"Kaila, cantik, baik, pinter, uwu, deh, pokoknya," puji Balqis sambil menggandeng tangan sang sahabat. "Abis itu, keren, apa lagi? Shalihah walau seringnya salah-hah."
"Dih, gue tau soal itu. Tapi, lo muji gini pasti ada maunya."
Balqis menunjukkan senyum lebar yang mungkin bisa merobek mulutnya. "Peka banget, deh, kamu. Makin cinta akunya."
"Jijik, Qis. Lepas, ah! Entar gue disangka homo. Kan, nggak elite. Jangan rusak citra baik gue sebagai cecan."
"Cih, bodo amat, ah. Gue udah muji lo, jadi lo harus anter gue ke kelasnya Bara."
Kaila langsung menoleh dan menggeleng tegas. "O-gah. Titik."
Sepintar-pintarnya Balqis berbohong, Kaila dapat mengendusnya. Pada akhir kisah, Kaila menemukan buku Baskara. Seperti yang Balqis tebak sebelumnya, makhluk yang ditakdirkan hadir dalam hidupnya itu lagi-lagi meledek Balqis dengan mencantumkan nama Bara di dalam tema perbincangan. Terlanjur ketahuan, ia sekalian meminta Kaila untuk mengantarnya ke kelas lelaki itu.
Balqis menggendong tasnya di pundak karena bel pulang telah berbunyi. "Ayo, Kakai, iiii. Anter gue, bentar aja."
"Ogah, ngapain? Lo udah jadian, ya? Males gue, entar jadi nyamuk. Terus gue sakit hati karena sahabat jomlo gue udah nggak jomlo lagi. Sendiri, kan, bisa. Masih mampu meski nggak gue anter. Nggak akan kesesat ini." Kaila bangkit dan berjalan meninggalkan Balqis duluan.
"Omongan lo, ya, suka banget bikin tangan gue gatel buat getok kepala lo." Balqis mengejar Kaila yang sudah di luar kelas. Ia harus sabar dengan mulut Kaila yang miskin saringan. Ucapan gadis itu memang asal ceplos dan tidak pernah difilter.
Kaila melindungi hidungnya dengan tangan setelah mendengar apa yang barusan Balqis katakan."Jangan tonjok gue. Gue males punya hidung ungu kayak Bara. Kan, nanti mengurangi kecantikan gue. Kakai nggak mau lama ngejomlo gara-gara jelek."
"Iiiiiii, Kaila! Lo, mah, ngeselin, iiii! Gue mau ngegetok kepala, bukan mau nonjok hidung." Balqis mulai frustrasi menghadapi sahabatnya. "Bodo amat, ah! Anterin gue, dong .... Gue ke sana cuman mau ngembaliin buku punya dia, disuruh Bu Dini. Lima menit juga nggak, sebentar doang. Nanti pulangnya gue anterin dengan selamat. Asli ini, mumpung baik, nggak tipu-tipu dan nggak ditarik ongkos."
Walau pun Balqis kesal, namun ia tetap berusaha membujuk keras gadis menyebalkan modelan Kaila. Setidaknya ia akan memiliki sedikit nyali untuk bertemu dengan Baskara jika ada teman di sampingnya.
Kaila menyodorkan ponselnya pada Balqis. Tertera obrolan Kaila bersama seseorang di layar. "Gue pulang bareng Abang. Nih, Bang Aldi udah nyuruh gue ke parkiran. Dia lagi buru-buru ada urusan. Lagian gimana bisa lo nganterin gue pulang? Kan, motor lo rusak, nguwahaha. Lo modus minta Bara anterin pulang aja."
Balqis berdecak. "Tau, ah, kesel! Gue ngambek! Awas aja kalo motor gue udah balik."
Balqis melewati sahabatnya itu dengan sengaja menubrukan bahunya. Namun langkahnya terhenti dan Balqis berbalik dengan wajah memelasnya. "Kakai .... Asli, Kai? Gue butuh lo. Masa lo tega sama gue."
Kaila menggeleng dengan senyumnya. "Gue tau Selena Rumaisha Balqis pemberani, bertanggung jawab, mandiri, dan dicintai Mingyu. Gue yakin lo bisa. Mingyu aja selalu berani, masa lo nggak?"
"Au, ah. Lo, mah, bawa-bawa bebeb gue mulu. Beda konsep tau!" Balqis tidak bisa mengharapkan Kaila untuk saat ini. Terpaksa ia pergi sendirian, memberanikan diri mendatangi Baskara yang sangat ingin ia hindari.
"Dih, itu anak," gumam Kaila dengan kekehan menggelikan. Namun perlahan mulut yang tersenyum itu pudar. Bukannya tidak mau mengantar, hanya saja ia tidak ingin bertemu Baskara. Karena orang yang paling Kaila hindari di sekolah ini adalah lelaki itu. Dirinya belum siap berhadapan dengan dia lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...