Niona dan Baskara dapat melihat Balqis yang menjauh. Hati Baskara memerintahkan diri untuk menghampiri perempuan yang tengah bersedih itu.
Sorry, Sel. Gue emang suka bikin lo kesel, tapi gue benci bikin lo nangis. Saat Baskara hendak menyusul Balqis, tangan lain menahannya. Itu tangan Niona.
"Jangan gegabah, Alby. Tetap pada rencana. Pegang ucapan lo."
"Apa lo seneng?" Tanya Baskara dengan nada suara yang tidak bersahabat.
"Banget." Senyum Niona terukir di wajahnya. Ia telah membayangkan bagaimana Balqis yang sangat mudah tersinggung dan sakit hati. Tapi Niona akui hebatnya Balqis, kakaknya itu selalu bisa bertahan dan dapat pulih dari keadaan tersebut. Tapi bagaimana pun, Niona senang melihat kejadian seperti tadi. "Rencana gue berhasil. Makasih, Bara."
Rahang Baskara mengeras. "Lo nggak berhak manggil gue Bara. Itu cuman buat Selena."
Kepergian Baskara meninggalkan Niona sendirian. Kini gadis itu mengikuti langkah Balqis secara diam-diam. Ia tahu kakaknya menangis, dan ia hanya ingin memperhatikan penderitaan itu yang tidak seberapa. Sungguh tidak sebanding dengan rasa sakit yang Niona alami.
"Lo lemah, kak."
Setelah mengikuti Balqis, akhirnya Niona tahu arah tujuannya. Ternyata kakaknya itu pergi ke rumah sakit. Niona berdecih dan sedikit tertawa hambar.
"Sekarang pelarian pas lagi sedihnya nggak ke kuburan lagi."
Niona tetap mengikuti Balqis sampai ke depan ruangan Luna. Dari jendela, ia bisa melihat bagaimana kakaknya itu masih membentangkan senyum dan berbincang dengan Luna layaknya tidak terjadi apa-apa. Sekarang Niona yang kehilangan senyum saat melihat Luna dan Balqis. Dulu, sebelum masa menyebalkan ini, Niona yang ada di sana.
"Ona?"
Niona menoleh karena panggilan itu. "Ah .... Papa?"
Dirga tersenyum. "Mama kamu membaik sekarang. Kamu seneng, nggak?"
Niona tersenyum dan mengangguk. "Mama udah sembuh. Jadi, papa jangan marah-marah mulu."
"Siapa yang marah-marah?"
"Papa, lah."
Dirga berdecak. Ia jadi malu pada anaknya. "Ona .... Beliin buah-buahan buat mama, ya. Ini uangnya, sama ini ongkosnya. Papa tadi lupa."
"Oke, Pa."
Niona menghela napas. Biasanya yang disuruh-suruh seperti ini adalah Balqis. Tapi sekarang? Lihat saja yang sedang terjadi pada Niona detik ini. Balqis merebut posisinya.
Niona kembali melihat ke dalam ruangan dimana Dirga yang mencintai Luna senang atas senyuman sang istri. Sementara senyum mamanya itu timbul karena Balqis. Niona hanya jadi penonton kebahagiaan itu saja. Hanya mereka yang berhasil mendapatkan apa yang mereka mau.
Balqis berhasil dekat dengan sang mama. Luna yang perlahan pulih dari penyakit hatinya hingga berhasil menerima Balqis hadir dalam hidupnya. Juga Dirga yang akhirnya berhasil mendapatkan cintanya Luna. Niona yang menemani selama kesembuhan mamanya hingga semua kebahagiaan mereka hadir. Tapi kenapa dirinya tidak bahagia?
Langkah Niona membawa luka itu pergi. Ia cemburu atas kedekatan Balqis dengan orang tuanya. Tidak, mereka orang tua kandung Niona.
═❖•♡•❖═
"Tumben nggak sama Baskara," ujar Luna yang sedari tadi mencari anak itu. Biasanya selalu jadi bayangan Balqis. Hari ini ia belum berdebat dengannya, semalam Luna sudah merancang kalimat untuk debat agar tidak kalah melulu dari bocah yang berstatus pacar anaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...