Balqis melamun dengan earphone yang terpasang di pendengarannya. Ia berada di perjalanan untuk menuju vila dengan mobil yang dikendarai Bastian. Baskara dan Balqis duduk di jok tengah yang diantara mereka terdapat Amoy yang sedang asyik tertidur. Kepala Amoy di paha Balqis dan kakinya di paha Baskara. Menggemaskan, mereka seperti keluarga muda beranak satu.
Kini Balqis sedang dikuasai lamunannya dengan tangan yang mengusap kepala Amoy. Sebenarnya ia sedang terkejut, Niona ikut berlibur dengannya kali ini. Entahlah, keberadaan Niona membuat Balqis terdiam dan tidak mau mengatakan apa pun.
Balqis melirik Baskara. Sebenarnya, hubungan kalian itu apa? Kenapa lo sempet ngejauhin gue buat Niona? Mantanan? Tapi namanya Kai, bukan Niona. Cuman teman? Ah, jadi kepo sejarahnya.
"Apa?" Baskara sadar tatapan itu, sempat ia biarkan, namun tatapan Balqis yang sekarang berbeda dari biasanya. Apa gadis itu sedang banyak pikiran?
Sadar Baskara melirik Balqis, gadis itu langsung menengokkan kepala ke arah jendela dengan cepat. Ia hanya diam dan tidak menjawab Baskara. Entah kenapa mulutnya terkunci dan malas berbicara.
Pikirannya berlari ke Niona. Karena adiknya itu, Balqis bisa ikut. Adiknya itu yang membawakan baju Balqis untuk pergi berlibur. Ia tidak tahu alasan Niona mau membawakan bajunya dengan kebahagiaan dan semangat. Saat Balqis bertanya mengapa bisa ikut, ternyata Baskara yang mengajaknya.
Tanpa sadar pipi Balqis mengembung dan sedikit merutuk dalam hati. Namun kini, dirinya mengantuk. Lebih baik tidur daripada merasa kesal tanpa sebab. Ia bersandar pada jendela dan tidur dengan mudah.
Lain halnya dengan Baskara yang hanya bisa menebak-nebak arti dari ekspresi Balqis. Anak itu diam terus, saat diam, artinya dia ada sesuatu. Padahal biasanya banyak bicara.
"Biasa aja liatin Balqis-nya," ujar Bianca yang sejak tadi memperhatikan keduanya. Lucu juga, mereka saling curi-curi pandang.
"Apaan, Mom!"
═❖•♡•❖═
Menghirup udara segar karena ada di daerah pegunungan, Balqis tersenyum senang. Sepertinya ia akan banyak menghasilkan foto yang bagus.
Setelah berkemas di vila yang nyaman, semuanya berjalan-jalan di desa karena Bianca menyuruh anak-anak membagikan beras ke setiap rumah warga, itu sudah jadi kebiasaan Bianca dan Bastian yang selalu berbagi. Keduanya sangat berhubungan baik dengan orang-orang desa.
"Oh, kamu, kan, anaknya Neng Bianca?" tanya wanita berumur yang sudah berkeriput.
Senyum Baskara mengembang. "Iya, nek. Aku Baskara."
"Uh, udah besar kamu, ya. Ganteng juga. Baiknya nurun dari orang tua kamu. Bangga nenek, bisa liat kamu udah besar gini."
Balqis hanya diam dengan senyum yang terpasang. Baskara-nya itu sangat mudah menarik hati, tak heran banyak orang yang menyukainya, bahkan dirinya sendiri terjerumus dalam hal itu. Cemburu? sedikit Balqis alami, namun sering ia abaikan karena yang ada di sisi Baskara adalah dirinya, bukan orang lain.
"Neng ini siapa?"
Baskara tersenyum. "Ini Selena, nek. Pacarnya Baskara."
Senyum malu Balqis terbitkan di wajahnya, ia menarik jaket Baskara pelan sebagai peringatan untuk tidak bicara sembarangan.
"Cocok, kan, nek?"
"Iya, neng Selena-nya cantik. Pasti pilihan kamu tepat."
"Oh, iya, dong, nek," bangga Baskara.
Balqis tak bisa menahan perasaan senangnya. Ada orang lain yang memanggilnya Selena. Senyum pun tercetak indah karena perasaannya menghangat. Ia jadi teringat Eyangnya. Entahlah, kebahagian Balqis bisa timbul begitu saja saat ada orang yang memanggilnya Selena. Jika tidak ada Baskara, apakah masih ada orang yang mau memanggilnya Selena tanpa ia minta? Entahlah, mungkin memang Tuhan yang mengirim Baskara untuk mengurus kebahagiaan kecil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...