"Dimsum.""Udon, please."
"Dimsum aja."
"Bosen ah. Udon."
"Dimsuuuuum!"
"Udㅡ"
"Hey, malah berisik?!"
Si Dimsum dan Udonㅡ ah, maksudku Chenle dan Renjun, berhenti berdebat karena kusela barusan. Mereka menatap aku yang bersidekap dengan alis bertaut. Ini pertemuan terakhir tutor bahasa. Kami lapar, tadinya aku mau memasak untuk mereka tapi katanya mereka takut keracunan. Dasar.
"Makanya dimsum aja, tempat itu selalu tutup tiap aku mau beli kan! Rasanya kayak apa sih? Penasaran tau," kata Chenle.
"Ya kayak dimsum. Udah deh, udon lebih enak," Renjun masih tidak mau kalah.
Aku geleng-geleng lagi. "Ck- kenapa nggak beli dua-duanya aja? Kalian seneng banget berdebat buat hal nggak penting."
"Kamu yang bayar?" tanya Renjun tanpa basa-basi.
"Lohㅡ kok aku???" aku menatap mereka bergantian. Keduanya cuma tersenyum jahil.
"Cepetan, lapar nih," desak Chenle.
"Ishㅡ ya udah deh. Kalian boleh delivery apa aja, tapi jangan terlalu mahal," ujarku akhirnya.
Renjun dan Chenle tos sambil berseru heboh. Dua barongsai itu langsung kompak padahal tadi berdebat seru.
"Kamu mau makan apa?" tanya Chenle padaku.
"Terserah kalian, aku bisa makan apa aja," jawabku. Bahkan aku pernah jadi pemakan darahㅡ dulu.
"Oke~"
Chenle mengotak-atik ponselnya lagi. Karena kami sudah selesai, jadi tinggal makan-makan dan acara bebas saja. Kami di rumahku. Di ruangan paling depan dengan pintu terbuka lebar. Kucing-kucingku berkeliaran dengan bebas dari dalam ke luar rumah.
Duo barongsai sibuk membicarakan pacar barunya Chenle ㅡaku tidak tahu siapa cewek itu, tapi mereka panggilan sayang dari Chenle tentu saja Carpule, singkatan pacar punya Chenle. Sementara itu diam-diam aku melamun. Ngomong-ngomong soal pemakan darah, ini sudah hampir seminggu sejak Jeno kutinggalkan di rumah mewah terbengkalai untuk bertransformasi. Hampir tiap hari aku susah tidur saking gelisahnya. Kira-kira apa yang terjadi padanya sekarang?
"Musim panas gini harusnya liburan ke pantai," celetuk Chenle.
"Bukannya malah tambah panas ya? Sinar mataharinya langsung kena kulit," sahutku, sekedar ikut mengobrol daripada mereka curiga.
"Tapi kan seru. Daripada nggak ke mana-mana. Kamu nggak cahaya matahari? Kayak vampir aja."
Chenle cengengesan sementara aku reflek bertukar tatap dengan Renjun. Seolah-olah berpikiran sama; curiga Chenle tahu kalau aku werevamp. Tapi itu terlalu tidak mungkin. Pasti anak itu cuma kebetulan teringat pada vampir karena kami membicarakan cahaya matahari.
"Numpang ke toilet dong," kata Chenle lagi. "Kebanyakan minum jadi kebelet."
"Lurus aja, nanti keliatan kok di dekat dapur ada kamar mandi," aku menunjuk lorong rumahku.
"Oke."
Setelah meneguk jus jeruknya sampai habis, Chenle beranjak dari karpet. Dia berjalan ke lorong sesuai petunjuk dariku. Sebelum aku sempat membuka topik pembicaraan dengan Renjun, perut kami sudah bersuara duluan. Secara bersamaan.
![](https://img.wattpad.com/cover/146786855-288-k331038.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Werevamp ✓
FanfictionBukan cuma manusia yang bisa jadi vampire, vampire juga bisa jadi manusia lagi loh! Tidak percaya? Ikuti aku dan Lee Jeno, kami werevamp ㅡum, maksudnya werevamp dan calon werevamp. ©smallnoona 2018