Baru datang ke sekolah, Balqis langsung menghampiri Zeidan yang sedang nongkrong di depan kelas bersama dengan Genta dan Tris.
"Zeidan, Zeidan, Zeidan."
"Apa, Aqis?"
"Lo dikutuk jadi panda, Qis? Mata lo keliatan butuh tidur gitu. Nonton drakor sampe tengah malam, ya?" tanya Genta di tengah-tengah mengunyah bakwannya.
Balqis mengusap-ngusap daerah mata. Wajahnya itu benar-benar tidak bisa berbohong. Entah sesudah nangis mau pun setelah begadang, pasti sangat terlihat jelas. "Gue nggak bisa tidur. Perasaan gue masih nggak enak sama Bara. Baru kali ini gue nonjok orang sampai kayak gitu. Gimana, dong? Gue nggak bisa tenang. Pengen minta maaf ke dia, tapi malu. Nggak tau cara bilangnya."
"Tenang aja, Qis. Cuman mimisan doang. Karena berantem, cowok biasanya sampai bonyok-bonyok. Bahkan sampai robek juga bisa. Jadi yang lo lakuin kemarin, mah, cuman hal kecil," jelas Zeidan yang kerjaannya memang suka baku hantam.
Namun ini berbeda, Balqis itu seorang gadis yang katanya makhluk lembut, jelas ia merasakan rasa bersalah yang besar ketika menyakiti orang lain. Entah itu sengaja mau pun tidak.
Beberapa waktu lalu saja, ketika Balqis memegang cutter, ia tidak sengaja menggores tangan Kaila hingga berdarah. Kaila yang terluka, namun Balqis yang menangis karena menyesal bermain-main dengan cutter. Sejak saat itu, Balqis tidak lagi menyentuh cutter, kecuali keadaan yang memang memaksanya harus menggunakan benda tajam itu, baru ia mau menyentuhnya.
"Gimana, dong, iii? Gue, kan, bukan kalian. Pengen minta maaf .... Kalo udah di maafin, mungkin gue bisa tenang."
Tris hanya terkekeh kecil. Itu karena ia membandingkan dirinya dengan Balqis. Padahal, ia akan senang jika lawannya bonyok, namun Balqis malah merasa bersalah karena hal kecil yang tidak ada apa-apanya. "Minta maaf aja, lah. Biar cepet kelar masalahnya. Bilang kalo lo emang nggak sengaja."
"Nanti, pas istirahat," cetus Balqis kemudian. "Bodo amat, ah! Pusing. Mendingan gue ke kantin dulu. Laper. Good bye, inces mau makan dulu. Jangan kangen."
"Pipi udah kayak bakpao gitu. Bukannya ada cadangan makanan? Kenapa mesti makan lagi?" Mungkin Genta belum pernah merasakan bogem mentah dari tangan mungil Balqis.
"Gen, mau tangan kiri atau tangan kanan?" Balqis mengepalkan tangannya di dekat pipi. Ia berbaik hati untuk memberikan pilihan kepada Genta.
"Sekaran, mah, Aqis mainnya tonjok-tonjokan. Jadi takut mimisan gue."
Balqis berdecak dan melangkah pergi. Namun ia melupakan sesuatu, jadi ia kembali lagi menghampiri Zeidan. "Dan, nanti anterin gue ketemu Bara, ya?"
"Hooh. Sonoh, makan aja yang tenang, Qis. Keburu lo langsing."
Balqis mendelik dengan hentakan kaki yang cukup keras. Dia suka sedikit kesal kalau ada orang yang berkomentar tentang pipi bakpaonya. Apalagi kalau ada tangan-tangan jahil yang gemas mencubit pipinya, kan, itu rasanya sangat sakit. "Gue sumpahin, pipi lo pada segede roti hamburger!"
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...