee Jeno dan teman-teman artisnya kan sudah drop out.
"Oke. Dulu. Kita pernah satu angkatan, tapi aku baru tau kamu werevamp belakangan ini," Jeno memelankan suaranya, nyaris berbisik.
"Aku masih heran kenapa kamu bisa tau. Kemampuan stalker tingkat tinggi," ujarku.
Jeno tersenyum.
"Apa pun. Asal aku bisa jadi manusia lagi," ucapnya lirih.Sebenarnya kadang aku heran kenapa Jeno begitu benci vampir. Maksudnya, dia pasti punya alasan lain yang lebih kuat selain hanya sekedar tidak suka minum darah dan hidup selamanya. Entahlah, mungkin hanya perasaanku.
Kami berbagi earphone sampai tiba di rumah sewaku yang butut. Setelah beberapa kali, aku sudah agak terbiasa dengan sikap Jeno yang sok akrab. Terlalu dingin mengobrol di luar, jadi kami masuk ke rumah.
"Kamu suka banget Day 6 ya?" tanya Jeno melihat sekeliling kamarku. "Apa bagusnya? Cuma band."
"Apa? Peraturan di rumahku, dilarang menghina Day 6," tukasku. "Karena udah telanjur menghina, sekarang kamu push up!"
"Hah??" Jeno mengernyit.
"Push up, cepetan," aku menunjuk lantai.
"Kamu bercanda kan? Yang bener ajaㅡ"
"Aku serius, Lee Jeno," ucapku. "Push up atau pulang aja sana?"
Mendengar kalimat keduaku Jeno langsung tiarap dengan sombongnya di lantai kamar.
"Mau berapa kali?""Seratus," jawabku.
"Apa??!"
"Kamu kan vampir jadi segitu sih bukan apa-apa, iya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Werevamp ✓
FanfictionBukan cuma manusia yang bisa jadi vampire, vampire juga bisa jadi manusia lagi loh! Tidak percaya? Ikuti aku dan Lee Jeno, kami werevamp ㅡum, maksudnya werevamp dan calon werevamp. ©smallnoona 2018