❃4➻Like Your Name

572 65 14
                                    

Baskara melihat wajahnya di cermin. Babak belur di wajahnya adalah hasil baku hantam kemarin malam dengan preman yang berkeliaran di parkiran apotek. Ketika itu, Baskara baru turun dari motor, dirinya langsung diserang preman yang mengincar dompetnya. Ia tidak mungkin diam saja saat benda berharga miliknya diambil orang lain, tentu saja Baskara mengejarnya dan berhasil kembali. Namun, bukan hanya dompet yang ia dapat, babak belur dan luka sobekan kecil juga ia bawa pulang. Tidak lupa dengan motor yang mendapatkan cacat baru akibat ulah gadis berponi itu.

Membuka laci meja belajarnya, Baskara mengambil obat merah dan alkohol pemberian gadis berponi itu. Mungkin benda ini adalah bentuk suap agar gadis itu aman dari seorang Baskara Alby Daylon. "Cih, mana bisa lo aman dari gue."

Lelaki itu mengobati lukanya karena terus diomeli Bianca, sang Mom-nya itu sangat cerewet.

Menyambar tas dan jaketnya, Baskara turun ke bawah untuk pergi sarapan di ruang makan yang menyatu dengan dapur. Namun yang ia lihat adalah Bianca yang sedang membuat kue dengan tepung yang mengotori celemek, tangan, juga pipinya. Mom-nya itu sungguh kekanak-kanakan.

"Kemarin gagal lagi?" tanya Baskara sambil membawa roti yang telah disiapkan Bianca dari awal. Lalu ia duduk di samping Amoy, adik kecilnya yang tengah mengacak-ngacak potongan buah apel dan pepaya di piring kecilnya.

Bianca menoleh sesaat dan mengangguk cepat dengan tangan yang tetap mengaduk bahan. "Baskara, baju kamu rapiin. Udah gede juga. Masa harus Mom yang rapiin?"

"Nanti di jalan. Baskara pergi dulu," pamitnya sambil berlalu pergi. Tak lupa ia tinggalkan kecupan di pipi sang adik.

"BASKARA, HABISIN SUSUNYA! ITU MUKA KAMU UDAH PAKE SALEP, BELUM?"

Baskara mendengarnya, namun ia tetap berlalu. Setelah memakai sepatu, ia langsung pergi dengan mobilnya. Motornya akan ia bawa ke bengkel setelah pulang sekolah nanti.

Mobil hitamnya langsung membelah jalanan. Jarak dari rumah ke sekolah hanya menghabiskan waktu 15 menit. Baskara langsung turun ketika mobil hitamnya terparkir di parkiran yang tempatnya terpisah dari sekolah. Lapang parkirnya luas dan berada di samping sekolah.

Baskara sedikit berjalan untuk menuju gerbang sekolah. Dari jauh, ia dapat melihat Alteza yang tengah berbicara dengan anggota osis. Pasti masalah ikat pinggang yang memang tertinggal di rumah Baskara. Namun, matanya melihat gadis berponi yang tidak lain adalah Balqis. Ia tahu gadis itu mendapat tugas bagian apa, namun Baskara baru tertarik sekarang.

Tangan Baskara mencabut dasi yang melingkar di kerah dan menyembunyikannya di saku jaket hitamnya yang dalam. Matanya tak lepas menatap Balqis yang tidak menatapnya. Gadis itu hanya fokus menatap dada di mana dasi digantung.

"Itu dasinya kemana?" tegur Balqis yang mendapatkan tugas memperhatikan dasi.

Teguran itu yang Baskara tunggu. Namun, ia melihat Balqis membulatkan matanya kala gadis itu mengangkat kepala. Kebodohan Balqis adalah menegur tanpa melihat wajah orangnya. Fokusnya hanya ke dada saja, tidak ke wajah.

"Di motor. Minggir," usir Baskara. Ia spontan mengatakan itu. Kebohongannya memang bodoh.

"Bawa dulu, terus pake di sini. Habis itu, lo boleh masuk," ujar Andriana yang mewakili Balqis.

Andriana adalah anggota OSIS, namun Balqis bukan anggota organisasi tersebut. Gadis itu hanya menemani Kaila bertugas, namun kali ini Kaila sedang ke toilet.

"Motornya di bengkel," jawab Baskara dengan iris mata hijau yang terus menatap Balqis. Muka datar yang masih memiliki luka lebam itu terlihat menyeramkan. Namun, tidak mengurangi ketampanan lelaki blasteran Indonesia-Spanyol itu.

•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang