Alex melewati Martin, Rio dan Roy yang tengah bersantai di ruang tengah. Martin terjingkat melihat Alex yang nampak terburu-buru. Alex tidak menghiraukan keberadaan mereka bertiga. Ia tetap berjalan tanpa memandang ketiga orang itu.
"Mr. Alex, anda mau kemana?" tanya Martin yang membuat Alex menghentikan langkahnya.
"Aku ada urusan di luar." Tutur Alex tanpa menoleh kebelakang.
"Saya akan mengantar anda." Martin hendak berjalan menghampiri Alex, namun Alex menghentikannya.
"Tidak perlu. Aku akan pergi dengan John," ujar Alex. Alex melihat bodyguard yang berada di depan pintu utama.
"John, siapkan mobil!" teriak Alex memerintah.
"Yes, sir." Sahut John.
***
Mobil hitam mewah itu telah terparkir rapi dengan jajaran mobil lainnya. Keluarlah Alex dengan balutan kemeja putih yang menampakkan dada bidangnya secara jelas. Tak lupa kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
Alex bergegas memasuki rumah sakit yang selama seminggu terakhir telah menjadi tempatnya beristirahat. Tujuannya saat ini adalah ruang monitor. Alex menaiki lift sendirian tanpa didampingi bodyguard yang mengantarnya. Ia menekan digit angka 3, dimana letak ruang monitor itu berada.
Pria itu melebarkan langkahnya ketika ruangan yang akan ia tuju berada di depan matanya. Dengan tergesa ia memasuki ruangan itu.
Terlihat ada seorang pria yang berjaga di sana. Mungkin orang yang mengoperasikan kamera CCTV. Alex menghampirinya, dan mengatakan hari dimana saat pertama kalinya ia di bawa kemari.
"Ruangan VVIP, pukul...." Alex memikirkan tepat pukul berapa kejadian itu terjadi.
"Sekitar pukul 10-11 pagi." Pria berseragam biru itu pun mulai mencari rekaman yang dimaksud Alex. Tangannya tergerak dengan lincah di papan keyboard itu.
Dapat! Pria itu mengeklik hari-tempat-waktu seperti yang Alex katakan sebelumnya.
Alex tidak mengalihkan tatapannya dari layar monitor ketika Video itu mulai berputar.
Tepat pada pukul 10.48 pagi, betapa mengejutkannya bagi Alex. Alex mendengar bahwa Martin menyuruh Gaby pergi. Martin mengusir Gaby?
Alex benar-benar tidak menyangka jika hal itu akan terjadi. Orang kepercayaannya sendiri yang telah mengusir wanitanya. Parahnya Martin telah membohonginya tentang Gaby. Dia tidak memberitahu apapun tentang donor darah yang dilakukan Gaby. Terlebih dengan perginya Gaby.
Alex tau jika Gaby ingin hengkang darinya. Tapi Alex tidak akan membiarkan itu terjadi. Gaby miliknya. Apapun yang menjadi milik Alex tidak akan mudah untuk ia lepaskan. Alex akan berusaha mempertahankannya. Tapi Martin telah menghancurkan semuanya. Benar-benar di luar dugaan!
Alex mengepalkan tangannya kuat. Kini amarah itu kian menjadi. Matanya yang merah padam tidak dapat membohongi jika Alex benar-benar marah. Marah pada Martin."Berikan aku salinan rekaman itu!" titah Alex. Petugas itu pun mengangguk dan menuruti perintah Alex.
***
Dari kejauhan Alex melihat Martin yang terduduk di sofa dengan laptop yang menyala di depannya. Alex menghampirinya. Karena sudah dikuasai amarah, tanpa berpikir panjang lagi Alex mencengkeram kerah Martin, menyuruhnya berdiri. Martin sontak berdiri.
Mata yang merah padam, tangan yang mengepal kuat, serta otot-otot wajah yang jelas terlihat menggambarkan jika Alex benar-benar marah. Alex memukul wajah Martih hingga membuatnya terhuyung ke belakang. Untungnya ada sofa yang menjaganya dari benturan lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Mine | 18+
AcakFollow dulu sebelum membaca! (privat • random) SILENT READERS DILARANG MENDEKAT 📛 Warning: 18++ BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!! Ini kisah Gabriella Alinski (20), seorang gadis cantik yang memasuki kota baru negara baru berniat ingin mencari ke...