37. river side

27.2K 6.3K 1.4K
                                    


Saking kagetnya, aku sampai bingung bagaimana harus bereaksi terhadap pengakuan Jeno barusan.

Sejak awal, aku menganggap dia baik walaupun kelakuannya kadang arogan dan semena-mena. Dia sangat perhatian, pintar, dan loyal. Apa lagi setelah jujur tentang Jinsoo, sikapnya padaku makin bersahabat. Sudah lama aku tidak punya teman dekat. Kukira Jeno bisa jadi teman dekatku. Tapi nyatanya?

Baiklah, kalau mungkin Jeno pernah berniat buruk, itu masa lalu. Dia sudah mengakuinya dan menyesal. Aku sangat menghargai itu. Kejujuran kadang butuh keberanian yang sangat besar. Tapi kekecewaan di hatiku tidak bisa lenyap secepat itu. Kurasa sementara ini Jeno jangan menampakkan diri dulu di depanku.









"Halo? Renjun, kamu di mana?" aku menghubungi Renjun.

"Kamu bisa ketemu sekarang?" tanyanya.

"Bisa. Di mana?"

"Um... di pinggir sungai? Sambil mancing. Mau kan?"

"Oke. Aku ke sana sekarang."

Renjun menutup telepon setelah bilang sampai bertemu di sungai. Aku naik taksi sebelum Jeno berhasil menemukanku lagi, langsung menuju sungai Han. Sebenarnya aku tidak bisa dan tidak suka memancing, tapi masa bodoh lah. Yang penting jangan kembali ke rumah karena mungkin Jeno ada di sana.

Ternyata Renjun sampai duluan, katanya dia yang menyewa alat-alat pancing lalu menungguku di dekat pepohonan dekat kios sewa. Nah, itu Renjun. Dia juga sudah melihatku dari jauh.

"Wow, beda banget dari biasanya," dia tersenyum meledek. "Tapi salah kostum banget juga."

Kutatap Renjun yang memakai setelan olahraga dilengkapi jaket dan topi. Dia benar, bajuku sama sekali tidak cocok untuk memancing ikan. Lebih cocok memancing lelaki.

"Aku nggak dari rumah, nggak sempat ganti baju dulu," sahutku.

"Oh, pantesan," angguk Renjun tanpa banyak tanya. "Yuk, cari tempat yang enak buat mancing."

Kami berjalan menelusuri jalan setapak yang terhubung dengan tepian sungai. Sudah ditandai beberapa titik untuk pemancing. Selain kami, semuanya bapak-bapak. Rata-rata membawa perbekalan, bahkan ada yang sudah mendirikan tenda kecil.

"Nah, di sini aja. Agak jauh dari yang lain jadi ikannya nggak bingung," kata Renjun.

Terserah dia saja lah. Aku membantu membentangkan alas duduk lalu memegang pancing dengan kaku. Cara kerja benda ini saja aku tidak tahu. Renjun tertawa melihat aku kebingungan.

"Sini," dia mengambil pancingan dari tanganku, lalu memberikan miliknya yang sudah dipasang kail dan dilempar ke sungai.

Kupegang pancingan itu kemudian menonton Renjun memasang umpan di kail lalu melemparkannya jauh ke tengah sungai. Langit sudah gelap, tapi bulan sedang terang jadi sungai tampak indah keperakan.

"Kenapa? Kok tumben diem terus?" ujar Renjun.

Aku menggeleng. "Bukan apa-apa. Katanya kamu mau bilang sesuatu. Apa?"

Renjun melempar tatap sejenak ke tengah sungai sebelum menatapku lagi. Matanya selalu tampak misterius dan menyimpan banyak hal yang rumit. Kira-kira kejutan apa lagi yang akan kuterima sekarang?

"Well... Ini nggak terlalu penting sih, tadi aku udah bilang," ucapnya. "Tapi siapa tau kamu penasaran, jadi rasanya dosa kalau aku nggak ngaku hehe."

"Apa sih? Ayo bilang sekarang," desakku.

"Aku udah lama tau tentang koloni vampir di kota ini. Bahkan aku pernah berteman sama vampir dulu, dia udah lama pergi dari Seoul sih. Soalnya takut koloninya tau tentang aku," kata Renjun.

Werevamp ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang