"Hi," sapa Niona pada teman sekelasnya.
"Apaan?"
Melihat respons Bora yang tidak enak untuk dilihat, Niona menggeleng dan hendak melangkah pergi sesudah memberikan senyum kecilnya.
"Heh! Gue nggak bisa nyembunyiin ini lagi. Sejujurnya .... Gue kesel banget sama lo. Katanya udah janji mau dateng. Taunya nggak. Omong kosong mulu sukanya," sarkas Bora.
Langkah Niona terhenti, dan ia hanya tersenyum kikuk. Sesekali menunduk kaku. "Sorry, gue nggak bisa dateng karen—"
"Nyokap lo lagi?" Potong Nara dengan jawaban yang tepat sasaran.
"Basi, nyokap lo jadi alesan mulu. Bilang aja kalo emang lo nggak mau bantuin kita bikin tugas. Gue tau lo pinter, lo bisa ngatasi tugas sendirian. Tapi lo nggak pernah bagi ilmu lo ke kita. Gue tau kalau gue emang nggak pinter, tapi sebagai temen, apa lo seneng bisa borong semua pertanyaan murid-murid sendirian saat tau kalo di kelompok itu bukan lo doang? Bilang aja kalo lo nggak dateng karena emang males buat ngajarin kita," timpal Bora.
Niona merasa tersudutkan. Ia melihat jam di tangannya. "Pokonya Sorry, gue nggak bohong, kok. Gue udah berusaha semampu yang gue bisa buat dateng ke rumah lo, tapi hasilnya nihil. Terserah mau percaya atau nggak, gue mau ke perpus dulu. Tapi sebetulnya, lo salah paham. Lo nggak tau apa-apa."
"Nar, kedepannya, nggak usah lagi ada nama Niona di list pertemanan," putus Bora pada akhirnya yang mampu Niona dengar.
Bora dan Nara bisa melihat wajah tak enak Niona. "Lo terlalu kasar." Nara merasa tak enak hati, ia berkata itu setelah Niona benar-benar pergi.
"Kasar apanya? Cemen segitu mah. Dianya aja yang baperan. Males juga kalau ada dia." Bora sangat jelas terlihat tidak menyukai Niona.
Sementara itu, Nara merasa bersalah atas ucapan yang Bora katakan pada Niona, sekalipun bukan dia sendiri yang mengatakannya. Bora memang sahabatnya, tapi ia juga menganggap demikian pada Niona. Tapi entah mengapa Bora malah tidak menyukai Niona. Saat seperti ini, Nara memilih Bora karena ia lebih dulu bersahabat dengan Bora.
"Tapi, dia ada manfaatnya. Gampang kalo dipinta contekan. Nilai gue kan jadi gede-gede," timpal Bora. " Gimana drama gue tadi? Bagus, kan, buat bikin dia sedikit ngasih jawaban pas persentasi? Tadi itu buat dia mikir aja, semoga peka pake cara ini. Lumayan, nilai tambahan kalau gue jawab pertanyaan anak kelas. Anak itu terlalu serakah kalo semua ditangkis dia."
Kaila yang sedari tadi tak sengaja mendengar percakapan itu langsung pergi mencari Niona dan meninggalkan dua orang yang menurut Kaila mengesalkan. Jangan lupa, ia pernah berada di posisi itu. Dulu ia sangat mudah dimanfaatkan. Apa Niona juga demikian?
Kaila pergi ke perpustakaan, di sana ia melihat Niona sedang belajar sendirian. Perpustakaan akhir-akhir ini memang kurang peminatnya. Apalagi di waktu istirahat seperti ini, sangat sepi. Gadis itu bisa-bisanya betah dalam kesepian itu. Kaila sendiri sudah lama tidak masuk ruangan penuh buku ini. Kalo gue ke sana, bakal ganggu nggak ya?
"Long time no see." Pada akhirnya, Kaila putuskan tuk menghampiri Niona. "Apa lo masih inget gue?"
Niona melihat Kaila sekilas dan lanjut fokus pada kisi-kisi soal yang dikerjakan. "Ingetan gue lebih daripada kata bagus."
"Cih, iya, iya .... Lupa kalo lo pinter. Untung lo beneran pinter." Kaila berjalan dengan jari yang menelusuri judul di deretan buku. "BTW, sekarang lo banyak berubah ternyata. Sejak kapan suka sendirian kayak gini?"
"Lo sendiri banyak berubah. Penampilan lo jadi okey, tapi bahasa lo nggak selembut dulu. Kemana perginya aku-kamu? Sekarang juga lo nggak sependiam dulu," balas Niona tanpa memandang lawan bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...