Chapter-35

59.8K 1.8K 22
                                    

Angin berhembus pelan menerpa kulit wajah Gaby. Jajaran pohon di pinggir pantai pun ikut menari di bawah langit yang mulai menampakkan mentari pagi. Beberapa burung hinggap diatas pohon, ikut merasakan keindahan pemandangan pantai. Kicaunya bahkan tak mengganggu ketenangan pagi itu.

Desir ombak menggulung ke dasar pantai dengan tenang. Pasir putih yang berada di dekatnya pun ikut basah karenanya. Gaby berjalan lebih mendekat ke arah pantai. Kakinya menapak di atas pasir putih, menjauh lagi hingga tiba di bibir pantai. Kakinya yang tak terlapis apapun itu berhasil mengenai gulungan ombak. Ombak kecil itu berhasil membasahi kakinya yang telanjang.

Gaby tersenyum. Batinnya sangat tenang. Masalahnya seakan ikut larut terbawa oleh gulungan ombak tadi. Bebannya seakan menghilang perlahan.

Entah sudah berapa lama Gaby tidak merasakan hal ini. Menikmati alam bebas, sebebas-bebasnya tanpa takut ada yang mengganggunya. Gaby menyukai pantai, sangat. Tapi hal itu tidak dapat Gaby ekspresikan karena banyaknya larangan untuknya saat itu. Larangan yang membuatnya tidak bebas seperti teman-temannya.

Gaby sangat mengingat sebegitu keras ayahnya yang selalu melarangnya. Melarang semua keinginannya. Semua yang Gaby lakukan haruslah sesuai dengan keinginannya. Harus dan tak terbantahkan.

Hingga pikiran itu melayang dimana ia bertemu ayahnya setelah sekian lama.

Flashback on

"Kamu harus pulang, Gaby!" paksa Ahn- ayah Gaby- dengan sorot yang tak terlepas dari wanita yang ada di hadapannya.

Gaby hanya menatapnya.

Ayahnya tidak sepenuhnya berubah. Dia masih saja posesif seperti dulu. Suka mengatur kehidupan Gaby.

Ingat! Hanya Gaby. Bukan dengan saudara tirinya.

Gaby tau jika ayahnya melakukan semua itu demi dirinya. Tapi tidak seperti itu caranya. Gaby selalu merasa tertekan karena kekangan yang tak punyai ujung tersebut. Kekangan yang membebaninya selama ini. Sedangkan dirinya sendiri tau jika saudara tirinya tidak mendapat perlakuan itu dari ayahnya. Saudaranya itu dapat bebas melakukan apa saja tanpa ada larangan apapun. Sejujurnya Gaby iri dengan itu. Tapi Gaby masih memaklumi sikap ayahnya yang seperti itu. Mungkin karena ayahnya yang terlalu menyayanginya hingga over protective kepadanya.

"Kali ini kamu harus menurut, Sayang. Kamu pulang ya?" bujuknya. Suaranya kini lebih lembut dari sebelumnya setelah melihat raut wajah Gaby yang nampak keberatan dengan perkataannya tadi.

Gaby menggeleng pelan. "No Dad. Gaby suka tinggal di sini," putus Gaby.
Ahn menghela nafas. Setelah sekian lama tidak bertemu dengan anaknya membuatnya semakin sulit untuk mengatur putrinya itu.

"Ini bukan tempatmu (tempat kelahiran)," ujar Ahn mencoba tenang.

"I know. But this is my mother's birthplace.

"I miss her," ungkap Gaby.

Matanya mulai berkaca-kaca setiap kali membahas ibunya. Gaby sangat sensitif jika menyangkut ibunya, orang yang sangat dicintainya.

"Daddy tau kamu pasti merindukannya, Daddy paham.

"Tapi Daddy tidak bisa jauh dengan kamu, Sayang.

"Gaby, putri Daddy, pulang ya?" bujuknya lagi.

Ayahnya berkata dengan lembut. Sangat lembut hingga wanita itu hampir keluar dari pertahanannya.

Gaby masih saja menggeleng. "Gaby belum bisa kembali. Mohon mengertilah, Dad" pintanya memohon.

"Kenapa? Apa alasan kamu tidak ingin kembali?" tanya Ahn yang mulai tak bisa mengontrol emosinya.

You Are Mine | 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang