❃16➻Falling In Love

427 51 16
                                    

Baskara tengah mempertimbangkan sesuatu. Haruskah ia jujur pada Alteza? Namun dapat dipastikan jika cepat atau lambat Alteza akan mengetahuinya. Sebelum sahabatnya itu tahu dari mulut orang lain, maka Baskara harus bicara langsung dan menjelaskan semua dengan mulutnya sendiri.

Alteza yang tengah bermain game berdecak kala darah jagoannya berkurang. Kepalanya tak sengaja menoleh kepada Baskara yang menatapnya horor. "Kenapa lo, Bas?" tanyanya sambil kembali bermain di ponselnya.

"Gue pacaran sama Balqis."

Alteza dan Agra sontak mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke Baskara. Namun Alteza kembali ke permainannya. "Bentar, jangan dulu bahas itu. Nanggung, gue mau menang ini."

Agra tidak lagi fokus pada permainannya. Ia hanya menatap Baskara dan Alteza bergantian. Otak kecilnya menerka apa yang akan terjadi nanti. Akankah ada perang dunia ketiga? Harus, kah, Agra membeli makanan dan minuman untuk tontonan gratis yang akan terjadi di hadapannya? Agra bingung sendiri.

"Win!" Alteza membanting ponselnya ke sofa panjang yang ada di kamar Baskara setelah berhasil comeback.

Baskara tidak tahu respons apa yang akan Alteza berikan. Tapi sejak tadi, belum ada tanda-tanda buruk dari sahabatnya itu.

Tatapan Alteza berubah, begitu juga dengan posisi badannya. Lututnya menjadi tumpuan sikut dan kedua tangannya saling menggenggam. "Terus lo ngapain bilang ke gue?"

Selama hampir dua bulan ia sekolah bersama Alteza, baru kali ini Baskara melihat tatapan serius lelaki yang selalu bersamanya itu. "Gue rasa lo perlu tau."

Agra yang ada di tengah-tengah mereka mulai bingung. Ia sedari tadi sedang selonjoran di karpet yang terletak di antara sofa panjang yang Alteza duduki dan kasur Baskara yang juga diduduki pemiliknya. Agra mulai merasakan aura dingin di sisi kanan dan kirinya. "Guys, kalian habis-habisin, dah, tuh, berantem. Tapi besok jangan lupa balikan jadi sobat lagi, ya."

Alteza bangkit berdiri, dengan cepat ia mengangkat kerah Baskara dengan tatapan tajam yang menghunus. "Terus lo bilang ke gue buat apa? Pamer? Atau memperingati gue supaya nggak ngedeketin Balqis?"

"Za, sabar, Za. Cuman cewek, tolong jangan dijadiin masalah besar." Agra panik, ia sendiri langsung berdiri menenangkan Alteza.

Alteza berdecih dan menghempaskan Baskara. "Calm aja, Bas. Biasa aja mukanya. Siapa yang mau berantem? Gue nggak lagi mau bonyok. Mau ketemu gebetan masa bonyok. Gue udah tau, sih, kalau si Balqis pacaran sama lo. Orang lo nembaknya di koridor. Nyeseknya itu, jedorannya di hadapan gue lagi. Gue lagi ada di balik tembok, sih," ujar Alteza dengan segala kejujurannya.

Suasana kembali seperti sebelumnya. Ini lebih nyaman. Ternyata Alteza menyeramkan jika sudah serius.

"Tapi, Bas, gue lihat secara langsung pas lo nembak Balqis kayak gimana. Waktu itu gue nembak di hadapan banyak orang. Lah, lo? Di koridor. Terus lo kenilainya kaya yang maksa Balqis banget buat jadi pacar lo."

Baskara mendengus kasar karena Alteza menguping pembicaraannya dengan Balqis.

"Gue, sih, nggak akan mempermasalahin tentang lo yang pacaran sama Balqis. Tapi inget, Bas, bahagiain Balqis. Kalo bisa, lo taklukin hatinya. Buat dia berpaling dari oppa-oppa Korea khayalannya. Sebelum putus, gue pernah nanya ke dia soal alasan menggilai banget si oppa Korea sampai nyuekin cogan berkualitas kayak gue. Tapi gue nggak dapet jawaban. Dia malah bengong. Tapi kayaknya, dia punya alasan, deh. Tapi dasar si gue yang nggak mau sabar, nyesel malah langsung mutusin dia sebelum tau alasannya. Bego ya, gue?"

Agra mengangguk setuju dan berhasil mendapatkan timpukan bantal dari Alteza.

"Kampret! Sahabat macam apa lo? hibur gue dong. Bukannya malah ngeiyain kebegoan gue." Alteza jadi uring-uringan pada Agra.

•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang