Seminggu menjelang libur akhir semester, Balqis bersama timnya mengikuti turnamen Basket untuk seleksi tim provinsi. Tentu saja ia mendapatkan dispensasi.
Sekarang Balqis tengah duduk di kursi taman depan sekolah. Ia datang terlalu pagi karena saking semangatnya mengikuti turnamen. Sambil menunggu, sepinya ia hapus dengan alunan musik tenang melalui earphone. Namun ketika Balqis menunduk melihat ponsel, fokusnya teralihkan pada sepasang sepatu di hadapannya. Seketika ia mendongak, matanya bertubrukan langsung dengan netra orang tersebut.
Baskara menyunggingkan sedikit senyum bibir kanannya dan berakhir melihat Balqis buang tatapan ke ponsel. Masih menyebalkan. Ia duduk di samping gadis tersebut dan merebut salah satu earphonenya. Tanpa izin sang empunya, Baskara memakainya. "Yakin lo bakal kepilih seleksi?"
"Cih .... Ngeremehin amat, sih." Balqis melipat tangannya dan bersandar pada sandaran kursi. "Lagian ya, tujuan gue ke sana cuman cari pengalaman. Kalau pun nggak keseleksi juga nggak masalah. Terus, bonusnya bisa cuci mata. Bosen liat cowok sekolah ini yang gitu-gitu aja."
Baskara menggosok hidungnya yang tiba-tiba gatal. "Liat aja. Nanti lo bakal ketemu cogan yang banyak penggemar."
"Okey. Gue pasti bakal lolos. Demi cogan. Kalau gue lolos, otomatis bakal tanding lagi. Tanding lagi, berarti ketemu cogan lagi."
"Ngapain cape-cape cari yang jauh? Ini gue cogan."
Balqis seketika menyipitkan mata dengan senyum lebar jelek miliknya karena terlalu malas mendengar itu. Wajah jeleknya ia suguhkan pada Baskara yang mengeluarkan kalimat tersebut dengan notasi, wajah, dan kelakuan yang datar.
"Nggak ngerti, nggak denger. Lagi bego."
Baskara terkekeh kecil. Tangan besarnya menutup wajah konyol Balqis sambil berdiri dari duduknya.
"Ih, ketarik kabelnya, onyon!"
"Lo jelek. Cogan mana mau sama lo."
"Sembarangan! Buktinya lo pernah maksa-maksa gue jadi pacar lo."
"Akhirnya, lo mengakui kalo gue cogan." Baskara merapikan seragamnya dan melangkah hendak pergi. "Semoga lo nggak ketemu cogan lain."
Balqis terdiam dan hanya melihat kepergian Baskara yang mungkin akan menuju kelasnya. Jarinya terangkat menyentuh wajah yang tadi Baskara pegang. Selang beberapa detik, tangannya mengacak wajahnya sendiri. Kalau saja wajah Balqis adalah kue, mungkin sekarang telah hancur tak berbentuk.
"Nggak boleh baper! Gila, gila, ini gila!" Lalu Balqis memukul mulutnya yang terjebak ucapannya sendiri. "Malu-maluin banget. Kok, gue kelepasan mengakui dia cogan? Makin gede, kan, tuh kepalanya."
═❖•♡•❖═
Permainan berlangsung setelah lama Balqis dan timnya nanti-nanti. Hasil latihannya tak mau ia buang sia-sia.
Balqis bermain dengan semangat yang membara.Dan ketika permainan quarter ketiga, Balqis terjatuh dengan napas yang terengah-engah. Namun saat kepala yang menunduknya terangkat, ia melihat Baskara di barisan penonton tengah menatapnya. Muka datar lelaki itu dibalut masker hitam dengan kupluk jaket yang menutup kepalanya. Namun entah bagaimana bisa, Balqis langsung tahu jika itu Baskara.
Gadis itu berdiri dan melepaskan segala beban lelah yang menggerogotinya. Sebisa mungkin Balqis tidak memanjakan rasa lelah itu dan bersikap cuek pada letihnya. Kakinya terus berlari tuk mengejar dan menjaga bola yang tengah di kuasai. Ketika mendapat posisi yang kosong Balqis mendribble bola dengan cepat dan melakukan lay up.
Sorakan terdengar. Balqis tak haus akan sanjungan, ia hanya merasakan energi semangat dalam dirinya semakin memuncak. Walau pun Balqis itu kurang tinggi, tapi jangan ragukan kelincahannya dalam menguasai bola.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...