❃39➻I Miss Your Smile

342 38 28
                                    

Bersandar di tembok dingin, Baskara melihat Balqis terbaring dengan bibir kering, mata pun bengkak dan hidung merah karena menangis. Beruntung, Balqis hanya sakit karena kecapean. Baskara merasa bersalah setelah pikirannya liar membayangkan hal yang tidak-tidak. Sepertinya Baskara hanya parno atas peristiwa yang pernah dialaminya bersama sang adik. Dulu, keadaan Sela yang sama seperti Balqis adalah hari dimana keluarga Baskara mendapatkan kabar jika Sela sakit kanker. Karena itu Baskara benar-benar takut.


Langkah Baskara mendekat kepada Balqis yang dalam tidurnya masih mengalirkan air mata. Tangan pun tergerak untuk menghapus jejak itu. "Jangan nangis. Apa ada yang bisa gue lakuin buat lo, Sel? Gue nggak mau lo sedih."

Tiba-tiba dahi Balqis tertekuk. Saat bangun dari ketidaksadarannya ia kembali menangis. Baskara tidak berujar apapun. Ia hanya duduk di sisi brankar dan menepuk-nepuk bahu gadis itu yang tengah rapuh.

"Bangun dulu. Minum ya, Sel. Lo juga belum makan," ujar Baskara dengan nada suara yang hampir seperti berbisik. Ia tahu dari Niona kalau ternyata Balqis belum makan.

Balqis hanya mengubah posisi tidurnya jadi menyamping hingga menghadap Baskara. Entah mengapa ia tidak mau melakukan apapun dan mungkin lebih baik jika ia kembali tidur. Rasanya Balqis masih tidak terima dengan fakta yang baru diketahuinya. Berharap itu mimpi, namun sayang, sakitnya terlalu nyata untuk dirasa.

Lelaki itu menunduk, tangannya hanya mengusap lembut kepala Balqis sampai orang yang Baskara jaga kembali tidur. "Gue sayang sama lo, Sel. Jangan bikin gue ikut sedih."

Lama Baskara menunggu, sampai ia merasa jika Balqis sudah tertidur pulas. "Gue belum urus administrasi. Tunggu di sini, ya. Gue nggak lama."

Baskara melihat Balqis tertidur, namun entah mengapa ia ingin terus berbicara padanya. Sesuai ucapannya, Baskara keluar dari ruangan Balqis.

Saat tahu pintu telah tertutup, Balqis membuka matanya. Hari ini ia begitu banyak menangis, detik ini pun Balqis kembali mengeluarkan cairan bening itu dari matanya. Sejak tadi ia menahannya karena Balqis mendengar setiap kata yang terucap dari mulut Baskara. Hatinya tersentuh. Namun rasa takut muncul, sekarang Baskara di sampingnya, tidak tahu besok dan seterusnya. Lelaki sesempurna Baskara mana mau dengan anak haram seperti Balqis. Entahlah, mengapa Balqis jadi sensitif seperti ini?

❖•♡•❖═

Aldo menerima pesan dari suruhannya jika Balqis dalam keadaan buruk. Saat ini ia ingin mendatangi mantannya itu. Tidak, maksudnya adik. Ya, Balqis adiknya Aldo. Ingatlah kenyataan pahit itu. Kenyataan dimana ia tidak bisa mendapatkan cinta pertamanya.

Aldo yang hendak pergi bersama Danial mengurungkan niatnya. Entah mengapa Aldo merasa jika Balqis lebih penting daripada penjelasan Danial. "Pah, Aldo ada urusan. Lain kali kita bicarain itu."

Langkah Aldo menjauh dari mobil Danial dan kembali masuk ke kafe tanpa mempedulikan ucapan Papahnya. "Zril, kunci motor lo."

Dari jauh, Azril melempar benda itu yang langsung ditangkap Aldo. "Bensin sekarat."

Aldo berdecak. Ia tahu ucapan itu tersirat kode yang bisa langsung Aldo ketahui. Azril seolah mengatakan 'Isi bensin motor gue', dasar."Bangsul, hidup lo penuh perhitungan."

Senyum miring di wajah lempeng Azril terangkat. Sungguh minta ditonjok bogeman Aldo.

Karena ingin buru-buru bertemu Balqis, Aldo segera meninggalkan kafe dan menuju ke rumah sakit yang ternyata lumayan dekat. Ia sengaja mengulur waktu untuk mendengarkan penjelasan Danial, itu karena Aldo takut kecewa lebih dalam. Bagaimana pun juga, Danial adalah papahnya yang selalu Aldo contoh sejak kecil. Mengetahui kelakuan buruk Danial yang sangat mengecewakan, itu membuat Aldo kehilangan orang untuk dicontoh. Makanya ia belum berani mendengarkan penjelasan itu. Tak apa, bilang saja Aldo pengecut karena itu memang benar adanya. Ia tidak berani dikecewakan oleh papahnya. Lagipula, siapa yang mau dikecewakan?

•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang