Langkah Niona masuk ke ruangan dimana Luna dirawat. Kini sang mama sedang duduk menghadap jendela. Telah tiga hari Luna duduk terdiam dan membisu meski Dirga ada di sampingnya.
Sekarang Niona yang akan menjaga Luna karena Dirga mesti mengurus kantornya yang tidak bisa ditinggalkan. Sejak tiga hari ini, Niona tidak berbincang dengan sang mama, karena setiap datang ke rumah sakit, Luna selalu dalam keadaan tertidur.
Kakinya mengantarkan Niona mendekati Luna dan duduk di sampingnya dengan senyum yang ia siapkan untuk sang mama.
"Ma? Gimana? Udah mendingan?"
Luna tetap diam dengan pandangan kosong yang menatap jendela rumah sakit. Langit pagi ini memang cerah, berbeda dengan dirinya yang kelabu.
"Mama .... Jangan sakit terus, dong. Ona kangen banget liburan sama mama." Tangannya terangkat untuk menggenggam tangan Luna. "Mama punya janji sama Ona buat cepet-cepet sembuh, loh."
Setetes air mengalir begitu saja dari mata Luna. Ia ingat janji itu, namun entah mengapa dirinya sulit mengendalikan diri. Luna ingin sembuh dan bisa memeluk Balqis. Tangannya mencengkram baju pasien yang dikenakan.
Niona langsung gugup seketika. Ia takut salah bicara. Rasa khawatir melanda. Pikirannya liar membayangkan sesuatu yang buruk terjadi. Niona takut Luna mengamuk. "Ma-mama. Are you okay?"
Namun apa yang terjadi? Luna hanya menunduk dan menangis. Bibirnya yang pucat bergetar hebat. Isak tangis pun mulai terdengar. Pikirannya dipenuhi oleh Balqis. Bagaimana keadaannya? Apa Danial mengambil Balqis darinya? Luna takut. Dia bersikap buruk pada anaknya yang cantik. Bagaimana jika Danial menghasutnya dan membawa Balqis-nya pergi?
"Mama ...." Kesedihan Luna menular pada Niona. Perlahan ia mendekat dan memeluk sang mama.
"Maafin, mama .... Selena," ucapnya dengan lirih. Tiba-tiba Luna mengangkat kepalanya. Ia sadar, tidak ada anaknya yang cantik itu di sini. Luna tidak melihatnya sekarang. Danial pasti merebut Balqisnya. "Nak? Selena? Mana Selana?"
Luna mendorong Niona hingga pelukan mereka terlepas. Beruntung Niona tidak jatuh, ia hanya mundur selangkah dari Luna. Jarak mereka masih dekat. Niona semakin terisak. Ini sangat menyakitkan untuknya.
Luna langsung melirik Niona. Ia melihat anak itu menangis. Tiba-tiba bayangan wajah Balqis yang sering menangis diam-diam terpampang di matanya. ia menggenggam tangan Niona, namun di mata Luna, itu terlihat seperti tangan Balqis.
"Maafin mama, Selena. Mama benci sama kamu, sayang. Danial .... Papa kamu jahat. Mama jadi benci kamu karena kamu nggak mirip mama. Nama kita sama, sayang. Tapi mama benci kamu karena Selena milih lebih mirip sama papa kamu! Padahal .... mama yang mengandung kamu! Papa kamu ninggalin kita, sayang! Mama nggak mau panggil kamu Selena karena kamu mirip Danial. Kamu serakah! Nggak mau berpihak sama mama sepenuhnya. Wajah kamu memihak Danial!"
Mulut Luna semakin bergetar namun terus berbicara. "Kita menderita, sayang. Tapi papa kamu? Dia malah bersama wanita lain .... Selana .... Sayang .... Jangan ikut dia. Dia jahat!"
Tidak ada yang bisa Niona lakukan. Ia hanya terisak pilu melihat keadaan Luna yang semakin parah. Bahkan wanita itu menganggap Niona sebagai kakaknya. Ia muak, dan ia tidak sanggup mendengar penderitaan itu dari mamanya. "Aku Niona, ma. AKU NIONA!"
Mendengar sentakan itu, Luna langsung terdiam. Matanya berkedip cepat dan kehilangan wajah Balqis. Anaknya itu berubah menjadi orang lain. Tidak, bukan orang lain. Luna seperti mengenalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...