Pandangan Balqis tertuju pada Baskara. Lelaki itu sedang duduk di bangku yang mengarah pada pemandangan. Balqis merasa bingung, karena setelah pulang dari danau, mereka cukup canggung. Ia ingin menghampiri Baskara, tapi untuk apa? Balqis tidak memiliki alasan jika Baskara bertanya untuk apa Balqis menghampirinya, namun anehnya langkah kaki itu terus maju dan mengantarkan dirinya pada Baskara.
"Oy," Balqis naik hingga berdiri di bangku dan mendudukkan dirinya di samping Baskara.
Kepala Baskara menoleh dan melemparkan senyumnya pada Balqis selama sesaat.
"Jangan ngelamun. Gue kira lo lagi kerasukan."
"Nggak, tuh, cuman ngantuk aja."
"Cih, plagiat kalimat." Balqis menghela napas. Ia ikut menikmati segarnya udara dan indahnya pemandangan. Sepertinya Baskara sedang tidak mau bicara.
"Bara." Tapi sayang, kali ini Balqis sangat ingin banyak bicara. Mungkin tak apa jika ia mengganggu lelaki itu.
Baskara menoleh dan menaikan alisnya. Namun yang ia lihat adalah Balqis yang tiba-tiba cemberut. Ada apa lagi dengan gadis itu?
"Jangan diemin gue."
Baskara terdiam sesaat, namun setelahnya senyum pun terbit. tangannya terangkat dan mengacak poni Balqis. "Siapa yang diemin lo?"
"Lo. Gara-gara obrolan kemarin, kan? Lo jadi ngelamun terus." Balqis sedikit menyesal saat mengatakan jika Niona adalah adiknya. Tapi, cepat atau lambat, pasti Baskara akan tahu.
"Ada yang gue khawatirin, Sel. Tapi .... sekarang nggak lagi." Sebenarnya Baskara sudah tahu sejak lama mengenai hubungan Balqis dan Niona yang disembunyikan.
Saat pertama kali mengantar Balqis pulang, ia merasa tak asing pada jalan rumahnya, dan Baskara ingat jika dulu ia pernah mengantar Niona pulang. Lama ia perhatikan, dan benar saja, dugaannya tepat sasaran. Jalan yang sama dan rumah yang sama, lantas ia menebak hubungan keduanya. Bahkan untuk memastikan, Baskara sampai rela mengantar Niona pulang di saat dirinya menjauh dari Balqis. Ya, mengantar Niona pulang hanya untuk mengetahui kepastian dugaannya itu, tidak lebih. Tapi Niona keteterusan meminta pulang bersama, tapi tidak lagi setelah Alteza hadir di samping gadis itu.
"Apa yang lo khawatirin?" Bingung Balqis dengan tangan yang bergerak merapikan poninya.
"Gue tau, lo orangnya nggak enakan. Habis lo tau kalau adek lo mantan gue, gue jadi mikir .... Apa lo masih mau sama gue?"
Tatapan Balqis terpaku pada Baskara yang tidak menatapnya. Baskara Alby Daylon, seseorang yang sempurna, tampan dengan harta yang melimpah. Itu penilaian di mata Balqis, dan mungkin gadis-gadis lain yang mengagumi Baskara. Entahlah, Balqis bingung, mengapa orang seperti dia mau bersama orang seperti Balqis. Awalnya, ia tidak mau dengan Baskara yang sempurna, karena sewaktu-waktu atau kapan saja, Baskara bisa meninggalkan Balqis yang jika patah hati tidak bisa sembuh dengan mudah. Perasaan itu timbul karena Balqis merasa dirinya banyak kekurangan yang bisa dijadikan alasan orang lain meninggalkannya.
Tapi melihat Baskara yang mengkhawatirkan situasi ini, rasanya hati Balqis tersentuh. Meski terkadang, rasa takut itu hadir. Ia takut ditinggalkan lagi saat hatinya menyimpan cinta yang tak mudah hilang. Namun Balqis akan mencoba memberikan kepercayaan penuh tanpa adanya keraguan.
"Gue selalu berharap ada sesuatu yang bisa bikin gue ngehapus kekhawatiran. Gue kira, cuman gue yang khawatir. Taunya, lo ngekhawatirin hal yang sama .... Apa hari ini lo masih bertahan sama gue? Setiap hari hati gue nanya itu, Bar. Karena itu, tergantung sama lo."
Baskara menoleh dan menatap mata yang mengarah padanya. Mata itu indah, dan sekarang tidak menghindari tatapannya. Balqis tak mengalihkan tatapannya saat Baskara melihatnya. Lo ngeliat gue, Sel. Entah mengapa Baskara senang karena hal itu. Senyum pun terpatri di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...