Chapter-10

137K 3.8K 64
                                        

——————————
Follow fikapra
Jangan lupa VOTE and COMMENT!
——————————

Happy reading...

Gaby melihat kalung yang selama ini menemani hidupnya sedari kecil. Kalung peninggalan sang ibu. Kalung kesayangan Gaby. Namun tidak disangka kalung itu dengan cepat meninggalkan Gaby. Meninggalkan semua kenangan manis bersama sang ibu. Demi untuk bertahan hidup. Karena hanya itulah satu-satunya harta yang dimiliki Gaby saat ini. Dengan terpaksa, Gaby harus menukarkan harta berharga itu dengan uang.

Gaby tidak akan melakukan kesalahan kedua kalinya. Tidak akan melakukan kecerobohan untuk hal yang sama. Saat ini dia hanya percaya pada dirinya sendiri. Bahwa semua akan membaik seiring dengan berjalannya waktu. Walau itu terasa sulit adanya, Gaby akan melaluinya. Dia tidak akan menyerah, walaupun keadaan saat ini sangat sulit baginya.

"Mom, i'm sorry... Aku tau kamu pasti kecewa. Tapi ini jalan satu-satunya agar Gaby bisa bertahan hidup. Maaf... Gaby mengecewakanmu lagi." lirihnya sembari terus melihat kalung yang ada di genggamannya.

Gaby memasuki sebuah toko perhiasan klasik yang berada di tengah kota New York. Matanya mengedar ke seluruh ruangan.

"Ada yang bisa saya bantu, nona?" tanya seseorang yang membuat mata Gaby berfokus padanya.

"Apakah aku bisa menjual ini?" tanya Gaby ragu dengan menunjukkan sebuah kalung kepada wanita setengah baya tersebut.

Wanita setengah baya yang Gaby yakini adalah pemilik toko perhiasan ini melihat kalung itu dengan saksama. Ia membenarkan kacamatanya, dan mencoba meneliti setiap rangka kalung tersebut.

"Sepertinya kalung ini mahal," tebak wanita itu.

"Kenapa kau ingin menjualnya, nona cantik?" tanyanya kemudian.

Ada sedikit keraguan dalam hati Gaby untuk menjual kalung itu. Tapi itulah satu-satunya harta yang dapat membuat Gaby bertahan hidup. Gaby tidak ingin menderita dalam neraka karena mencoba bunuh diri. Meskipun hidupnya kini seperti neraka, tapi setidaknya dia tak mengecewakan ibunya yang telah bersusah payah melahirkannya.

"Aku... Membutuhkan uang," jawab Gaby ragu.

"Baiklah," Wanita setengah baya itu mengambil kalung yang berada di genggaman Gaby. Dengan berat hati, Gaby memberikannya.

"Aku minta maaf jika ini sedikit lancang. Apa aku boleh meminta sesuatu?" tanya Gaby ragu. Gaby menggigit bibir bawahnya. Ia merasa tidak enak mengatakannya.

Wanita setengah baya itu tersenyum ramah. "Tentu saja." katanya.

Gaby menghembuskan nafasnya sebelum menyampaikan apa yang hendak ia katakan.

"Tolong jangan jual kalung itu. Kalung itu sangat berarti untukku, itu pemberian dari ibuku sebelum meninggal. Aku mohon jangan jual kalung itu. Jika nanti aku memiliki uang, kalung itu akan ku ambil kembali. Anggap saja aku menitipkannya kepada Mrs. Apa boleh seperti itu?"

"Tidak masalah. Tapi aku tidak menjamin itu." Kemudian memberikan Gaby sebuah amplop coklat sedikit tebal.

Gaby tersenyum tulus. "Terimakasih, secepatnya akan ku ambil kembali."

***

Tumpukan bantal tersusun rapi di atas bangkar kamar VIP tersebut. Papan putih dengan tulisan pasien yang bernama Alex Dallas itu sudah membuka matanya sedari tadi. Selang infus masih menempel lekat di tubuhnya. Pria itu terduduk, memandang langit-langit kamar. Ada sebuah jendela besar yang menampilkan pemandangan langsung kota New York dari ketinggian.

You Are Mine | 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang