❃14➻My Girl

453 53 16
                                    

Pagi sekali, Balqis menemani Kaila menjaga gerbang sesuai jadwalnya. Namun tujuan terselubung Balqis diam di gerbang adalah mencegat lelaki yang paling ingin ia hindari. Ponselnya harus segera ia bawa. Balqis tidak rela ratusan video Mingyu yang ia klaim sebagai sang suami lenyap begitu saja hanya karena ponsel itu hilang.

Sialnya, utuk sekarang Balqis benar-benar mengharapkan lelaki itu. Semoga saja memang ada di tangan Baskara. Tapi sebagian kecil hatinya tidak ingin juga jika ponsel itu ada pada Baskara. Ia takut lelaki itu macam-macam dengan ponselnya.

Baskara datang pagi dan melewati Balqis begitu saja.

"Qis, itu Bara. Semangat! Semoga lo selamat," seru Kaila dengan wajah yang meledek. Ia sangat puas membuat sahabatnya kesal, tentu dengan menyindir video Balqis yang menangis di pohon dan masalah ponsel yang masih berstatus hilang.

Gadis berponi itu menghirup napas dengan serakah dan melangkahkan kakinya menghampiri lelaki beralis tebal itu seperti seseorang yang mengumpulkan keberanian untuk uji nyali. "Bara."

Terpanggil, langkah Baskara terhenti ketika Balqis memblok jalannya. Ia tahu tujuan gadis itu apa.

"HP gue ada di lo, kan?"

"Entah."

"Ih, serius. Pasti ada di lo. Kembaliin, mana?"

"Ogah."

Balqis mendongak, ia menatap tajam mata Baskara. Namun ketika Baskara balik menatapnya tajam, Balqis memejam sesaat dan menatap semut yang tengah baris-berbaris di tiang yang berdiri di dekat Baskara.

Harus, kah, Balqis memelas? ketika ia menginginkan sesuatu, Balqis selalu menunjukan wajah imutnya pada Raka, Genta, atau Zeidan, dan nyatanya itu berhasil pada mereka.

"Balikin, dong. Gue yakin kalau lo itu masih mampu beli sendiri. Lo tau, nggak perjuangan gue buat beli HP itu? Nggak, kan? Gue nggak ada niat ngasih tau juga, sih. Gue juga nggak mau sombong, tapi gue harus bilang kalau gue harus rajin nabung buat beli itu benda. Belinya pake uang sendiri, loh. Jadi balikin sekarang. Gara-gara lo, kemarin gue hampir mati kebosanan. Semua video yang gue download ada di situ. Lo juga nggak tau, kan, perjuangan gue nyuri hotspot Kaila buat download video itu? Itu, tuh, super-duper susah. Jadi balikin, ya?"

Baskara mendengarnya. Ia mengangkat kecil sudut bibir kanannya. "Gue balikin, asal lo dateng ke pesta Amoy."

Balqis langsung mendongak dan berdecak kemudian. "Gue nggak ada kado. Lagian ngedadak banget. Gue, kan, nggak ada persiapan!"

"Nggak perlu bawa kado. Ada waktu dua jam dari pulang sekolah buat lo siap-siap."

"Iiiii .... gue bakalan bingung mau ngasih apa! Masa nggak ngasih? gue yang malu, lah."

Baskara berdecak. "Dateng aja. Gue bakal siapin kado yang bakal lo kasih ke Amoy."

Balqis mengerjap. Otaknya berpikir cepat. "Bara yang pinter, yang baik, yang rajin .... kalau kayak gitu, ya, berarti kadonya bukan dari gue. Itu, mah, artinya lo ngasih kado ke adek lo lewat gue."

Baskara cukup kesal. Mengapa Balqis selalu ambil pusing pada hal kecil yang seharusnya tidak dipermasalahkan. Kalau gadis lain, pasti akan okey-okey saja menyetujui apa kata Baskara.

"Anggap aja gue ngasih kado ke lo. Terus lo kasih lagi kadonya ke Amoy, selesai, kan?"

"Lo makin pinter, ya! Tetep aja itu artinya barangnya dari lo. Gue-nya nggak ngasih apa-apa!"

Balqis tidak mau datang. Ia harus mencari-cari alasan. Masalahnya ia tidak enak jika terus-terusan bertemu Bianca. Ibu dari Baskara itu terlalu baik hingga memberinya uang jajan dan menawarkan ini-itu untuknya. Balqis merasa merepotkan Bianca.

•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang