Terdiam kaku di depan pintu yang sudah sedikit ia buka, Balqis menyiapkan batinnya untuk bertemu sang mama. Suasana terasa sangat berbeda dari sebelumnya.
"Santai, Sel." Baskara menepuk bahu Balqis yang terlihat tegang.
Ucapan Baskara tetap tidak mengobati getar kekhawatiran dalam diri Balqis. Tapi setidaknya, ia merasa terdorong untuk maju.
Balqis membuka lebar pintu itu. Dapat ia lihat Luna yang terasa sudah lama tidak Balqis lihat. Padahal hanya baru beberapa hari, entah berapa lama, karena libur, Balqis tidak menghitung hari. Pikirannya terus tertuju pada masalah hidupnya hingga tidak sadar berapa hari yang telah ia lalui dengan hati yang memiliki perasaan campur aduk.
Luna yang sedang duduk dengan kepala yang menengok kearah jendela, kini mulai melirik Balqis. Mata datar yang mulai menajam itu menyimpan banyak kesedihan. Pipinya itu sangat tirus. Apa mama makan teratur?
Langkah Balqis semakin terasa berat untuk mendekati Luna. Ia takut saat dirinya memaksa sang mama menerima keberadaannya. Bukankah seperti itu? Balqis seperti memaksa Luna untuk menerimanya agar sembuh. Balqis tahu kalau ini akan menyakitkan bagi mamanya di saat bahagianya bisa Balqis rasakan. Jika Luna bisa menerimanya, Balqis akan bahagia, tapi bagaimana dengan luka pada diri Luna? Apa itu bisa teratasi? Balqis tidak tahu. Apa mama baik-baik aja, ma?
Tatapan tajam yang menjadi tameng pertahanan diri di hadapan Balqis itu berkedok kasih sayang. Mama udah berusaha keras. Bukan tanpa alasan Aqis nggak mau ketemu mama. Apa yang mama rasain sekarang, ma?
"Mama ....," panggil Balqis sambil terus memperhatikan Luna yang kehilangan berat badannya. Langkah Balqis berhenti dan berjarak satu meter dari mamanya. Ia tidak bisa lebih dekat dari ini.
Pandangan Luna tiba-tiba buram karena terhalang buliran air yang kapan saja bisa terjun. Gadis yang berdiri di depan matanya ini adalah anaknya, Selena Rumaisha Balqis. Dia begitu mirip dengan Fatih yang versi cantiknya. Mulut Luna bergetar menahan tangis. Pertahanannya runtuh untuk terlihat baik-baik saja di hadapan Balqis.
"Apa kabar, ma?" Tanya Balqis dengan suara yang tercekat.
Tidak ada wajah datar yang terlihat dingin di mimik Luna. Kini wanita itu menangis. Tidak ada tatapan yang biasanya Balqis takuti. Tatapan yang menjadi alasan gadis itu tidak suka dipandang intens. Tanpa Balqis sadari, Luna adalah alasan dari rasa takut atas mata tajam yang menyorotnya. Itu sangat mengintimidasi Balqis. Karena dulu, Balqis merasakan sorot kebencian.
Tapi kini, Balqis merasa bersalah karena salah paham pada tatapan tajam yang lagi-lagi berkedok kasih sayang. Nyatanya, Luna hanya bisa sebatas memperhatikannya dengan mata tajam itu. Tapi lucunya, Balqis malah takut karena salah menyimpulkan tatapan. Namun sekarang, Balqis mengerti.
"Selena ...."
Selena? Darah Balqis berdesir dengan cepat hingga memompa jantung berdetak hebat. Mamanya memanggil nama yang sangat Balqis sukai. Artinya bulan, sama seperti Luna. Dan kini, sang mama memanggilnya Selena. Satu tetes, tangis Balqis mulai terpancing akibat tangisan Luna. Bagaimana ini? Dirinya bahagia karena hal kecil ini. Apa mama baik-baik aja?
"Selena .... Sayang." Luna mencengkram tangannya sendiri. Itu hanya pertahanan diri. Luna takut berbuat macam-macam kala dirinya tidak bisa mengendalikan diri. Kini tangannya terangkat dan menampar pipinya sendiri.
Terkejut, Balqis langsung menutup mulutnya. "Mama .... Cukup, ma."
Mama? Apa pantas aku dipanggil mama sama kamu .... Selena? Tangan Luna kembali memukul pipinya lebih keras. Bagaimana Luna bisa membayar kesalahannya. Kini ia bertubi-tubi melayangkan tamparan keras pada wajahnya. Luna ingin sadar dari kegilaan ini. Luna benci traumanya yang mengakibatkan banyak orang yang tersakiti.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...