Menerima semuanya telah menjadi keputusan Balqis. Apa daya? Ia hanya harus menjalankan hidupnya. Tidak ada yang berubah dari sebelumnya, kecuali ia mengetahui tentang papa kandungnya, namun tetap saja, ternyata papanya itu sudah tidak ada di dunia ini. Bahkan Luna dan Dirga masih seperti biasa. Demikian dengan Balqis yang masih terpisah dari keluarga Dirga. Tinggal serumah ataupun tidak, tetap saja perasaan Balqis terasa sama. Namun ada hiburan yang spesial untuk Balqis, ia tahu bahwa diamnya Luna berkedok kasih sayang untuknya.
Sedih? Ya, Balqis masih merasakan itu. Setiap malam ia menangis sampai kepalanya terasa penat. Namun setelah itu, apa keadaan berubah? Tentu tidak. Setelah mengetahui pernyataan bahwa dirinya anak haram, Balqis bingung mau menyalahkan siapa. Kesal? Ia harus kesal kepada siapa? Marah? Dengan cara apa ia menyalurkan amarahnya? Atau kecewa? Apa rasa kecewanya itu bisa mengulang waktu dan memperbaiki semua?
Balqis berdecak. "Sabar, ikhlas, terima, dan jalani, Qis. Nah madep. Balqis pinter." Ia tersenyum sendirian sambil melihat pemandangan. Entahlah, semangat hidup tiba-tiba dirasakannya.
Bayangkan jika kehidupan Balqis adalah sebuah drama. Peran Balqis saat ini adalah netizen yang menonton drama seperti itu. Ia pasti akan berkomentar, mengapa Danial tidak langsung mengejar Luna saat bertemu di rumah sakit agar tidak terjadi salah sangka yang berakibat fatal. Atau mungkin Balqis akan marah-marah tidak jelas karena kesal pada Fatih dan Luna yang melakukan perbuatan buruk sebagai bibit masalahnya. Balqis bisa berkomentar bebas jika ia menonton serial drama di TV, tapi apa ia bisa menilai demikian pada orang tuanya sendiri? Jadi, sudah, lah.
Namun, jika dipikir-pikir lagi, dari kejadian tersebut, seseorang yang sangat mencintai Luna bisa mendapatkan cintanya. Orang itu adalah Dirga. Dia menerima Luna apa adanya. Mungkin, jalan untuk menemui jodohnya harus dari peristiwa yang tidak diinginkan itu.
Jika Luna bersama Fatih, mungkin Dirga akan patah hati. Tapi pada akhirnya, Luna dan Dirga bersama. Dari kejadian pilu itu, terciptalah sebuah keluarga yang menghadirkan Niona di dalamnya. Balqis juga turut hadir dalam keluarga itu, karena ia adalah anak dari Luna. Hingga sekarang keluarga kecil itu bertahan, meski ada Balqis yang kini harus tertendang dari rumah sederhana namun penuh dengan kenangan itu.
Balqis sudah terlanjur lahir di dunia ini. Tidak ada yang bisa diubah dari garis takdirnya. Ia tetap menjadi anak haram. Karena itu Balqis pasrah dan memutuskan menerima semuanya. Balqis tahu itu menyakitkan, namun jika ia fokus pada kesedihan, sangat disayangkan karena kebahagiaannya tidak dilirik. Bagaimana jika kebahagiaan punya perasaan? Pasti Kebahagiaan itu akan sakit hati karena terabaikan. Bahaya jika bahagia tidak mau lagi datang ke kehidupan Balqis.
"Nih," ujar Baskara sambil menyodorkan permen kertas. Kedatangannya mampu memecahkan lamunan Balqis. Saat ini Baskara sedikit tenang karena keadaan Balqis membaik. Ya, pacarnya itu sedikit bersuara.
"Thanks, Bara. Lo mau?"
"A ...." Baskara membuka mulutnya.
"Manja!" Balqis mengabaikan Baskara. Ia tetap memasukan permen kertas itu ke mulutnya sendiri. Namun tangannya terangkat untuk menaikan rahang Baskara agar mulutnya terkatup. "Entar lalat masuk, mampus."
Baskara mendengus. Ia merebut permen kertas itu dari tangan Balqis dan melangkah sambil memakannya. Tindakan itu berhasil membuat Balqis kesal.
"Bara, onyon, jelek, mirip biawak! Itu punya gue!"
Baskara mengangkat permen itu tinggi-tinggi. "Apa? Ngomong apa barusan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...