11. bedrest

35.9K 8.4K 1.7K
                                    

Lembap, basah.








Kepalaku rasanya agak pusing dan ada perasaan aneh lain yang biasa kita sebut 'tidak enak badan'. Sesuatu yang lunak, lembap, dan basah itu menyentuh rahang dan daguku. Seperti lidah? Lidah siapa?

"Kucing...?" suara parau keluar dari mulutku saat melihat kepala abu-abu tepat di depan mukaku. Dia si Kucing, kucingku.

"Astagaㅡ heh Kucing! Udah dibilangin jangan nakal, kamu kira ini lagi drama Sleeping Beauty?" datang-datang Lee Jeno sudah mengomel ㅡsebentar, dia sungguhan Jeno??

"Jeno?" gumamku lagi, mataku panas dan sulit terbuka lebar.

Si pemilik nama tersentak saat sedang menjauhkan Kucing dariku. Matanya langsung tertuju padaku.

"Akhirnya bangun juga, udah mendingan?" tanya Jeno, memegang handuk basah yang mengompres keningku.

"Mendingan... apanya?" tanyaku kebingungan ㅡmemang aku kenapa?

Jeno mengambil handuk dan memerasnya di baskom berisi air.

"Kamu demam tau. Mungkin gara-gara beberapa hari belakangan kita sering keluyuran malem-malem, udaranya dingin, ditambah tadi malem ketiduran pake baju basah," ujarnya.

Sebisa mungkin aku mengingat sambil melihat sekeliling. Ini kamar tempat aku membaringkan Jeno. Seingatku aku ketiduran di lantai saking lelahnya, setelah memastikan Jeno baik-baik saja dan tinggal menunggu siuman. Tapi sekarang malah aku yang terbaring di kasur? Dikompres pula? Aku sakit?

"Ini hari apa? Dan kenapa kamu kayak orang gila?" tanyaku.

Bagaimana tidak kuanggap gila, Jeno masih hanya memakai celana renangnya ditambah selimut yang diikat di leher ㅡseperti superman. Versi tidak waras.


"Orang gila?? Sebelah mana gilanya??" dia tidak terima.

"Coba ngaca sana. Oh iya, ini hari apa?" ulangku.

"Selasa. Kenapa?"

"Apa? Jadi kamu pulih dalam satu hari?" tanyaku, tenggorokanku sampai sakit saking kagetnya.

"Iya. Dan kamu malah sakit," Jeno tersenyum miring. "Waktu aku siuman, kamu langsung kupindah ke kasur. Tapi maaf bajumu nggak aku ganti walaupun basah."

"Hehㅡ ya emang nggak boleh!"

"Kan, malah galak. Iya, sama-sama," kata Jeno.

Aku diam saja tanpa berterima kasih, menatap Jeno yang memangku Kucing di tepian kasur. Dia benar, aku merasa demam. Tapi melihat Jeno baik-baik saja, jujur aku sangat lega.

"Terus... kenapa kamu masih nggak pake baju? Malah pake selimut gitu ㅡkayak orang gila," komentarku.

"Ck- orang sakit, harusnya aku yang tanya ke kamu bajuku di mana? Udah kucari kemana-mana tapi nggak ada. Untung vampir nggak bisa masuk angin," omelnya.

"Tapiㅡ kenapa harus digituin sih selimutnya?"

"Kenapa? Oh- kamu lebih suka nggak ada selimut ya biar liatnya lebih leluasa??"

Sialan. Semoga pipiku tidak memerah menahan rasa malu. Maksudnya lihat apa? Dasar menyebalkan.

"Nggak usah berasumsi yang aneh-aneh. Aku cuma risih liat penampilanmu," ujarku sambil mendudukkan diri.

"Ehㅡ mau ke mana?" Jeno gelagapan melihat aku agak oleng.

Sejenak aku mengerjap untuk menyesuaikan keseimbangan tubuh.
"Cari baju kamu. Perasaan kemarin ada di kamar ini kok."

Werevamp ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang