❃41➻True Love

304 38 32
                                    

Diam membisu adalah keadaan Balqis saat ini. Ia tengah duduk di mobil Danial dengan pikiran yang sudah sangat kacau. Lelah berpikir, ia mempasrahkan semuanya. Balqis tidak bisa menebak apa yang akan terjadi setelah detik ini.

"Apa kamu benar-benar siap buat ketemu papa kamu?" tanya Danial agar suasana tidak begitu sepi.

Balqis menunduk dan memainkan jarinya. "Apa Balqis harus percaya kalo itu papa Balqis?"

Danial menghela napas. "Ini pasti sulit buat kamu. Tapi kenyataannya emang gitu. Kalau kamu nggak punya tempat buat pulang, Om bisa pintu rumah om terbuka buat kamu. Bagaimana pun juga kamu anak dari kembaran Om."

Balqis tersenyum. "Makasih, Om. Tapi .... Boleh Balqis minta satu hal?"

"Why not?"

"Jangan kasih tau apa pun soal ini ke Kaila. Biarin dia nganggap aku sebagai sahabatnya."

Danial mengangguk. "Tapi kalian sebenarnya saudaraan, loh."

Balqis tahu. "Pokoknya, jangan. Anak om itu terlalu banyak bantu Balqis .... bahkan selalu ikut pusing mikirin masalah Balqis. Jadi jangan nambah beban buat Kaila. Om harus janji buat itu."

"Iya, iya .... Om janji." Danial merasa kasihan pada Balqis, disaat libur sekolah ini, bukan rasa bahagia yang didapat, melainkan kenyataan pahit yang ditelannya bulat-bulat. Berbeda dengan Kaila yang kini sedang pergi liburan. Seharusnya Balqis juga menikmati liburannya.

Mobil mengantarkan dua orang itu ke tempat dimana papanya Balqis berada. Danial memandu arah yang diikuti Balqis di belakangnya.

"Balqis .... Ini kuburan Papa kamu, nak. Tapi maaf banget .... Kayaknya om nggak bisa nungguin kamu .... Om ada urusan mendadak. Buat pulangnya, Om udah hubungin Baskara." Danial memang terlihat sedang terburu-buru. Karena sejak dalam perjalanan, ia mendapatkan panggilan terus-menerus.

"Iya .... Om pergi aja. Balqis juga bisa pulang sendiri. Makasih, ya, om."

Kepergian Danial menyisakan Balqis yang sedang berdiri di depan makam. Di nisannya bertuliskan Danial Erlingga Fatih. Katanya, kuburan ini adalah kuburan papanya.

"Papa?" Entahlah, saat mengetahui papa kandungnya adalah orang lain, perasaannya masih hambar. Mungkin karena Balqis belum pernah bertemu dan tidak pernah merasakan kasih sayangnya secara langsung. Tapi tenang saja, siapa pun orang tuanya, Balqis akan mendoakannya dengan tulus. Siapa pun orang tuanya, ia akan menyayanginya. Meskipun rasa sayang itu tidak terbalas sekalipun.

Namun Balqis terdiam. Ia ingin sekali merasakan kasih sayang papanya. Balqis mencoba membayangkan wajah Fatih yang mirip dengan Danial. Gimana ya kalau seandainya papa masih hidup? Katanya mama sama papa saling mencintai, ya? Apa kalian bakal sayang sama Selena? Mungkin kasih sayang papanya itu akan senyaman rasa sayang yang diberikan Eyangnya.

Ya, bayangkan saja dulu, sensasinya juga menyenangkan, dan Balqis menerbitkan senyumnya. Meskipun itu hanya bayangan dalam angan, tapi rasa senang terasa nyata baginya. Seolah candu, Balqis terus melakukannya.

"Andai itu nyata, pa. Gimana kalau papa hidup lagi?" Balqis menggeleng. "Serem, deh, kayaknya."

Balqis tidak akan membenci siapa pun. Pasti jika kehidupan Luna dan Fatih normal, mereka akan menikah dan Balqis akan lahir di tengah-tengah mereka. Tapi karena keadaan yang mengharuskan Fatih pergi, hal itu membuat Luna salah paham yang berakhir menimbulkan trauma. Balqis tidak akan menyalahkan apa pun dan siapa pun. Biarkan takdir berjalan dengan semestinya, dan Balqis akan menghadapi itu semua. Mungkin memang karena Balqis sudah terlatih patah hati hingga ia pasrah menerima apa pun.

•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang