❃10➻Book

421 54 16
                                    

Ditatap dengan pandangan curiga, Baskara melewati Alteza dan Agra begitu saja. Namun, kedua orang itu benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi di antara Balqis dan Baskara, jadi mereka tetap mengikuti lelaki yang terkadang cuek, dan terkadang banyak bicara itu.

"Bas, perasaan, akhir-akhir ini lo sama Balqis kayak yang ada sesuatu gitu." Agra mendudukkan bokongnya di kursi yang ada di depan Baskara agar lebih nyaman membicarakannya.

"Hooh, itu pop-es pasti dari Balqis, kan?" Alteza tahu karena saat di kantin tadi, ia melihat Balqis yang membeli dua pop-es. Dan tanpa disadari Kaila dan gadis itu, Alteza sempat mendengar obrolan mereka.

"Sesuatu apaan?" Baskara menyodorkan pop-esnya pada Alteza. "Ambil, nih."

Alteza menolak. "Lo harus menghargai dia. Artinya, lo harus minum itu."

"Harus banget?"

"Iya, menghargai seseorang itu perlu."

"Kenapa?" Baskara langsung menatap Alteza. "Karena dia mantan lo?"

Alteza ingin memasukan bola kertas ke dalam mulut Baskara. Namun sayang, ia takut kehilangan traktirannya. "Bukan gitu, astaga. Gue tau Balqis. Orangnya nggak enakkan. Kalo ada yang ngeganjel, dia suka dipikirin terus, meskipun kadang itu hal sepele. Asal lo tau aja .... pas di lapang kemaren, matanya sampe berkaca-kaca, keliat banget hampir nangis. Alesannya, ya, karena nggak sengaja bikin lo mimisan. Pasti dia panik."

"Karena rasa nggak enakkan juga, dia nerima lo yang ngebet banget sama dia, kan?"

Jleb

"Bacot lo, Gra. Nyudutin gue mulu," kesal Alteza. Nasib menjadi lelaki tampan memang seperti ini, katanya. Niat ingin membela Balqis, Agra malah membuatnya gondok.

Agra terkekeh dengan kemalangan nasib sahabatnya. Rasa kasihan ada, rasa ingin ikut berduka pun muncul, tapi pilihan meledek lelaki itu jauh lebih memuaskan jiwa.

Saat itu Alteza tahu jika Balqis memiliki hati netral yang tidak menyukai lelaki mana pun, kecuali idolanya yang ada di Korea. Ketika Alteza nekat menyatakan perasaannya di hadapan banyak orang, Balqis segan untuk menolaknya karena takut membuat Alteza merasa malu. Akhirnya, Balqis menerima Alteza dengan jawaban yang terdengar ragu. Alteza tahu itu, namun ia tetap keras kepala ingin menaklukan hati Balqis yang beku.

Karena hanya ada cinta yang sepihak, rasanya menjadi hambar. Memiliki raganya tapi tidak dengan hatinya, itu yang Alteza rasakan. Hingga di akhir kisah, mereka putus di usia hubungan mereka yang baru menginjak satu bulan. Alteza yang memulai, namun ia juga yang mengakhiri. Tujuan awalnya kandas dengan cepat. Ia tak mampu menaklukan hati Balqis.

"Bas, kayaknya lo bakal tahan lama, deh, kalau seandainya lo jadi pacarnya Balqis. Soalnya, kan, lo bisa cuek. Mungkin kalo chat lo nggak dibales gara-gara ditinggal nonton drakor, lo pasti nggak akan peduli," ujar Alteza yang menuangkan isi otaknya tentang bayangan jika Balqis dan Baskara menjadi sepasang kekasih.

Baskara bangkit untuk membuang sampah kap pop-es pemberian Balqis hingga berhasil membuat Alteza menggerutu akibat tidak mendapatkan respons.

Belum ada guru, Baskara menyempatkan diri untuk diam di dekat pagar pembatas sambil melihat ke arah lapangan. Di sana terdapat para siswa yang tengah berolah raga. Lagi-lagi ia teringat adegan tinjuan tangan gadis mungil itu. Jujur saja, Baskara merasa malu karena ada seorang gadis yang berhasil melukainya di hadapan banyak orang. Ia tidak akan mungkin melupakan itu.

Saat mata hijau Baskara menatap ke gedung seberang, ia melihat Balqis dan Kaila yang sepertinya tengah berbincang.

Mata Baskara terpaku melihat tawa Balqis yang terlihat sangat lepas. Gue nggak yakin bakal lepasin lo gitu aja.

•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang