"Besok Amoy ulang tahun. Nyokap nyuruh gue ngajak lo."
Baru saja berhenti melangkah, lelaki itu berujar demikian. Balqis mengerjap atas tutur kata Baskara. Bersama lelaki itu, saat ini ia sedang berada di dekat gudang sekolah. Sengaja, Balqis membutuhkan tempat yang sepi. Ia hanya ingin mengembalikan baju dan jaket yang dipinjamnya tempo hari lalu tanpa diketahui netizen maha benar.
"Tapi kenapa harus gue?"
Baskara menyelipkan tangan di saku celananya. "Tanya aja nyokap gue."
"Ya, lo tanyain, lah. Kan, lo serumah sama Tante Bianca. Masa gue harus dateng ke rumah lo, nyari nyokap lo, terus dateng-dateng nanya, Tante, kenapa Tante ajak Balqis ke ulang tahunnya Amoy? Kan, nggak mungkin gue lakuin, Bara."
Baskara menghela napas. Ia hanya diam dengan tubuh tegapnya. Sorot mata itu terus menatap Balqis yang kadang melihatnya dan kadang tidak. "Dateng aja, gue nggak nerima penolakan."
Sesekali Balqis ingin menang berdebat dengan Baskara. Atau apakah ia bisa membuat lelaki itu kesal? dan sepertinya Balqis mulai memiliki keberanian. Jika diingat-ingat, Baskara selalu memojokkan Balqis hingga kalah telak dalam bersilat lidah. Tapi tidak untuk kali ini.
"Kalau lo nggak nerima penolakan, terus lo mau nerima apa? Soalnya gue nggak akan ngasih persetujuan."
"Gue nggak butuh persetujuan lo."
Balqis berdecih pelan. "Terus lo butuhnya apa? Nggak adil tau. Gimana, si! Lo butuh gue, kan? Tapi gue nggak butuh lo."
"Bukan gue yang butuh, tapi nyokap gue." Tatapan Baskara yang memang tegas tanpa sadar membuat Balqis mengatupkan mulutnya. "Sebagai tanda terima kasih karena lo mau bantu bikin kue."
Salah ngomong mulu, gue, batin Balqis. Kemarin ia memang membantu Bianca membuat kue, dan katanya dari empat kali percobaan, hanya satu kue yang berhasil jadi, itu berkat bantuan Balqis. Saking senangnya bisa membuat kue, Bianca sampai memeluknya. Itu semakin membuat Balqis tak bisa berkutik.
Alasan Balqis memutuskan datang, itu karena Baskara memenuhi persetujuan. Syaratnya, lelaki mata tajam itu jangan menunjukkan wajahnya di hadapan Balqis. Itu karena Balqis takut tiba-tiba bad mood dan membuat kue yang ia buat tidak enak.
Kini Baskara hanya diam dan Balqis mulai merasa kikuk. Terlihat jelas dari bola matanya yang bermain-main. Balqis menunduk malu sekaligus menghindari tatapan. Sampai pada detik selanjutnya ia menengadah dan masih mendapatkan tusukan dari bola mata lelaki itu. Refleks Balqis menyerongkan tubuhnya agar tidak melihat Baskara.
"Bara .... gimana, ya? Gue nggak tau harus ngomong kaya gimana lagi. Tapi .... Hih .... au, ah!" Balqis geram sendiri pada mata Baskara. Ia langsung menatap lelaki itu tajam. "Pokoknya lo jangan ngeliatin gue kayak gitu, dong. Gue nggak suka. Lo nggak punya ekspresi lain? Senyum, kek. Senyum sama dengan ibadah, ibadah sama dengan dapat pahala, dapat pahala sama dengan bisa masuk Surga. Lo nggak mau masuk Surga? Nggak boleh gitu .... Pamali."
Lelaki itu masih diam dan mempertahankan ekspresinya. Lagi-lagi Balqis tertunduk dan merutuki mulutnya yang berbicara ngawur.
Balqis sebenarnya ingin mengalihkan pembicaraan. Ia malu karena terlalu percaya diri mengatakan Baskara yang membutuhkannya. Jelas-jelas Bianca yang merupakan ibunda dari Baskara yang mengundangnya. Ini tidak ada sangkut pautnya dengan Baskara.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...