Dentingan sendok memenuhi ruang makan yang dihuni oleh dua orang yang sedang terfokus pada makanannya. Hanya sederhana, tidak mewah seperti yang selalu Alex makan disetiap harinya, namun keduanya begitu menikmatinya. Tak ada yang bersuara. Mereka berdua bungkam, dan dentingan sendok itu semakin terdengar jelas. Namun dalam diam, sedari tadi Gaby memperhatikan Alex yang tengah duduk di hadapannya. Sesekali ia tersenyum tipis melihat Alex yang sibuk dengan makanannya.
Sebenarnya Alex mengetahui jika wanita yang ada di depannya kini terus saja memperhatikannya, namun pria itu tetap diam dan tetap fokus pada makanannya. "Kenapa terus menatapku?" Gaby yang sedang minum tersedak mendengar pertanyaan Alex.
"Aku hanya penasaran, kenapa kamu tidur di lantai?" ujar Gaby setelah batuknya mereda.
"Lalu aku harus tidur dimana? Di sini tempat tidur hanya satu. Apa aku harus tidur denganmu?" tanya Alex. Gaby menggeleng cepat. "Aku juga tidak akan melakukannya, tanpa izin darimu," lanjutnya.
"Kenapa tidak di sofa? Itu lebih nyaman daripada lantai," sahut Gaby.
"Aku hanya ingin memastikan kamu aman. Itu saja,"
Gaby yang hendak mengambil gelas menghentikan pergerakannya. Wanita itu menatap lekat Alex. Kini jantungnya semakin berdegup kencang. Semakin kencang dari kemarin. Lidahnya kelu, tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Gaby hanya bisa menatap Alex dengan tatapan sendu. Wanita itu begitu terharu dengan sikap Alex yang begitu perhatian dengannya. Kini rasa benci itu kembali berubah menjadi rasa kagum kepada pria tampan di depannya.
"Apa kamu sudah selesai?" Gaby mengangguk meng-iya-kan. "Mari berangkat." Lanjut Alex.
"Aku akan membereskan ini dulu," ujarnya seraya berdiri. "Kamu pergi dulu saja,"
"Aku menunggumu di depan," Gaby mengangguk. Wanita itu mulai membereskan peralatan makanannya, dan membawanya ke dapur.
***
"Sebenarnya saya ada urusan di kantor lama, anda—" belum sempat melanjutkan perkataannya, Alex telah lebih dulu menyela.
"Jangan bicara terlalu formal kepadaku," tegur Alex. Lalu ia menyalakan mesin mobilnya.
"Aku ada urusan di kantor lama, aku tidak—" lagi-lagi Alex memotong pembicaraan Gaby.
"Aku akan mengantarkanmu."
"Tap—" Ucapan Gaby terpotong kala sepasang mata menatapnya dengan tajam, tidak ingin dibantah. Gaby hanya menghembuskan nafas pasrah. Karena bagaimanapun Gaby tahu jika Alex tidak dapat terbantahkan.
Gaby memasuki kantor lamanya yang terletak tidak jauh dari kediamannya saat ini. Dia berjalan melangkah dengan pelan melewati banyak orang yang berlalu lalang memasuki kantor tersebut dengan tergesa, mungkin karena terlambat. Namun saat memasuki lantai 3, Gaby melihat banyak orang yang berbisik-bisik dengan terus menatap tajam ke arahnya. Perasaan Gaby semakin tidak karuan kala mendengar ada seseorang yang sengaja mengatakannya dengan lantang.
"Orang cantik mah bebas godain laki orang," cetus salah seorang wanita yang Gaby yakini menjadi salah satu teman Rose.
"Jalang jaman sekarang pintar sekali. Bersikap seolah-olah begitu polos, tapi diam-diam menusuk teman sendiri."
"Padahal Rose begitu baik padanya, kenapa dia menggoda suaminya?"
Gaby semakin mempercepat langkahnya. Perasaannya bagai tersayat benda tajam kala mendengar kata-kata pedas dari rekan kerjanya dulu. Tanpa Gaby sadari, sedari tadi Alex mengikutinya. Dan tanpa sengaja Alex juga mendengarkan hinaan demi hinaan untuk wanitanya. Sebenarnya Alex marah, tapi ia mencoba meredamkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Mine | 18+
RandomFollow dulu sebelum membaca! (privat • random) SILENT READERS DILARANG MENDEKAT 📛 Warning: 18++ BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!! Ini kisah Gabriella Alinski (20), seorang gadis cantik yang memasuki kota baru negara baru berniat ingin mencari ke...