❃37➻Selena Knows

312 33 14
                                    

Berdiri di depan pintu, Niona dan Balqis ragu untuk masuk ke rumah. Rupanya Niona juga diajak jalan-jalan terlebih dahulu oleh Alteza, jadi adik-kakak itu sepakat untuk pulang barengan setelah jalan bersama pacar masing-masing.

"Ona .... Yakin mama nggak apa-apa? Emang kita udah dibolehin pulang ke rumah? Bukannya mama nggak dibolehin dulu ketemu siapa-siapa?" tanya Balqis yang khawatir jika Luna kembali sakit.

"Kata papa, mama udah lumayan stabil. Tapi, kita mending langsung ke kamar masing-masing aja."

Sesuai ucapan Niona, Balqis dan adiknya itu diam-diam memasuki kamar. Namun setelah Balqis masuk dan mengunci pintu, Niona menghela napas. Lagi-lagi hatinya berujar maaf. Niona masuk ke kamarnya dengan jalan biasa, tentu tidak mengendap-endap seperti Balqis. Setelah menyimpan tasnya, ia mendatangi kamar Luna.

"Mama," panggil Niona dan memeluk perut Luna dari samping. Sepertinya Luna baru selesai minum obat.

"Kemana aja? Puas liburannya? Tiga hari kamu nggak pulang." Tangan Luna terangkat untuk mengelus rambut anaknya.

"Puas banget. Ona seneng, Ma. Di sana orangnya baik-baik. Ona kenal mereka karena Kak Balqis. On—" Refleks Niona menutup rapat mulutnya. Ia tak sengaja menyebut nama kakaknya. Namun saat melihat keadaan Luna, wanita itu cukup terlihat tenang.

Luna terdiam sesaat. Tangannya menepuk-nepuk lembut kepala Niona. "Kenapa nggak dilanjut?"

Niona hanya menggeleng kecil. Beruntung Luna sedang tenang. Jika ia mengatakan nama Balqis di situasi yang salah, Luna bisa meneriakinya tanpa bisa mengendalikan diri. Saat telah sadar, Luna akan meminta maaf dan membuat Niona tak kuasa menahan tangis.

"Ona." Luna memberi senyum hangat seorang ibu untuk anaknya. Mungkin ini adalah waktu yang tepat. Ia bisa percaya pada Niona. "Sebenarnya mama tau kalau kamu tau, sayang."

Ucapan itu tidak begitu dipahami Niona. Ia melepas pelukannya pada Luna. "Maksud mama?"

"Dari dulu, mama tau kalau kamu nyari tau soal kakak kamu," ucap Luna yang mampu membuat Niona terkejut. Reaksi itu cukup membuktikan dugaan Luna. Sebenarnya ia asal bicara, itu untuk membuktikan segala prasangka.

Saat acara pembagian rapor, pria itu datang mengejutkan Luna, namun Niona bersikap seolah mengetahui semuanya. Anaknya itu langsung menjauhkannya dari lelaki yang menjadi penyebab trauma pada diri Luna. Ia sendiri sadar pada tatapan marah di mata Niona yang diberikan pada Danial. Luna sangat kenal anaknya itu.

"Maaf, ma. Ona tau tanpa sengaja. Ona tau mama menderita. Yang Ona mau mama bisa sembuh, ma. Makanya Ona cari tau penyebab mama bisa kayak gini."

Tangan Luna bergerak menggenggam tangan putri kecilnya. "Mama sempat khawatir karena kamu tau itu. Mama takut kamu salah benci. tapi sampai sekarang .... mama percaya kamu anak yang baik. Kamu nggak benci kakak kamu, kan? Yang patut kamu benci itu .... Mama, sayang."

Niona menunduk dalam. Ini benar-benar menyakitkan. Dadanya tiba-tiba sesak. Kenapa Ona harus benci mama? Raut kesedihan kini menghiasi wajahnya.

"Maaf, ma .... Maaf atas ucapan Ona. Maaf juga Ona sempet benci kak Balqis. Ona tau mama sedih setiap kali mama liat kakak. Ona takut mama lakuin hal nekat lagi. Semua itu bisa terjadi karena mama mikirin tentang Kak Balqis, kan?"

Lagi-lagi Luna merasa bersalah. Akibat dirinya, Balqis banyak dibenci. Karena ulahnya di masa lalu dan karena traumanya, lagi-lagi Balqis menjadi korban. Luna menggila untuk memikirkan itu. Hingga ia menodai hati Niona yang jadi membenci kakaknya.

"Itu semua salah mama, sayang. Jangan benci kakak kamu. Bantu mama buat jagain kaka kamu. Seandainya mama bisa ngendaliin diri .... Mama bakal rawat kalian berdua dengan adil. Tapi mama nggak bisa rawat kakak kamu, karena mama selalu menggila setiap liat Balqis yang wajahnya mirip sama orang .... Orang yang ngecewain mama."

•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang