"Ma, Ona mau nginep di rumah temen, ya?" Niona yang sedang duduk di atas kasur orang tuanya bertanya sambil meremas jari.
Luna yang baru pulang kerja tengah duduk di meja riasnya. Tangannya melepas gelang mas yang ada di tangan. "Jangan, Ona. Nginep-nginep di rumah orang lain itu nggak baik."
"Ma, sekali aja. Ona juga butuh waktu buat main. Ona udah janji ke temen kalau sekarang Ona bakal dateng."
"Mending kamu belajar. Seminggu lagi kamu ada lomba MIPA. Tingkatin prestasi kamu, Ona."
"Ona udah luangin belajar di waktu istirahat. Sekarang Ona mau main, Ma. Sekali aja. Ona nggak mau ingkar janji lagi ke temen Ona."
"Niona!" Panggil Luna dengan tegas. "Mama tahu kalau prestasi kamu itu turun drastis."
Niona merasa tersentak. Jika Luna sudah mengganti panggilan Ona menjadi Niona, itu tanda bahwa sang Mama sedang marah. Ia bangkit berdiri dari duduknya. Matanya mulai berkaca-kaca. Sejujurnya, Niona tahu jika akhirnya akan seperti ini. Tak pernah sekali pun ia mendapatkan izin bermain bersama temannya. Niona terus mencobanya dengan berbagai alasan, ia hanya ingin menginap di rumah temannya yang sering seru-seruan bersama. Namun sayang, ia tak pernah merasakan itu.
Sedangkan Luna, ia merasa bersalah karena terlalu menekan suaranya. Ia menarik tangan Niona dan memeluknya. "Nurut sama Mama. Ini demi kebaikan kamu."
"Tapi kenapa? Mama nggak ngelakuin hal yang sama," pada Balqis.
"Maksud kamu?"
Niona menarik diri dari pelukan dan meninggalkan kamar orang tuanya. Untuk pertama kalinya, ia ingin sedikit menjaga jarak dari kekangan yang mulai terasa menyebalkan.
═❖•♡•❖═
Mengambil gelas dan mengisinya dengan air, Balqis meminum itu dengan rakus karena merasa kehausan. Balqis sedikit merasa segar, namun kesal di detik berikutnya.
Perasaannya begitu menyebalkan, dan ini masih tentang Baskara. Ia tidak tahu apa yang membuat dirinya menyukai Baskara. Dirinya akan menghukum diri jika menyukai Baskara karena wajah tampannya. Namun jika tentang wajah, Alteza pun juga tampan. Ia tidak tahu mengapa perasaannya malah dimiliki Baskara.
Tarik napas, dan buang. Ia tidak mungkin melupakan Baskara, itu mustahil. Terbukti pada pengalamannya dengan Aldo. Bahkan setelah bertahun-tahun pun, ia masih bisa mengingat semuanya tentang Aldo. Mungkin ini akan berlaku juga pada Baskara. "Oke, jangan lupain orangnya, tapi lupain perasaannya buat dia."
"Oh, nggak bisa move on dari cowok yang sekarang lagi digosipin deket sama gue, ya?"
Balqis menoleh dan melihat Niona yang sedang membuka kulkas untuk mengambil minuman.
"Lo nggak asik. Masa segampang ini gue dapetin Bara-lo?" ujar Niona dengan santai.
Tiba-tiba saja percikan api kesal tadi membesar dengan bumbu perkataan Niona. Balqis merasa tidak percaya, ia kecewa dalam waktu yang bersamaan. Apa pantas ucapan itu keluar dari mulut adiknya? Sungguh tidak pantas sama sekali.
"Lo pasti bakal gagal move on. Secara .... Baskara itu sempurna dari segi fisik dan materi."
"Denger! Gue nggak pernah mikir ke arah sana." Entah mengapa, kini otak Balqis menanyakan sesuatu. Karena apa dirinya menyukai Baskara?
"Terserah."
"Apa alasan lo lakuin ini? Kalo lo emang nggak ada perasaan sama Baskara, buat apa lo deketin dia?" Baru sekarang Balqis mampu menanyakan pertanyaan itu. Dari dulu ia hanya diam, tapi tidak untuk sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
•❃𝐒𝐞𝐥𝐁𝐚𝐫𝐚❃•|✓
Teen FictionIni kisah tentang : ❃➻Balqis dan Baskara ❃➻Dengan panggilan Selena dan Bara ❃➻Anak K-pop dan anak game ❃➻Anak basket dan anak karate ❃➻Si takut tatapan dan si mata tajam ❃➻Si cuek dan si cari perhatian ❃➻Si ceroboh dan si teliti ❃➻Si bulan dan si ma...