❃1➻Oppa Spanyol

1.1K 102 88
                                    

"Mohon maaf sebesar-besarnya, ananda Selena Rumaisha Balqis tidak dapat mengikuti permainan. Dengan begitu, silahkan saja anda-anda bermain tanpa saya," ujar gadis manis yang mencepol rambutnya tengah berbahasa formal, ia seolah sedang menolak ajakan resmi dari pemerintah.

"Gaya lo udah kaya dipentingin banget," cibir Brisa sambil berlalu ke lapangan dan menghampiri Kaila.

"Ehe, gue emang penting bagi Kim Mingyu."

Priiiiiiittttt, suara peluit itu dihasilkan anak lelaki yang berperan sebagai wasit. Hal itu telah berhasil membuat permainan sepak bola dimulai. Ada dua tim, dimana terdapat dua gadis yang terbilang berani ikut serta di dalamnya. Itu Kaila dan Brisa.

"Gen, kasih oper ke cewek!" teriak si pelindung kelas, anak nakal yang hanya bisa lembut pada perempuan. Dia Zaidan.

Orang yang disebut Gen itu mengikuti perintah si ketua. Dia mengopernya pada Kaila, namun yang namanya perempuan, bukannya menerima bola, ia malah jongkok dan tutup telinga guna melindung kepala dari bola. Alhasil bola itu menggelinding ke luar lapangan.

"Eh, gimana, sih, lo, malah jongkok. Katanya mau main. Ganti aja sama Balqis, lo, mah nggak serius."

"Woi, Anoa! Lo nendangnya kayak yang dendam gitu sama gue. Pelanin dikit, elah. Gue di tim lo, bukan musuh tim lo! Jadi nendangnya pake perasaan," pekik Kaila tidak terima atas aksi protesnya Genta.

Sedangkan di sisi lapang, Balqis yang bernama depan Selena itu sedang terkekeh ria mendengarkan perdebatan para teman-temannya. Ia berdiri untuk mengambilkan bola, karena kebetulan bolanya menggelinding ke sisi kanan dekat tempatnya duduk.

Zeidan yang paling dekat dengan Balqis datang menghampiri. "Aqis, nggak main? Tumben."

"Nggak, ah, mager, cuacanya panas. Lagian badan gue lagi sakit-sakit bekas latihan basket kemarin," jelas Balqis dengan bola yang sudah berpindah tangan pada Zeidan.

"GWS, ya, Qis." Zeidan berlalu ke lapangan dan melanjutkan permainan.

Balqis kembali duduk dan memperhatikan jalannya permainan. Kadang ia menjerit untuk menyemangati temannya. Kadang ia juga tertawa kala mendengar jeritan perusak gendang telinga dari Kaila yang terkena tendangan bola dan tawa penuh kepuasan dari Brisa.

Tak lama dari itu, tiba-tiba datang segerombol anak lelaki dari kelas lain. Permainan bolanya jadi terhenti.

"Kuy, lawan kelas seberang," ujar Zeidan. "Kai, Mbris, lo pada mainnya udahan dulu, ya. Mau lawan kelas 11 IPA-3. Lagian ini juga panas, entar kulit kalian pada gosong."

"Putihnya gue permanen, kok, Dan," sombong Kaila.

Brisa memiting leher Kaila. "Sini gue cet, biar kulit lo makin putih."

"A-ah, bengek gue, Mbris." Leher Kaila disiksa selama perjalanan menuju sisi lapang. Sebenarnya tidak sakit, hanya Kaila-nya saja yang berlebihan.

"Gimana, Kai? Enak, nggak, di cium bola?" Tangan Balqis dilipat di dada dengan kaki yang numpang di kaki lainnya.

"Bodo amat, Qis. Si Genta minta disantet. Nendang bola ngarahnya malah ke kepala. Gimana kalo kepala gua cedera? Terus nanti nggak bisa mikir? Terus gua jadi bodoh. Kan, nggak elite!" cerocos Kaila setelah lepas dari jeratan Brisa.

Balqis malah tertawa puas. "Lo nggak pernah elite."

"Tau, ah! Udah nonton, tuh ada cogan," ujar Kaila sambil fokus ke arah lapang dengan tangan yang menggibas-gibas wajah yang memerah karena panas. Kini ia sudah mengambil tempat duduk di samping Balqis.

"Ganteng, sih. Tapi tetep gantengan Azka! Dah, ah, Mbris mau ketemu pacar dulu. Dadah, Mbris nggak akan kangen kalian," pamitnya dengan cengiran juga semangat bertemu sang pacar.

•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang